Archive for December, 2009

Konsep Arsitektur Menurut Para Filsuf

KONSEP ARSITEKTUR MENURUT PARA FILSUF

oleh Nanda Meirisya, 0906489321

Teori dan sejarah selalu diperlukan untuk bahan mempelajari dan memahami arsitektur. Teori dalam arsitektur berkenaan dengan apakah arsitektur itu, apa yang harus diperbuat olehnya, dan bagaimana cara merancangnya. Berikut ini adalah beberapa orang filsuf dan tokoh-tokoh arsitektur terkenal di seluruh belahan dunia. 

Luis Immanuel Kahn. Arsitektur adalah pemikiran yang matang dalam pembentukan ruang. Pembaharuan arsitektur secara menerus adalah disebabkan perubahan konsep ruang. Arsitektur adalah sesuatu yang tak dapat diukur (immeasurable) menjadi sesuatu yang dapat diukur (measurable). Kant mengatakan bahwa ruang memaksa kita akan ide-ide yang sebenarnya nyata, dan tidak berdasarkan sasaran akhirnya. Hal ini akibat pengalaman dari luar. Kant juga memberikan satu rumusan tentang beauty atau keindahan, yaitu beauty only exists if it creates universal, necessary, and uninterested satisfaction and has purposeness without purpose. Keindahan ini juga dibedakan oleh Kant menjadi: free beauty (Pulchritudo Vaga) dan dependent beauty. Di dalam kodrat ruang terdapat semangat  dan kemampuan yang berada dalam suatu cara tertentu. Perancangan harus mengikuti kemauan tersebut dengan ketat. Oleh karena itu, seekor kuda yang dicat belang bukanlah seekor zebra. Sebelum sebuah stasiun kereta api berupa sebuah bangunan, stasiun itu ingin menjadi sebuah jalan. Stasiun itu berkembang di luar kebutuhan akan jalan, di luar keteraturan pergerakan. Suatu pertemuan garis-garis permukaan tercermin. 

            Le Corbusier. Arsitektur adalah penataan beberapa massa yang dengan hebat, tepat dan baik sekali digabungkan dengan cahaya.

Mata kita diciptakan untuk melihat bentuk-bentuk dala cahaya, cahaya dan bayangan mengungkapkan bentuk-bentuk seperti, kubus, kerucut, bola, silinder, atau piramida adalah bentuk-bentuk dasar yang hebat yang diungkapkan oleh cahaya dengan jelas. Citra benda ini adalah tegas dan nyata tanpa kesimpangsiuran. Untuk alasan itulah bahwa bentuk-bentuk tersebut adalah bentuk-bentuk yang indah, bahkan bentuk yang paling indah.

 

            Hegel. Arsitektur adalah seni yang paling rendah, karena arsitektur banyak menggunakan bahan. Sedangkan yang paling tinggi adalah poetry karena ia immaterial (tak bisa diraba).

 

 

 

Gottfried Semper. Arsitektur merupakan seni dari bahan-bahan yang telah ada. Ia merupakan arsitek pertama yang mengakui bahwa bahan metal mempunyai potensi yang besar dalam arsitektur. Oleh karena itu, Gottfried Semper mencoba dalam ungkapan arsitektur menggunakan bahan-bahan yang telah ada seperti batu, kayu, baja, dan lain sebagainya, tetapi juga menggunakan textile, ceramic, tectonic, dan stereotomic. Ia berpendapat bahwa bahan bangunan utama yang selalu berlomba dalam ungkapan arsitektur, fleksibilitas dan lain sebagainya adalah kayu, baja, dan beton.

 

 

Mies Van Der Rohe. Arsitektur menurut pandangannya adalah semangat dan keinginan untuk menerjemahkan zaman kedalam ruang esensi dari teknologi modern, merupakan bagian penting yang harus bermakna dalam karya arsitektur. Hal ini terungkap karena pemikirannya bahwa teknologi dalah ungkapan intelektualitas manusia modern dan teknologilah yang mendominasi kecendrungan mendatang.

William Wayne Caudill. Bentuk dan ruang adalah bukan arsitektur. Arsitektur terjadi hanya bila seseorang sedang mengalami atau menikmati bentuk dan ruang tersebut.

Bruno Zevi. Untuk menggenggam ruang, harus mengetahui bagaimana cara melihatnya, adalah merupakan kunci terhadap pemahaman bangunan. Mereka-mereka yang terjun ke dalam penyelidikan yang lebih rumit, ke dalam kesatuan organik manusia dengan arsitektur akan pertama-tama sepakat bahwa pokok-pokok permulaan bagi suatu pandangan tentang arsitektur yang menyatu, dan luas adalah interpretasi mengenai ruang, serta mereka akan mengukur setiap elemen yang masuk ke dalam sebuah bangunan menurut ruang yang melingkupinya.

Diana Faidy. Bangunan-bangunan mempengaruhi indera estetika kita dan menyebabkan kita dapat merasakan hal-hal yang baik ataupun sebaliknya. Arsitektur yang memiliki bentuk-bentuk eksterior dan interior yang menyenangkan mata kita juga meningkatkan dan memperkaya pikiran kita  dan mempertinggi semangat kita. Hal itu merupakan santapan bagi jiwa kita dan meninggalkan suatu kesan yang abadi atas kehidupan kita.

Frank Llioyd Wright. Perkataan organik menunjuk kepada kesatuan yang lahir. Barangkali perkataan integral atau intrinsik lebih tepat digunakan. Sebermula digunakan dalam arsitektur. Organik berarti bagian keseluruhan seperti keseluruhan ke bagian. Jadi, kesatuan adalah integral adalah apa yang sesungguhnya dimaksudkan oleh perkataan organik .

J.M. Richards. Arsitektur yang baik adalah hasil dari berpedoman pada aturan-aturan tetapi itu tidaklah berarti bahwa arsitektur yang baik adalah otomatik dihasilkan oleh petunjuk-petunjuk praktis. Itu berate bahwa imajinasi arsitek dan indera artistiknya diterapkan di dalam batas-batas yang diterapkan oleh suatu bahasa arsitekturr yang universal.

Charles Jencks. Tugas utama arsitek adalah membuat bentuk-bentuk yang terbaik dari apa yang sudah ada. Karena kreasi nampaknya tidak berguna dihadapan industry kita yang melimpah ruah. Suatu penemuan adalah pemborosan yang menyolok. Waktu sebaiknya dibuang untuk mengumpulkan sumber-sumber kita, mempelajari bidang-bidang pilihan. Seorang perancang ‘adhocist’ adalah sangat banyak dihadapkan kepada penemuan-penemuan radikal yang mengakibatkan suatu kapsul ruang sebanyak ia hadapkan dengan prinsip-prinsip perancangan yang baik ataupun arsitektur moderen. Apa yang diusulkan adalah suatu eklektisisme yang cemerlang.

Vitruvius. Arsitektur tergantung kepada tata tertib, pengaturan, harmoni irama, simetri, norma-norma, dan ekonomi.

Walter Gropius. Arsitek harus membayangkan bangunan tidak sebagai monument, tetapi sebagai wadah untuk arus kehidupan dimana bangunan tersebut harus melayani dan konsepsinya harus cukup fleksibel untuk menciptakan suatu kesesuaian latar belakang guna menyerap segi-segi dinamik dari kehidupan modern kita. Belajar dalam sejarah seni dan arsitektur, intelektual dan analitik dalam karakter membuat mahasiswa terbiasa dengan kondisi-kondisi dan alasan-alasan yang telah mengungkapkan ekspresi – ekspresi visual dari periode-periode yang berbeda-beda. Misalnya, perubahan pada filosoffi, pada politik an pada alat – alat produksi yang disebabkan oleh penemuan – penemuan baru. Mahasiswa-mahasiswa tersebutdapat memeriksa prinsip-prinsip yang dijumpai olehnya melalui latihan-latihan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Frank, D.K. Ching. 1993. Arsitektur: Bentuk, Ruang dan Susunannya. Jakarta: Erlangga.

Snyder, James dkk. 1984. Pengantar Kepada Arsitektur. Bandung: PT. Intermedia.

Widya, Leonardo. 2002. Fundamental of Art and Design. Jakarta: Annual Design.

FILSAFAT KONTEMPORER

Oleh Inggriani, 0906557146

           Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata : philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Orang Yunani senang akan kebijaksanaan yang selalu diarahkan kepada kepandaian secara teoretis dan praktis. Kepandaian yang bersifat teoretis adalah upaya manusia mencari pengetahuan yang penuh dengan gagasan dan ide yang tentunya sejalan dengan cara pikir mereka. Kepandaian yang bersifat praktis adalah upaya mencari pengetahuan yang diarahkan untuk menemukan kegunaan pengetahuan itu.

Berbicara mengenai ilmu maka tidak akan terlepas dari filsafat. Semua ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat. Perkembangan ilmu pengetahuan terbagi menjadi beberapa periode sejarah yang setiap periodenya memiliki ciri khas masing-masing. Periodisasi perkembangan ilmu pengetahuan dimulai dari peradaban Yunani Kuno, Zaman Pertengahan, Zaman Renaissance, Zaman Modern, dan Kontemporer, secara ringkas disusun sebagai berikut:

  1. Yunani Kuno
    Zaman Yunani Kuno merupakan awal kebangkitan filsafat secara umum karena menjawab persoalan disekitarnya dengan rasio dan meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau tahyul yang irrasional.
  2. Zaman Pertengahan
    Pada masa ini, para ilmuwannya hampir semua adalah teolog, sehingga aktivitas ilmiah berkaitan dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologia atau abdi agama.
  3.  Zaman Renaissance
    Renaissance berarti lahir kembali (rebirth), yaitu dilahirkannya kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir. Zaman ini menjadi indikator bangkitnya kembali independensi rasionalitas manusia, karena sudah tercatat banyaknya penemuan spektakuler, seperti teori heliosentris oleh Copernicus, yang merupakan pemikiran revolusioner, dan kemudian didukung oleh Johanes Kepler (1571 – 1630) dan Galileo Galilei (1564 – 1642).
  4. Zaman Modern
    Dikenal juga sebagai masa Rasionalisme, yang tumbuh di zaman modern dengan tokoh utama, yaitu Rene Descartes (1596 – 1650) yang dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern, Spinoza (1633 – 1677), dan Leibniz (1646 – 1716). Descartes memperkenalkan metode berpikir deduktif logis yang umumnya diterapkan untuk ilmu alam.
  5. Kontemporer
    Zaman Kontemporer dimulai pada abad ke 20 hingga sekarang. Filsafat Barat kontemporer memiliki sifat yang sangat heterogen. Hal ini disebabkan karena profesionalisme yang semakin besar. Sebagian besar filsuf adalah spesialis di bidang khusus, seperti matematika, fisika, sosiologi, dan ekonomi. Akan tetapi bidang fisika menempati kedudukan paling tinggi dan paling banyak dibicarakan oleh para filsuf. Menurut Trout, fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam semesta.

            Aliran-aliran terpenting yang berkembang dan berpengaruh pada abad 20 adalah pragmatisme, vitalisme, fenomenologi, eksistensialisme, filsafat analitis, strukturalisme, postmodernisme, dan semiotika.

  1. PRAGMATISME

Aliran ini sangat terkenal di Amerika Serikat. Pragmatisme mengajarkan bahwa sesuatu hal yang benar adalah sesuatu yang akibatnya bermanfaat secara praktis. Jadi, pragmatisme memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai kebenaran. Kelompok ini bersikap kritis terhadap sistem-sistem filsafat sebelumnya seperti bentuk – bentuk aliran materialisme, idealisme, dan realisme. Mereka berpendapat bahwa filsafat pada masa lalu telah keliru karena mencari hal – hal yang mutlak, yang ultimate.

Tokoh yang terpenting dalam aliran ini adalah William James (1842-1910). Pragmatisme pertama kali diumumkan dalam sebuah kuliah di Berkeley pada tahun 1898, berjudul “Philosophical Conceptions and Practical Results”. Sumber-sumber lanjutan mengenai pragmatisme disampaikan di Wellesley College pada tahun 1905, Lowell Institute, dan Columbia University pada tahun  1906 dan 1907.

Pragmatisme yang muncul dalam bukunya terbagi menjadi enam hal : temperamen filosofis, teori kebenaran, teori makna, holistik tentang pengetahuan, pandangan metafisika, dan metode penyelesaian sengketa filosofis.

James memandang pemikirannya sebagai kelanjutan dari empirisme Inggris, namun empirismenya bukan merupakan upaya untuk menyusun kenyataan berdasarkan atas fakta – fakta lepas sebagai hasil pengamatan. Tetapi, kebenaran merupakan suatu proses, suatu ide dapat menjadi benar apabila didukung oleh akibat – akibat atau hasil dari ide tersebut. Oleh karena itu, kebenaran baru menjadi sesuatu yang real setelah melalui verifikasi praktis.

  1. VITALISME

Vitalisme berpandangan bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya atau prinsip vital yang berbeda dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap perkembangan ilmu teknologi serta industrialisme, di mana segala sesuatu dapat dianalisa secara matematis.

Henri Bergson

Tokoh terpenting dalam vitalisme adalah Henri Bergson (1859-1941). Ia adalah salah satu filsuf yang paling terkenal dan berpengaruh di Perancis pada akhir abad 19 – awal abad 20. Meskipun ketenaran secara internasional cukup tinggi selama masa hidupnya, tetapi setelah Perang Dunia kedua pengaruhnya mengalami penurunan. para pemikir Perancis, seperti Merleau-Ponty, Sartre, dan Levinas secara eksplisit mengakui pengaruhnya terhadap pemikiran mereka. Mereka pada umumnya sepakat bahwa Gilles Deleuze (1966) Bergsonism, menandai kebangkitan secara luas serta meningkatnya minat dalam karya Bergson. Deleuze menyadari bahwa kontribusi terbesar Bergson bagi pemikiran filsafat adalah konsep keanekaragaman. Filsafat Bergson merupakan dualistik: dunia mengandung dua kecenderungan yang berlawanan: gaya hidup (Elan vital) dan perlawanan dari dunia materi terhadap gaya. Manusia dapat mengetahui masalah dengan kepandaiannya. Mereka merumuskan doktrin ilmu pengetahuan dan melihat hal-hal yang ditetapkan sebagai unit terpisah di dalam ruang. Hal yang berlawanan dengan kepandaian adalah intuisi, yang berasal dari naluri yang lebih rendah. Intuisi memberi kita isyarat dari gaya hidup yang melingkupi semua hal. Intuisi merasakan realitas waktu: bahwa durasi diarahkan dalam hal hidup dan tidak dapat dibagi atau diukur. Durasi ini ditunjukkan oleh fenomena memori

  1. FENOMENOLOGI

Fenomenologi berasal dari kata phenomenon yang berarti gejala atau apa yang tampak. Jadi, fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri. Fenomenologi dirintis oleh Edmund Husserl .

Edmund Husserl

Edmund Husserl (1859-1938) adalah pendiri aliran fenomenologi yang telah mempengaruhi pemikiran filsafat abad 20 secara mendalam. Baginya, fenomena adalah realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subjek dengan realitas, realitas sendiri yang tampak bagi subjek. Husserl mengatakan bahwa apa yang dapat kita amati hanyalah fenomena bukan sumber dari gejala itu sendiri dan dari apa yang kita amati, terdapat beberapa hal yang membuatnya tidak murni sehingga perlu diakan reduksi. Langkah – langkah yang harus dilakukan adalah melakukan reduksi fenomenologi dan reduksi eiditis.

Pada reduksi tingkat pertama, ada tiga hal yang perlu dilakukan :

  1. Membebaskan diri dari unsur subjektif
  2. Membebaskan diri dari kungkungan teori-teori, dan hipotesis-hipotesis
  3. Membebaskan diri dari doktrin-doktrin tradisional

Setelah mengalami reduksi fenomenologi, fenomena yang kita amati telah menjdai fenomena yang murni. Akan tetapi, belum mencapai hal yang mendasar atau makna yang sebenarnya. Oleh karena itu, dilakukanlah reduksi kedua, yaitu reduksi eiditis. Melalui reduksi kedua, fenomena yang kita amati mampu mencapai inti atau esensinya.                                    Pandangan Husserl mengenai fenomena ini, ia telah mengadakan semacam revolusi dalam filsafat barat. Sejak masa Descrates, kesadaran selalu diartikan sebagai kesadaran yang tertutup, artinya kesadaran mengenal diri sendiri merupakan satu – satunya jalan untuk mengenal realitas. Namun, Husserl berpendapat bahwa kesadaran terarah kepada realitas, sama artinya dengan realitas menampakan diri sendiri.

  1. EKSISTENSIALISME

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Sebenarnya, istilah eksistensialisme tidak menunjukan suatu sistem filsafat secara khusus. Eksistensi adalah cara berada di dunia. Benda mati dan hewan tidak menyadari keberadaannya di dunia ini. Akan tetapi manusia sadar hal tersebut. Itulah sebabnya, segala sesuatu mempunyai arti sejauh masih berkaitan dengan manusia. Dengan kata lain, manusia memberikan arti kepada segala hal.

Ada beberapa hal yang dapat mengidentifikasikan ciri dari aliran eksistensialisme ini :

  1. Eksistensialisme adalah pemberontakan dan protes terhadap rasionalisme dan masyarakat modern, khususnya terhadap idealisme Hegel.
  2. Eksistensialisme adalah suatu proses atas nama individualis terhadap konsep-konsep, filsafat akademis yang jauh dari kehidupan konkrit.
  3. Eksistensialisme juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa.
  4. Eksistensialisme merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam kolektif atau massa.
  5. Eksistensialisme menekankan situasi manusia dan prospek (harapan) manusia di dunia.
  6. Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung.

Filsafat ini bertitik tolak kepada manusia konkret, manusia yang bereksistensi. Dalam kaitan dengan ini mereka berepndapat bahwa pada manusia, eksistensi mendahului esensi.

Tokoh yang penting dalam filsafat eksistensialisme adalah Martin Heidegger dan Jean-Paul Sartre.

  1. Martin Heidegger (1883-1976)
Martin Heidegger

Martin Heidegger adalah salah satu filsuf yang paling asli dan penting pada abad ke-20, tetapi ia juga yang paling kontroversial. Pemikirannya telah memberikan sumbangan untuk beberapa bidang yang berbeda, seperti fenomenologi (Merleau-Ponty), eksistensialisme (Sartre, Ortega y Gasset), hermeneutika (Gadamer, Ricoeur), teori politik (Arendt, Marcuse), psikologi (Bos, Binswanger, Rollo May), teologi (Bultmann, Rahner, Tillich), dan postmodernisme (Derrida). Perhatian utama dari seorang Heidegger adalah ontologi. Dalam karyanya, “Being dan Time”, ia mencoba untuk mengakses being (Sein) dengan melalui analisis fenomenologis tentang eksistensi manusia (Dasein) yang berkenaan ke karakter duniawi dan sejarah manusia. Dalam karya-karyanya berikutnya, Heidegger menekankan nihilisme masyarakat teknologi modern, dan berusaha untuk memenangkan tradisi filsafat Barat kembali ke pertanyaan yang ada. Ia meletakkan penekanan pada bahasa sebagai jalan untuk membuka pertanyaan tersebut. Tulisannya yang sangat sulit. Namun, Being and Time tetap masih yang paling berpengaruh.

  1. John-Paul Sartre (1905-1980)
John Paul Sartre

John-Paul Sartre adalah seorang atheis dan satu – satunya filsuf kontemporer yang menempatkan kebebasan pada titik yang sangat ekstrim. Ia berpendapat bahwa manusia itu bebas atau sama sekali tidak bebas. Tentang kebebasan, Sartre mengatakan,”Manusia bebas. Manusia adalah kebebasan.” Ia berpendapat bahwa kebabasan bukan merupakan cirri tetapi manusia itu sendiri.

Konsep kebebasan ini membawa Sartre kepada penolakan akan Allah. Kalau ada Allah, maka Allah sudah mengetahui esensi dari manusia, manusia tidak lagi bebas. Manusia akan melakukan apa yang sudah ditentukan oleh Allah. Tetapi, hal tersebut tidak mungking karena pada manusia, eksistensi mendahului esensi. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa tidak ada Allah.

Dalam bukunya yang berjudul, “Existentialism and humanism”, Sartre memberikan tanggapan kepada orang – orang yang mengatakan  eksistensialisme adalah atheism bahwa eksistensialisme sama sekali bukan atheisme yang menolak adanya Allah. Namun, seandainya Allah ada, hal itu sama sekali tidak mengubah apa – apa.

  1. FILSAFAT ANALITIS
Bertrand Russell

Filsafat analitis atau filsafat bahasa merupakan reaksi terhadap idealisme, khususnya Neohegelianisme. Para penganutnya menyibukkan diri dengan menganalisa bahasa dan konsep-konsep. Aliran ini muncul di Inggris dan Amerika Serikat sekitar tahun 1950. T okoh penting dalam filsafat ini adalah Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Gilbert Ryle, dan John Langshaw Austin.

  1. STRUKTURALISME

Strukturialisme muncul di Prancis pada tahun 1960, dan dikenal pula dalam linguistik, psikiatri, dan sosiologi. Strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan memiliki struktur yang sama dan tetap. Berbeda dengan filsafat eksistensialisme yang menekankan pada peranan individu, strukturialisme memandang manusia “terkungkung” dengan berbagai struktur di sekelilingnya. Maka kaum strukturalis menyibukkan diri dengan struktur – struktur tersebut.

Secara garis besar ada dua pengertian pokok yang sangat erat kaitannya dengan strukturalisme sebagai aliran filsafat.

  1. Strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip linguistik.
  2. Strukturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahami masalah yang muncul dalam sejarah filsafat. Di sini metodologi struktural dipakai untuk membahas tentang manusia, sejarah, kebudayan dan alam, yaitu dengan membuka secara sistematik struktur-struktur kekerabatan dan struktur-struktur yang lebih luas dalam kesusasteraan dan dalam pola-pola psikologik tak sadar yang menggerakkan tindakan manusia.

Tokoh – tokoh yang memiliki peranan penting dalam filsafat strukturialisme adalah Levi Strauss, Jacques Lacan, dan Michel Foucault.

  1. Claude Levi Strauss

Dalam karya klasik tentang kaitan antara kekerabatan dan pertukaran, “The Elementary Structures of Kinship”, tahun 1949, memperkenalkan dua aspek penting antropologi Levi Strauss. Yang pertama adalah prinsip yang mengatakan bahwa kehidupan social dan cultural tidak bias dijelaskan secara unik oleh satu versi fungsionalisme. Aspek penting lain dalam pendekatan Strauss adalah lingkup. Bila banyak peneliti social membatasi penafsiran tentang kehidupan sosial pada masyarakat tententu yang mereka teliti, Levi Strauss menggunakan pendekatan universalis. Ia berpendapat bahwa setiap masyarakat atau kultur menampilkan ciri – ciri yang juga banyak terdapat pada kultur lain karena ini yakin bahwa yang membentuk manusia adalah dimensi kultural, bukan alam. Struktur simbolik kekerabatan, bahasa, dan pertukaran barang menjadi kunci mengenai pemahaman kehidupan sosial, bukan biologi.

Bagi Strauss, “struktur” itu tidak identik dengan struktur empiris suatu masyarakat tertentu, struktur itu tidak ada dalam realitas yang tampak. Dari ini, terdapat kemenduaan Strauss antara jenis strukturalisme yang melihat struktur sebagai suatu model abstrak yang dihasilkan dari analisis terhadap suatu fenomena dengan pengertian struktur sebagai yang bersifat terner, yaitu yang secara inheren mengandung sifat dinamis.

  1. Jacques Lacan
Jacques Lacan

Lacan membaca ulang karya Freud untuk  meninjau ulang teori tentang subjektivitas dasn seksualitas dan menghidupkan kembali sekumpulan konsep. Kemudian Lacan mengemukakan pandangannya bahwa yang paling mneghambat pengetahuan tentang cirri revolusioner dan subversif karya – karya Freud adalah pandangan bahwa ego merupakan hal yang terpenting untuk memahami perilaku manusia.

Dengan penekanan strukturalis pada bahasa sebagai suatu sistem perbedaan tanpa pengertian positif, Lacan menonjolkan pentingnya bahasa dalam karya Freud. Bahasa juga memegang peranan penting dalam suatu wawancara psikoanalitis. Akan tetapi, bahasa bukan hanya pembawa informasi dan pikiran; bukan hanya medium komunikasi. Lacan berpendapat bahwa faktor yang membuat komunikasi cacat itu juga penting. Kesalahpahaman, kekacauan, resonansi, dan berbagai macam kekacauan inilah yang memungkinkan Lacan mengungkapkan aforismenya yang terkenal : “Kesadaran itu terstruktur seperti bahasa.” Oleh karena itu, ketidaksadaran inilah mengganggu komunikasi, bukan secara kebetulan melainkan mengikuti suatu keteraturan struktural.

  1. Michel Foucault (1926-1984)
Michel Foucault

Dalam resume pertamanya yang berjudul, “ The Will to Truth” yang membahas praktek – praktek diskurtif, ia mengatakan :

Kelompok – kelompok yang teratur sekarang tidak berkesesuaian dengan karya-karya individu. Meskipun muncul dan untuk pertama kali menjadi jelas dalam salah satu dari mereka, ini berkembang cukup luas di luar mereka dan sering menyatukan beberapa kelompok. Akan tetapi, mereka tidak selalu bersesuaian dengan yang biasa kita sebut ilmu atau disiplin meskipun untuk sementara memiliki perbatasan yang sama (Foucault, 1970-1982: 10).

Penjelasan ini menggambarkan ciri inovatif dan individualis dari karyanya. Oleh sebab itu, ia mengarahkan bahwa kita tidak dapat mereduksi praktek – praktek deskursif menjadi disiplin akademik. Akan tetapi, praktek diskurtif adalah sebuah keteraturan yang muncul dalam fakta artikulasi itu sendiri. Keteraturan suatu diskursus itu bersifat tidak sadar.

  1. SEMIOTIKA

Semiotika adalah teori tentang tanda dan penandaan. Seorang ahli semiotika seperti Barthes dalam awal pemikirannya melihat kehidupan sosial dan kultural dalam kerangka penandaan. Melalui pendekatan semiotika yang didasarkan atas kerangka linguistik Saussurean, kehidupan sosial menjadi pertarungan demi prestige dan status; atau bisa juga ia menjadi tanda pertarungan ini. Semiotika juga mempelajari bagaimana tanda melakukan penandaan.

  1. Roland Barthes
Roland Barthes

Barthes adalah seorang ahli semiotika, seorang yang melihat bahasa sebagai yang dimodelkan oleh teori Saussure tentang tanda yang melandasi pemahaman structural kehidupan sosial dan kultur. Karya – karya Barthes sangat beragam, berkisar dari teori semiotika, esai kritik sastra, telaah psikobiografis serta karya–karya yang lebih bersidat pribadi. Gaya bahasa personifikasi menjadi ciri khas dalam karyanya lebih lanjut.

  1. Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure

Saussurre adalah seorang bapak strukturalisme dan linguistik. Hal pokok pada teorinya adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian: penanda dan yang ditanda. Konsepnya mengenai tanda menunjuk ke otonomi relatif bahasa dalam kaitannya dengan realitas. Bahkan, secara lebih mendasar Saussure mengungkapkan suatu hal yang bagi kebanyakan orang modern menjadi prinsip yang paling berpengaruh terhadap teori linguistiknya : hubungan penanda dengan yang ditanda adalah sembarang dana berubah – ubah. Berdasarkan prinsip tersebut, bahasa tidak lagi dianggap muncul dalam etimologi dan filologi, tetapi bias ditangkap dengan sangat baik melalui cara bagaimana bahasa tersebut mengutarakan perubahan.

  1. POSTMODERNISME

Postmodernisme, sangat popular pada penghujung abad ke-20 dan merambah ke berbagai bidang dan disiplin filsafat dan ilmu pengetahuan. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap modernisme dengan segala dampaknya.  Modernisme dimulai oleh Rene Descrates, dikokohkan oleh zaman pencerahan (Aufklaerung), dan kemudian mengabdikan diri melalui dominasi sains dan kapitalisme. Dalam modernisme, filsafat berpusat pada epistemologi yang bersandar pada gagasan tentang subjektivitas dan objektivitas murni yang saling terpisah. Modernisme mempunyai gambaran dunia sendiri yang ternyata membawa berbagai dampak buruk, yakni objektifikasi alam secara berlebihan dan pengurasan semena – mena yang berakibat kepada krisis ekologi, militerisme, kebangkitan kembali tribalisme, dan manusia cenderung menjadi objek karena pandangan modern yang objektivistis dan positivistis.                                                                     Postmodernisme berupaya untuk mempertanyakan suatu epistemologi modernis yang didasarkan atas pembedaan subjek dan objek secara jelas. Selain itu, hal lain terkait dengan postmodernisme adalah adanya ketidakpercayaan kepada metanarasi (Lyotard) – yang berarti tidak adanya penjelasan global tentang perilaku yang bisa dipercaya dalam zaman rasionalitas yang bermuatan tujuan. Selain itu teknologi dilihat sebagai yang menuju ke penitikberatan pada reproduksi.                                               Ciri terpenting dalam postmodernisme adalah relativisme dan mengakui pluralitas. Menurut para postmodernis, tidak ada suatu norma yang berlaku umum. Setiap bagian memiliki keunikan tersendiri sehingga tidak dapat menerima pemaksaan penyeragaman.                                       Tokoh yang dianggap memperkenalkan postmodernisme adalah Francois Lyotard, lewat bukunya, “The Postmodern Condition: A Report on Knowledge.” Di sini pengertian masyarakat sebagai suatu bentuk kesatuan sudah hilang kredibilitasnya. Masyarakat sebagai kesatuan sudah tidak biasa dipercaya delam kaitannya dengan “ketidakyakinan terhadap metanarasi”. Metanarasi semacam itu memberikan suatu

Francois Lyotard

teleologi yang memberikan pengesahan baik kepada ikatan sosial maupun peranan ilmu dan pengetahuan yang terkait kepadanya. Dalam tataran yang lebih teknik, suatu ilmu dianggap modern apabila ia berusaha memberikan pengesahan kepada aturan – aturannya sendiri kepada suatu metanarasi, sebuah narasi yang berada di luar lingkungan kompetensinya. Postmodernisme memperlihatkan dua buah sasaran, metanarasi yang cukup berpengaruh dan gagasan yang mengatakan bahwa pengetahuan itu dipandang sebagai subjek manusia yang berupaya menemukan kebebasan, mulai bersaing, dan lebih jauh lagi, tidak ada bukti dasar yang dapat digunakan untuk menyelesaikan perdebatan ini. Dalam zaman komputer, kerumitan pun semakin meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Letche, John. 2001. 50 Filsuf Kontemporer : Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas. Yogyakarta : Kanisius.

Muntansyir, Rizal, dkk. 2004. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

http://www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_filsafat/Bab_7.pdf  (3-12-2009, 20:44).

http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1861698-filsafat-ilmu-perkembangannya-di-indonesia/ (3-12-2009, 20:47).

http://www.lintasberita.com/Dunia/Berita-Dunia/Aliran_Pragmatisme_Filsafat_Masa_Kontemporer_(3-12-2009, 20:53).

http://www.lintasberita.com/Dunia/Berita-Dunia/Aliran_Eksistensialisme_Filsafat_Masa_Kontemporer (3-12-2009, 20:58).

http://plato.stanford.edu/entries/james/ (4-12-2009, 15:27).

http://plato.stanford.edu/entries/dewey-political/ (4-12-2009, 15:29).

http://plato.stanford.edu/entries/bergson/ (4-12-2009, 15:35).

http://plato.stanford.edu/entries/husserl/ (4-12-2009, 15:32).

http://plato.stanford.edu/entries/existentialism/#HeiHisCla (4-12-2009, 15:39).

Keindahan Menurut Para Filsuf

Keindahan adalah sifat dari sesuatu yang memberikan rasa senang bila melihatnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keindahan diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang, cantik, bagus benar atau elok. Keindahan juga dapat memberikan rasa keingintahuan tentang hal tersebut semakin terus bertambah, contohnya saat seseorang bermusik, ia akan semakin mencari feel apa yang cocok untuk hatinya, sehingga ia bisa memainkan musiknya dengan baik. Keindahan itu sendiri bersifat relatif, karena masing-masing individu memiliki taste yang berbeda. Tidak jarang di masyarakat ditemukan perbedaan yang cukup significant dalam pengertian keindahan. Berikut akan dijabarkan pendapat-pendapat para filsuf mengenai keindahan.

Aristoteles (384-322 SM) merumuskan bahwa keindahan adalah sesuatu yang baik dan menyenangkan. Ia juga percaya bahwa tidak ada keindahan yang mutlak. Keindahan yang ada sebenarnya didasarkan pada persepsi masing-masing individu. Sebagai istilah umum, keindahan dirasakan orang-orang Yunani sebagai dipertukarkan suatu hal dengan keunggulan, kesempurnaan, dan kepuasan.

John Keats (31 Oktober 1795-23 Februari 1821) mengatakan, “Sesuatu yang indah adalah keriangan selama-lamanya. Kemolekannya akan terus bertambah dan tidak akan pernah berlalu hingga sampai pada ketiadaan” Dari sajak tersebut, Keats berusaha untuk menjabarkan bahwa keindahan hanyalah sebuah konsep yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk. Karena itulah Keats tidak berbicara langsung mengenai keindahan, melainkan melalui sesuatu yang indah. Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Thomas Aquinos (1225-1274), seorang filsuf dan teolog dari italia yang terkenal. Beliau mengatakan bahwa keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.

Sedangkan para filsuf tua memiliki pandangan yang sedikit berbeda mengenai arti dari keindahan. Mereka memandang keindahan sebagai suatu bentuk yang terstruktur. Sebagai contoh, Socrates (470 SM – 399 SM), seorang filsuf terkenal dari Athena, mengatakan bahwa seseorang akan merasakan kenikmatan dari benda-benda yang indah secara intrinsik. Ia akan merasa senang dalam bentuk geometris sederhana, satu warna, dan not balok. Pernyataan lain yang senada disampaikan oleh seorang filsuf Yunani yang sangat berpengaruh, Plato. Ia percaya bahwa ukuran kecantikan itu terstruktur dan terkait dengan kecerdasan. Keindahan adalah kesimetrian dan kerapihan. Plato juga percaya bahwa keindahan adalah elemen dasar dalam berbagai hal. keindahan relatif hanya ada dalam perbandingan dengan hal-hal yang buruk. Plato berpikir bahwa keberadaan keindahan ditentukan dari pertimbangan seluruh objek.

Menurut Plotinus, keindahan itu digambarkan sebagai suatu pengalaman “kegembiraan atau keceriaan”. Ia percaya bahwa keindahan tidak termasuk sesuatu yang simetri, namun, “keindahan adalah sesuatu yang lebih irradiates simetri, daripada simetri itu sendiri.” Kemudian pada pertengahan abad 18, Addison datang dengan pernyataan bahwa “Rasa (taste) ada, bukan untuk menyesuaikan diri dengan seni, tapi justru keberadaan seni itu sendiri adalah untuk sebuah rasa (taste).” Keindahan bukan lagi konsep utama dalam estetika. Sekarang sudah ada faktor lain yang terlibat di dalamnya, pada dasarnya hal ini disebut sebagai persepsi estetika.

Pada akhirnya, Alexander Nehamas menyatakan bahwa, “Keindahan adalah gagasan filosofis yang paling didiskreditkan, sangat didiskreditkan sehingga aku bahkan tidak bisa menemukan kata ini dalam indeks-indeks dari sekian banyak buku filsafat seni, hingga aku harus berkonsultasi untuk menemukan arti keindahan itu sendiri.” Keindahan yang Alexander maksudkan cenderung lebih mengarah ke ciri-ciri masing-masing hal pada waktu yang sama dan memerlukan perbandingan pada waktu yang sama pula.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.mother-god.com/philosophy-beauty.html

http://www.syl.com/hb/philosophyofbeauty.html

http://www.mrbauld.com/beautyheh.html

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ilmu_budaya_dasar/bab5-manusia_dan_keindahan.pdf

LTM 6

SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN NONHAYATI

DI PERAIRAN LAUT INDONESIA

Oleh Indah Nur Zahra, 0906489271

Indonesia sebagai negara maritim memiliki wilayah perairan yang amat luas, wilayah perairan di Indonesia meliputi perairan darat dan perairan laut. Perairan darat di Indonesia mencakup hidrosfer, sungai, rawa, danau dan air tanah. Hampir 70% wilayah Indonesia terdiri atas lautan. Luasnya perairan laut yang dimiliki Indonesia juga diperkaya dengan banyaknya Sumber Daya Alam (SDA) hayati dan non hayati yang dapat dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia.

Sumber daya alam hayati adalah sumber daya alam yang berasal dari makhluk hidup. Contoh sumber daya alam hayati yang dimilki perairan laut Indonesia antara lain ikan laut yang beraneka ragam, kepiting, kuda laut, terumbu karang, mikro organisme, dan masih banyak lagi. Sedangkan sumber daya alam non hayati adalah sumber daya alam yang berasal dari benda mati, contohnya seperti bahan tambang, air, udara, batuan, pasir, ombak, dsb.

Sesuatu dapat dikatakan sebagai sumber daya bila sesuatu itu berguna bagi kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tidak semua yang ada di bumi ini dapat dikatakan sebagai sumber daya karena manusia belum dapat memanfaatkan seluruhnya yang ada di bumi ini. Umumnya masyarakat Indonesia belum dapat memanfaatkan sepenuhnya kekayaan alam yang dimiliki negeri sendiri. Walau begitu, melimpahnya sumber daya yang dimiliki perairan Indonesia tidak dapat dipungkiri lagi. Dunia internasional pun mengakui hal tersebut.

Begitu luasnya wilayah perairan laut di Indonesia menyebabkan susahnya pemerintah mengelola dan mengawasi seluruh wilayah perairannya. Banyak kapal-kapal asing yang sengaja memasuki wilayah perairan Indonesia dan berusaha menangkap ikan-ikan di perairan Indonesia. Bukan hanya menangkap, tetapi mereka juga mengeksplorasi kekayaan laut negeri ini secara besar-besaran. Tentunya ini akan merusak kelestarian kehidupan biota laut di perairan Indonesia.

Kerusakan tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari nelayan Indonesia sendiri. Banyak para nelayan yang hanya mementingkan hasil tangkapan tanpa memperdulikan cara yang mereka gunakan. Banyak pula pabrik-pabrik industri yang membuang limbahnya ke perairan laut. Hal ini tentunya sangat merusak dan merugikan negara sendiri.

Keberadaan laut beserta isinya perlu dijaga kelestariannya.Tentunya tidak hanya pemerintah saja yang berkewajiban menjaga kelestarian laut, tetapi seluruh warga negara Indonesia juga memilki kewajiban untuk menjaganya. Berikut adalah contoh usaha-usaha dalam upaya pelestarian laut di Indonesia:

  1. Menjaga air laut tetap bersih dengan cara melarang pembuangan sampah dan limbah di laut.
  2. Ikut membantu pemerintah dalam upaya pelestarian satwa-satwa laut yang hampir punah.
  3. Tidak menggunakan bahan peledak, bahan racun, dan aliran listrik saat menangkap ikan.
  4. Tidak menggunakan jaring yang kecil saat menangkap ikan sebab dengan menggunakan alat tersebut, ikan yang masih kecil akan ikut terjaring.
  5. Tidak merusak atau mencabut terumbu karang dengan alasan apapun.
  6. Menanam pohon bakau di sepanjang pantai.
  7. Tidak mengambil karang laut dalam jumlah besar.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagai penghasil sumber daya hayati dan non hayati, keasrian dan kelestarian perairan laut patut kita jaga. Bukan hanya pemerintah, tetapi masyarakat pun wajib turut serta dalam upaya melestarikannya. Berbagai cara dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian sumber daya laut Indonesia. Kekayaan yang dimilki negeri ini tidak akan dapat membawa Indonesia menjadi negara makmur jika masyarakatnya sendiri tidak berusaha menjaga dan melestarikan kekayaan yang dimiliki. Eksplorasi besar-besaran hanya akan membawa kerusakan permanen pada lingkungan dan menyebabkan berkurangnya SDA yang dapat dimanfaatkan setiap tahunnya.


DAFTAR PUSTAKA

Soemiarno, Slamet, dkk. BUKU AJAR III: BANGSA, BUDAYA, DAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.

Waldopo, M.Pd, peny. “PERAIRAN DARAT DAN LAUT”. Modul tidak diterbitkan.

Gea, Fikar. “MAKSIMALKAN POTENSI SDA LAUT UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT (Refeleksi HUT RI ke 64)http://teropong-bertaring.blogspot.com /2009/08/maksimalkan-potensi-sda-laut-untuk.html (18 Agt. 2009).

Presiden Republik Indonesia. “UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL” http://digilib-ampl.net/file/pdf/UU%20No.25%20Tahun%202004.pdf (5 Okt. 2004).

Anonim. “Pengertian Sumber Daya Alam dan Pembagian Macam/Jenisnya – Biologi” http://organisasi.org/pengertian_sumber_daya_alam_dan_pembagian_macam_jenisnya_biologi (14 Mei.2006).

LTM 5

KEDAULATAN NEGARA DAN PASANG SURUT HUBUNGAN ANTARA INDONESIA VS MALAYSIA

Oleh Indah Nur Zahra, 0906489271

Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi bagi negara untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara (termasuk paksaan) yang tersedia dan berlaku di seluruh wilayah dan semua rakyatnya. Pada hakikatnya, setiap negara membutuhkan kedaulatannya masing-masing, baik kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan ke luar. Kedaulatan ke dalam (internal sovereignty) merupakan kedaulatan negara untuk mengatur dan mengawasi pemerintahan dan rakyatnya sendiri tanpa campur tangan dari negara lain, sedangkan kedaulatan ke luar (external sovereignty) merupakan kedaulatan negara untuk mempertahankan diri dari gangguan negara lain dan kedaulatan untuk menentukan sikap terhadap isu-isu global. Namun, berdaulat bukan berarti tidak membutuhkan negara lain, karena setiap negara sejatinya membutuhkan hubungan diplomatik dengan negara lain untuk memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan rakyatnya.

Pentingnya hubungan lintas negara di segala sektor kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, menempatkan hukum internasional sebagai poin utama yang diharapkan bisa menuntaskan berbagai masalah yang timbul dari hubungan antar negara tersebut. Secara terminologi, hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah hukum wajib yang mengatur hubungan antara pelaku-pelaku hukum internasional (Negara dan Organisasi Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta membatasi hubungan yang terjadi antara pelaku-pelaku hukum tersebut dengan masyarakat sipil.

Hukum internasional mempunyai beberapa segi penting seperti prinsip kesepakatan bersama (principle of mutual consent), prinsip timbal balik (principle of reciprocity), prinsip komunikasi bebas (principle of free communication), princip tidak diganggu gugat (principle of inviolability), prinsip layak dan umum (principle of reasonable and normal), prinsip eksteritorial (principle of exteritoriality), dan prinsip-prinsip lain yang penting bagi hubungan diplomatik antarnegara.

Maka hukum internasional memberikan implikasi hukum bagi para pelanggarnya, yang dimaksud implikasi di sini ialah tanggung jawab secara internasional yang disebabkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan sesuatu negara atau organisasi internasional dalam melakukan segala tugas-tugasnya sebagai pelaku hukum internasional.

Jika hukum dan kedaulatan negara ditegakkan, maka segala bentuk intervensi atau campur tangan dari negara lain akan semakin berkurang. Tentunya hal ini berlaku juga dalam masalah perselisihan antarnegara bertetangga seperti Indonesia dan Malaysia. Sudah banyak konflik dan perselisihan yang terjadi, baik dalam sektor sosial ekonomi, budaya, perbatasan kontingental, hingga perlakuan warga Malaysia yang tidak manusiawi terhadap TKI, baik yang legal maupun ilegal.

Masalah yang paling rentan dan paling mudah terprovokasi adalah masalah di sekitar perbatasan. Berkali-kali kapal angkatan laut milik pemerintahan Malaysia masuk ke wilayah perairan Indonesia dan berkali-kali pula masyarakat dibuat cemas dengan masuknya kapal-kapal penangkap ikan dari negara lain yang berusaha menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia. Hal ini juga diakui oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Indonesia, Purnomo Yusgiantoro. Dalam wawancaranya dengan ANTARA, Purnomo mengatakan, dari panjang wilayah perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan Barat yang mencapai 1.000 kilometer ada 200 kilometer yang belum dijaga. Pemerintah Indonesia dalam hal ini masih tampak ragu untuk mengambil langkah tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan pemerintah Malaysia.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam menjalin hubungan antarnegara, setiap negara pasti akan mengalami pasang-surut dalam hubungannya. Saat terjadi kasus sengketa ataupun perselisihan antarnegara dibutuhkan sikap dan tindakan yang tegas dari masing-masing negara, baik yang merasa dirugikan maupun yang merasa melanggar peraturan. Sikap tegas ini hanya akan muncul jika hukum yang berlaku ditegakkan, sehingga setiap negara dapat menghormati dan menghargai kedaulatan negara lain.

DAFTAR PUSTAKA

Soemiarno, Slamet, dkk. BUKU AJAR III: BANGSA, BUDAYA, DAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.

Tim redaksi ANTARA. “Menhan Akui Masih Banyak Masalah di Perbatasan” http://www.antaranews.com/berita/1257594488/menhan-akui-masih-banyak-masalah-di-perbatasan (7 Nov. 2009)

Ghazali, Imam. “Hubungan Internasional” http://gozel.wordpress.com/2007/02/01/hubungan-internasional/ (1 Feb. 2007)

Tamboen, Marsma Sagom. “Kedaulatan Negara dan TNI” http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=6720 (15 Sept. 2009)

LTM 4

KEJUJURAN, KEGELISAHAN DAN TANGGUNG JAWAB YANG DIABAIKAN
DALAM PENDAFTARAN DPT PEMILU 2009
Oleh Indah Nur Zahra, 0906489271

Judul : Ada Tanggung Jawab di Pundakmu!
Pengarang : Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Data Publikasi : Jakarta: Al Husna, 2008.

Banyak orang mengelak bertanggung jawab, karena memang lebih mudah menggeser tanggung jawabnya, daripada berdiri dengan berani dan menyatakan dengan tegas bahwa, “Ini tanggung jawab saya!” Banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya ke pundak orang lain. Hal inilah yang masih membudaya dikalangan pejabat-pejabat teras di Indonesia, termasuk pejabat-pejabat KPU.
Pesta demokrasi di Indonesia telah usai. Wakil-wakil rakyat telah terpilih, presiden dan wakil presiden telah dilantik, kabinet barupun telah diumumkan. Namun, kekecewaan atas kinerja panitia-panitia penyelenggara pemilu 2009 masih sangat membekas. Banyak kasus yang menyudutkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara tunggal pemilu 2009.
Kasus yang paling menggema sepanjang proses pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden, yaitu mengenai masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berantakan. Gaung protes terdengar hampir di seluruh daerah. Banyak masyarakat yang tidak bisa ikut berpartisipasi dalam pemilu tahun ini hanya karena namanya tidak terdaftar dalam DPT. Panitia-panitia lokal terkesan tidak tanggap dalam menangani kasus tersebut sehingga banyak masyarakat yang surut semangatnya untuk mempertahankan hak mereka untuk memilih. Kebanyakan dari mereka memutuskan untuk acuh terhadap pemilu tahun ini.
Kasus ini berhubungan erat dengan tiga dari banyak nilai yang dibahas dalam buku ini. Pertama, nilai kejujuran. Jujur jika diartikan secara baku adalah “mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran”. Dalam praktik dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya. Nilai kejujuran ini sangat dibutuhkan oleh semua pihak, baik dari panitia maupun masyarakat, untuk menjaga proses pemilu ini agar tetap transparan. Masyarakat dapat memakai hak suaranya sesuai peraturan yang berlaku dan panitiapun dapat menjalankan tugasnya sesuai prosedur. Sehingga antar warga dan panitiapun tidak ada rasa saling curiga.
Nilai kedua yaitu tanggung jawab. Hal ini penting dimiliki oleh semua pihak, terutama oleh panitia penyelenggara pemilu. Jika kita telusuri lagi, makna dari istilah ‘tanggung jawab’ adalah siap menerima kewajiban atau tugas. Arti tanggung jawab tersebut semestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang. Tetapi jika kita diminta untuk melakukannya sesuai dengan definisi tanggung jawab tadi, maka seringkali masih merasa sulit, merasa keberatan, bahkan ada orang yang merasa tidak sanggup jika diberikan kepadanya suatu tanggung jawab. Kebanyakan orang mengelak bertanggung jawab, karena jauh lebih mudah untuk “menghindari” tanggung jawab, daripada “menerima” tanggung jawab. Hal inilah yang terjadi di kalangan panitia pemilu 2009. Mereka siap untuk menerima tanggung jawab (amanah), namun tidak siap untuk mempertanggungjawabkan kelalaian yang mereka lakukan. Saat kebobrokan kinerja mereka mencuat ke media massa, mereka sibuk saling menyalahkan dan tidak berusaha untuk mencari solusinya.
Nilai terakhir yaitu kegelisahan, nilai yang paling tidak dihiraukan oleh oknum-oknum yang sengaja ingin mengambil keuntungan pribadi maupun kelompok dari pemilu ini. Kebanyakan dari mereka, berusaha untuk menyabotase DPT agar oknum-oknum tersebut mendapat suara lebih banyak, sehingga banyak warga yang masuk dalam DPT di dua daerah (double). Tentunya ini menimbulkan keresahan tersendiri dikalangan masyarakat.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa kesadaran akan tanggungjawab sebagai seorang abdi negara bagi panitia pelaksana pemilu sangatlah penting. Jika mereka hanya sekadar menjalankan tugas dan tidak merasa memiliki tanggungjawab atas tugasnya tersebut, mereka tidak akan bekerja secara optimal. Saat terjadi kesalahan-kesalahan teknis, yang mereka lakukan justru saling lempar kesalahan dan tidak berusaha untuk memperbaikinya. Seharusnya, saat terjadi hal-hal seperti itu, mereka langsung tanggap akan masalah dan segera memperbaikinya sehingga tidak menimbulkan kegelisahan dan kekecewaan masyarakat. Masyarakatpun harus berperan aktif dalam membantu kinerja KPU. Jika terdapat kesalahan data seperti yang sudah disebutkan di atas, masyarakat harus langsung tanggap dan melapor ke panitia setempat. Dalam hal ini, dibutuhkan kejujuran dan kepedulian masyarakat untuk berpartispasi sekaligus mengawasi jalannya pemilu. Sehingga timbul saling pengertian dan bukan saling menyalahkan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

LTM 3

AGAMA, TRADISI DAN BUDAYA DALAM MULTIKULTURALISME INDONESIA

Oleh Indah Nur Zahra, 0906489271

Judul : AGAMA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA: PENGANTAR ANTROPOLOGI AGAMA

Pengarang : Bustanuddin Agus

Data Publikasi : Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006

Agama dalam kehidupan manusia sudah ditemukan dari pertama masyarakat manusia ada, sampai dewasa ini dan masa yang akan datang. Keberadaan agama dalam sistem sosial budaya adalah objek yang menjadi perhatian utama dalam antropologi agama. Kehidupan beragama memiliki pengaruh terhadap aspek kehidupan yang lain. Aspek kehidupan beragama tidak hanya ditemukan dalam setiap masyarakat, tetapi juga berinteraksi secara signifikan dengan aspek budaya yang lain. Ekspresi religius ditemukan dalam budaya material, perilaku manusia, nilai moral, sistem keluarga, ekonomi, politik, hukum, pengobatan sains dan lain sebagainya. Tidak ada aspek kebudayaan lain dari agama yang lebih luas pengaruh dan implikasinya dalam kehidupan manusia.

Sedangkan arti budaya itu sendiri meliputi tujuh perihal yang menyangkut kebiasaan manusia dan masyarakatnya. Antara satu komunitas dengan komunitas lain selalu berbeda budayanya. Kebiasaan tersebut, tidak semuanya disadari oleh masyarakatnya itu sendiri. Sehingga wajar bila ada pihak yang mencurinya, atau memaksakan kehendak untuk merubahnya. Budaya dan tradisi memiliki arti yang sekilas hampir sama, namun pada kenyataannya sangat berbeda. Kebudayaan adalah hasil karya, cipta dan rasa yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari oleh sekelompok masyarakat, sedangkan tradisi memiliki arti yang jauh lebih mendalam. Tradisi dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Ketika agama disamakan dengan tradisi, maka ibadah yang dilakukan seseorang tidak akan memberikan kontribusi apa-apa terhadap prilaku/akhlak seseorang. Hal itu disebabkan ibadah yang semula bernilai sakral (bernilai keTuhanan), telah menjadi sekadar kegiatan untuk penegasan identitas pelakunya semata (terkadang juga menjadi ajang cari muka tentunya). Sebagai contoh ibadah haji, umrah, sedekah, pelaksanaan MTQ dan sebagainya telah menjadi sekadar kegiatan untuk menegaskan ke-Indonesiaan/kesukuan pelakunya. Karena menganggap ibadah-ibadah tersebut tidak memiliki nilai keTuhanan (tidak sakral), maka faktor halal-haramnya dana untuk pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut menjadi tidak penting.

Hal-hal seperti di atas sangat mudah ditemukan dalam masyarakat kita, yang menunjukkan bahwa kecenderungan menyamakan antara agama dan tradisi telah menjadi lebih dari sekadar gejala dalam masyarakat kita. Bahkan terkadang agama bukan hanya mereka samakan dengan tradisi, tetapi diletakkan pada posisi yang lebih rendah dari tradisi. Kita dapat melihat misalnya; disatu sisi alasan tradisi (budaya) begitu getol diusung oleh fihak-fihak tertentu untuk menolak undang-undang pornoaksi. Sementara disisi lainnya tidak banyak yang berani menggunakan alasan agama untuk mendukung undang-undang tersebut. Ini merupakan indikasi bahwa dalam konteks tertentu dalam masyarakat kita, kedudukan agama telah berada di bawah tradisi (budaya).

Ada perdebatan besar diantara antropolog dan agamawan yang tidak kunjung menemui satu titik sepakat hingga sekarang, yaitu mengenai agama dan kebudayaan. Apakah agama adalah bagian dari kebudayaan, atau tidak. Para antropolog berpendapat bahwa agama adalah bagian dari budaya yang secara tidak langsung menyatakan bahwa agama adalah hasil kreasi manusia. Pendapat tersebut secara spontan langsung dibantah oleh kaum agamawan yang percaya akan adanya Tuhan dengan segala perintah-Nya. Namun perdebatan ini tidak sampai menimbulkan kerusuhan dan tindakan anarkis yang merugikan masyarakat luas.

Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa agama memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Agama juga dapat masuk ke dalam aspek-aspek sosial di masyarakat seperti tradisi dan budaya. Namun, dalam pelaksanaannya, agama tidak boleh melebur dengan aspek-aspek sosial tersebut, karena agama memiliki dasar yang jauh berbeda dan merupakan prinsip hidup seseorang. Dengan adanya keseimbangan antara ketiga unsur tersebut di harapkan multikulturalisme di Indonesia tetap terjaga.

UUD 1945 YANG TELAH DIAMANDEMENKAN PADA MASA REFORMASI

Oleh Indah Nur Zahra, 0906489271

 

Judul : “UUD ’45: UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945”

Pengarang : tim penerbit

Data Publikasi : CV. Pustaka Agung Harapan, Surabaya, 128

 

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa UUD 1945 yang kita gunakan sebagai pedoman pada masa sekarang bukanlah UUD 1945 yang sejatinya dirumuskan pada masa-masa kemerdekaan. UUD 1945 sudah mengalami empat kali perubahan di masa reformasi. Tujuan dari perubahan UUD 1945 itu sendiri adalah untuk menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, kesejahteraan sosial, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.

Ternyata perubahan tersebut membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas dan wewenang MPR, sehingga kegiatan MPR sekarang hanya mengubah dan menetapkan UUD 1945, melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya, melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.

 

Dahulu, sebelum ada perubahan UUD 1945,  kedudukan MPR berdasarkan UUD 1945 merupakan lembaga tertinggi negara dan sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Artinya, kekuasaan dilakukan sepenuhnya oleh MPR sehingga tidak terjadi check and balances. Namun, setelah perubahan UUD, MPR tidak lagi memiliki kewenangan menetapkan GBHN dan tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama.

Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai tahun 2002. Yang patut diketahui saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi bagian dari hierarkhi Peraturan Perundang-undangan.

 

Berikut ini adalah pasal-pasal UUD 1945 yang berubah selama masa reformasi:

Pertama

(19-10-1999)

Kedua

(18-08-2000)

Ketiga

(10-11-2001)

Keempat

(10-08-2002)

5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21

Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal19, Pasal 20 Ayat (5) , Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C

Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3) dan (4); Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3) dan (5); Pasal 7A, Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) dan (7); Pasal 7C, Pasal 8 Ayat (1) dan (2), Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4), Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3) dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3) dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6);Pasal 23 Ayat (1), (2) dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2) dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2), Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4) dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3) dan (4); dan Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6)

Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23 D; Pasal 24 ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5); Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4); Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5)

 

Dari uraian diatas, pada kenyataannya, perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR yang sangat kontras. Kini, MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK. Sehingga diharapkan tidak ada lagi kekuasaan tunggal yang mengatur pemerintahan agar terwujud cita-cita bangsa, sesuai dengan tujuan semula didirikannya Negara Republik Indonesia.

KONSEP TUHAN MENURUT PARA FILSUF

Oleh Febri Vabiono P., 0906557120

1. Plato

Plato mengkolaborasikan ide Logos dengan idenya tentang Idea dan Dua Dunia. Plato mengajukan adanya dua dunia, yaitu utopia/ surga (dunia sempurna) dan dunia kita (dunia bayangan). Menurut Plato, sesuatu yang sempurna tidak mungkin memasuki sesuatu yang tidak sempurna. Lalu bagaimana Tuhan di surga (sempurna) berhubungan dengan dunia kita (tidak sempurna)? Di situ lah peran Logos sebagai penghubung antara Tuhan dengan ciptaan-Nya. Termasuk bahwa Tuhan juga menciptakan segala sesuatu melalui Logos. http://www.ladangtuhan.com/komunitas/(2Des.2009).

2. Aristoteles

Menurut Aristoteles, dalam proses perubahan yang bergerak dari materi menuju forma, mengandaikan adanya forma terakhir yang tidak dapat “dikeruhkan” lagi dengan materi (tidak dapat menjadi materi yang baru). Inilah forma terakhir (actus purus). Kalau demikian halnya, maka harus ada pula penggerak pertama yang tidak digerakkan. Penggerak pertama itu adalah forma yang tak bermateri, tujuan tertinggi yang menyebabkan semua gerak. Boleh disimpulkan bahwa seluruh kenyataan bergerak antara dua kutub abstrak yaitu materi yang tak berbentuk dan forma yang tak bermateri. Di sinilah kita dapat menyebutnya Tuhan.                                                                    Aristoteles mempercayai tentang adanya Tuhan, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit bahwa ada Tuhan yang memerintah dan memberi wahyu. Tuhan menurut Aristoteles lebih kepada suatu yang Agung sebagai menggerakan segala sesuatu. Aristoteles percaya bahwa segala sesuatu memiliki suatu tujuan. Sehingga sampailah pada kesimpulan bahwa dunia ini bertujuan. Tujuan gerak yang ada di alam semesta merupakan gerak yang bertujuan bukan untuk mencapai kesempurnaan, melainkan untuk menuju sang penggerak yaitu Aktus murni yang zaman sekarang biasa disebut sebagai Tuhan atau Allah. http://pormadi.multiply.com/journal/item/54/KONSEP_TUHAN_MENURUT_ARISTOTELES(2 Des. 2009), http://aprillins.com/filsafat-aristoteles(2 Des. 2009).

3. Spinoza

Salah satu gagasan yang diajukan oleh Spinoza dalam memahami realitas Yang absolut adalah Substansi Tak Terhingga atau Allah. Gagasan-gagasan Spinoza dalam mengungkap realitas yang Absolut ini banyak dipengaruhi oleh rasionalisme Descartes. Berkaitan dengan Substansi yang diajukan oleh Descartes, Spinoza melihat bahwa Descartes tidak memiliki sebuah komitmen yang akurat untuk mendefinisikan Substansi itu sendiri, karena dalam kenyataannya Descartes masih menerima adanya Substansi yang lain. Di sinilah Spinoza tidak setuju dengan gagasan yang disodorkan oleh Descartes. Tetapi, di sisi lain, Spinoza menerima gagasan yang disodorkan oleh Descartes yang mengatakan bahwa Substansi itu adalah sesuatu yang tidak membutuhkan yang lain, artinya bahwa Substansi itu adalah suatu realitas yang mandiri, otonom, utuh, satu dan tunggal.
Untuk memahami Substansi yang disodorkan oleh Descartes, Spinoza berpendapat bahwa Substansi itu  merupakan sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri atau sesuatu yang tidak membutuhkan aspek lain untuk membentuk dirinya menjadi ada. Jadi, dia itu berdiri sendiri dan membentuk dirinya sendiri. Itulah yang disebut sebagai causa prima non causata. Oleh karena itu, dalam tatanan ada (Primum Ontologicum), Substansi itu disebut sebagai yang pertama dan yang asali. Sedangkan dalam sistem kelogisan (Primum Logicum), Substansi merupakan realitas yang pertama dan yang Absolut. Dari sini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam pandangan Spinoza hanya ada satu Substansi dan Substansi itu adalah itu” Dia yang Tak Terhingga” atau Allah. Konsep metafisika Spinoza terhadap Substansi sebagai realitas Yang Absolut mau memperlihatkan dengan jelas obyek penjelajahan refleksi metafisika terhadap realitas Ada yang paling tinggi dan sempurna, yaitu refleksi tentang Allah sebagai realitas yang Absolut, murni, tunggal dan sempurna.               Tetapi, selain Allah sebagai Substansi. Spinoza juga melihat Alam sebagai substansi. Dengan kata lain, dalam pandangan Spinoza Allah atau Alam adalah merupakan suatu kenyataan tunggal yang memiliki satu kesatuan. Pemahaman ini berangkat dari suatu pemahaman terhadap pembedaan antara Substansi yang oleh Spinoza disebut sebagai atribut-atribut dan modi. Modi adalah cara berada dari atribut-atribut dan secara tidak langsung adalah dari Substansi. Memang benar bahwa Spinoza mengakui hanya ada satu Substansi, tetapi di dalam Substansi itu terkandung atribut-atribut (sifat hakiki) yang tak terhingga jumlahnya. Namun, dari sekian banyak sifat hakiki itu hanya ada dua yang dapat diketahui oleh manusia, yaitu keluasan dan pemikiran (extensio dan cogitatio). Dalam hal ini, Spinoza melihat Allah sebagai keluasan (Deus est res extensa) dan pemikiran (Deus est res cogitans). Keluasan dan pemikiran merupakan dua hal yang memiliki substansi yang sama. Spinoza menggagas ini dalam ajarannya tentang Substansi tunggal yaitu Allah atau Alam (Deus Sive Natua). Menurut Spinoza, realitas Yang Absolut itu memiliki sifat yang abadi, tak terbatas, dan tunggal. Dari pemahaman seperti ini Spinoza melihat bahwa karena Allah adalah satu-satunya Substansi, maka segala sesuatu yang ada di bumi atau alam ini adalah berasal dari Allah. Di sinilah Spinoza terus menerus tenggelam dalam suatu refleksi tentang hubungan antara Allah dan manusia sebagai satu kesatuan. Maka, untuk sampai kepada Allah, Spinoza mengatakan bahwa perlu ada cinta. Cinta merupakan suatu bentuk pengenalan tertinggi terhadap Tuhan. Melalui cinta, Spinoza melihat bahwa kita dapat menerima segala sesuatu yang ada di alam, dan dengan demikian manusia menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan sebagai realitas Yang absolut. Berawal dari sinilah Spinoza disebut sebagai filsuf yang tenggelam dalam Tuhan. http://www.logon.org/indonesian/s/p017.html(30 Nov. 2009).

4. Hegel

Dalam pandangan Hegel, seluruh kenyataan merupakan suatu kejadian dan kejadian itu merupakan kejadian Roh. Dan Roh itu adalah “Dia yang Absolut” atau Allah. Menurut Hegel, Roh sebagai realitas Absolut sesungguhnya merupakan suatu ide yang melewati alam. Sekadar untuk diketahui bahwa dalam memahami alam, Hegel berbeda dengan Spinoza. Spinoza memahami alam sebagai satu Substansi yang memiliki satu kesatuan, sedangkan Hegel memahami alam sebagai satu tahap dalam kejadian Allah. Oleh karena itu, Hegel mengajukan bahwa dalam Roh mutlak itu terdapat Roh subyektif, yaitu subyek yang memiliki kesadran terhadap dirinya sendiri. Apa yang disebut sebagai Roh subyektif ini mengalami suatu perubahan menjadi Roh obyektif yang menciptakan suatu gambaran tentang hukum, moral, dan lain sebagainya. Karena Roh ini mengalami perubahan, maka puncak dari perkembangan Roh ini adalah Roh Absolut sebagai realitas yang sempurna. Di dalam Roh yang Aboslut ini, terkandung seni, agama, dan filsafat yang memiliki realitas Absolut atau Yang Tak Terhingga sebagai obyek perefleksiannya. Ketiganya merefleksikan yang Absolut itu dalam cara pandang yang berbeda-beda. Misalnya: seni memahami yang Absolut melalui pengamatan inderawi, yaitu melalui lukisan-lukisan. Melalui keindahan sebuah karya seni, Hegel melihat bahwa manusia dapat menunjukkan kemampuannya untuk memahami keindahan alam yang merupakan kesaksian sempurna terhadap fakta bahwa manusia dapat mengintuisi keindahan. Namun, alam hanyalah sebagai simbol yang ada dalam pikiran manusia, karena ada yang lebih indah dari alam, yaitu Allah sebagai realitas murni yang tak terbagi. Demikian juga agama mamahami Yang Absolut dalam imajinasi, yaitu melalui refleksi atau permenungan sehari-hari. Sedangkan filsafat memahami Yang absolut melalui rasionalitas atau pencarian akal budi manusia. Kendatipun ketiga unsur ini memiliki cara tersendiri untuk memahami Yang Absolut itu, namun mereka mempunyai obyek pengamatan yang sama, yaitu Allah sebagai realitas murni, tunggal, utuh dan tak terbatas.
http://www.logon.org/indonesian/s/p017.html(30 Nov.2009).

5. St. Thomas Aquinas

Dua pokok pengajaran St.Thomas Aquinas adalah Pertama, bukti-bukti tentang keberadaan Tuhan (supaya tahu bahwa Tuhan itu ada), dan Kedua, ajarannya mengenai analogi (supaya tahu beberapa sifat Tuhan). Thomas sendiri memberikan lima bukti tentang adanya Tuhan. Titik tolaknya adalah keyakinan bahwa Tuhan tidak terbukti atau nyata dengan sendirinya kepada manusia. Itu menuntut bukti.

A. Bukti Adanya Tuhan

1. Bukti dari gerak yang ada di dunia jasmani ini

Sebagaimana suatu sebab dapat diketahui paling tidak sebagian melalui akibatnya, demikian pula Kausa Pertama alam semesta dapat diketahui melalui tatanan ciptaan. Setiap gerak di alam selalu memiliki sebab. Segala sesuatu yang bergerak pasti harus digerakkan oleh sesuatu yang lain. Hal ini juga berlaku untuk hal-hal yang menggerakkan dirinya sendiri, karena “hal yang menggerakkan dirinya sendiri” itu pun memiliki sebabnya. Artinya, ia digerakkan oleh sebabnya itu. Gerak dan menggerakkan itu tidak dapat berjalan tanpa batas sampai tak terhingga. Harus ada penggerak pertama. Penyebab atau penggerak pertama itu adalah Tuhan.

2. Bukti dari tertib sebab-sebab yang berdayaguna

Di dalam dunia yang diamati ini, tidak pernah ada sesuatu yang menjadi sebab yang menghasilkan dirinya sendiri. Karena seandainya hal itu ada, hal yang menghasilkan dirinya sendiri itu tentu harus mendahului dirinya sendiri. Hal ini tidak mungkin. Oleh karena itu, semua sebab yang berdayaguna menghasilkan sesuatu yang lain. Mengingat bahwa sebab yang berdayaguna itu juga tidak dapat ditarik hingga tiada batasnya, kesimpulannya harus ada sebab berdayaguna yang pertama. Sebab berdayaguna yang pertama itu adalah Tuhan.

3. Bukti dari keniscayaan segala sesuatu di dunia ini

Segala sesuatu yang ada di dunia ini dapat saja tidak ada. Jadi, pada saat ini juga bisa jadi tidak ada sesuatu. Padahal, apa yang tidak ada hanya dapat mulai berada jika diadakan oleh sesuatu yang telah ada. Jika segala sesuatu yang di dunia ini hanya mewujudkan kemungkinan saja, “ada” yang terakhir harus mewujudkan suatu keharusan (keniscayaan). Hal yang mewujudkan sesuatu keniscayaan ini “ada-nya” dapat disebabkan oleh sesuatu yang lain atau memang berada sendiri. Seandainya ia disebabkan oleh sesuatu yang lain, sebab-sebab itu tidak dapat ditarik hingga tiada batasnya. Oleh karena itu harus ada sesuatu yang perlu mutlak, yang tidak disebabkan oleh sesuatu yang lain. Inilah Tuhan.

4. Bukti dari derajat-derajat dalam perwujudan nilai

Di dunia ini ada hal-hal yang lebih atau kurang baik, lebih atau kurang adil, benar, dst. Untuk menentukan derajat kebaikan, keadilan, dan kebenaran  tersebut kita mengukurnya dengan memakai yang terbaik, yang paling adil, dan yang paling benar sebagai ukurannya. Jadi, adanya yang terbaik diharuskan oleh karena adanya yang kurang baik, yang baik dan yang lebih baik. Oleh karena itu harus ada sesuatu yang menjadi sebab dari segala yang baik, adil, benar, mulia, dst. Yang menyebabkan semua itu adalah Tuhan.

5. Bukti dari finalitas (keterarahan pada akhir dan tujuannya)

Di dunia ini segala sesuatu yang tidak berakal berbuat menuju kepada akhirnya. Ini tampak dari cara hal-hal tak berakal itu berbuat, yaitu selalu dengan cara yang sama untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Jadi memang tidak secara kebetulanlah bahwa semua itu mencapai akhirnya. Mereka memang dibuat begitu. Yang tak berakal itu tidak mungkin bergerak menuju akhirnya jika tidak diarahkan oleh suatu tokoh yang berakal dan berpengetahuan, yaitu Tuhan.

Kelima bukti tersebut dapat menunjukkan bahwa Tuhan itu ada, bahwa ada suatu Tokoh yang menyebabkan segala sesuatu dan yang berada karena diri-Nya sendiri. Tetapi di samping itu, manusia dapat juga mengetahui sedikit tentang sifat-sifat Tuhan.

B. Ajarannya mengenai Analogi

Thomas memaparkan bahwa pada waktu kita membuat pernyataan-pernyataan tentang Tuhan, berarti kita sedang menggunakan bahasa secara agak khusus. Kata-kata itu tidak memiliki arti univocal (kesatuan suara) maupun equivocal (kesamaan suara). Dalam hal yang pertama, kata-kata kita akan berarti secara tepat sama kapan pun kita menggunakannya. Namun, pada waktu orang-orang Kristen berbicara mengenai Kristus sebagai Anak Domba Tuhan, mereka tidak berpikir tentang seekor binatang berkaki empat dan bebulu halus. Pada saat mereka menyebut Tuhan sebagai Bapa mereka, mereka tidak bermaksud berkata bahwa Dia adalah seorang manusia, berada di dalam waktu dan ruang, yang telah melahirkan anak-anak ke dalam dunia ini melalui proses kelahiran alamiah. Sebaliknya, orang-orang Kristen percaya bahwa mereka tidak sedang menggunakan bahasa secara equivocal, sehingga kata-kata mereka bermakna sesuatu pada tingkat atau level manusia, namun semua kata itu bermakna sesuatu yang berbeda sama sekali pada level agama.                                                                                                                                      Jika pernyataan-pernyataan agama termasuk kategori yang pertama, seorang akan menurunkan Tuhan ke tingkat objek atau ciptaan, yang berada di dalam waktu dan ruang. Kalau semua itu termasuk kategori yang kedua, bahasa agama akan tidak bermakna. Sebab apapun yang kita katakan, maksud kita akan agak berbeda dari kata-kata itu. Aquinas menjelaskan bahwa pernyataan sah tentang Tuhan adalah bersifat analogis. Dengan perkataan lain, waktu seorang Kristen menyebut Tuhan sebagai Bapa, Dia tidak sepenuhnya menyerupai dan juga tidak sepenuhnya berbeda dengan apa yang terbaik dalam bapak-bapak manusia, tapi ada hal yang benar-benar mirip.                                                                Ketiga jalan manusia untuk dapat mengenal Tuhan didasarkan pada hal tersebut, bahwa ada sekaligus kesamaan dan perbedaan dalam cara berada antara Tuhan dan makhluk-Nya. Analogi ini bukan mengenai perkara-perkara yang sampingan, melainkan mengenai perkara paling hakiki yaitu mengenai ada-nya Tuhan dan ada-nya makhluk (analogia entis). Di satu pihak analogi ini menunjuk kepada adanya jarak tak terhingga antara Tuhan dan makhluk, di lain pihak analogi ini juga menunjukkan bahwa para makhluk itu sekadar menampakkan kesamaannya dengan Tuhan.  Berdasar analogi entis ini Thomas melukiskan ketiga jalan yang harus ditempuh bila mau memperoleh pengetahuan tentang Tuhan.

1.  Via Positiva atau Via Affirmativa

Mengingat “analogia entis” yang berarti bahwa ada kesamaan antara Tuhan dan makhluk (Tuhan memberikan kebaikan-Nya juga kepada makhluk), dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang bersifat baik pada makhluk dapat juga dikenakan kepada Tuhan.

2. Via Negativa

Sebaliknya juga harus dikatakan, mengingat bahwa “analogia entis” pun mengimplikasikan perbedaan antara Tuhan dan makhluk, bahwa segala yang ada pada makhluk tidak berada pada Tuhan dengan cara yang sama.

3. Via Eminentiae

Apa yang baik pada makhluk tentu berada pada Tuhan dengan cara yang jauh melebihi keadaan para makhluk, bahkan tak terhingga jauhnya kelebihan tersebut.

Thomas juga mempertahankan bahwa Tuhan bebad dalam menciptakan dunia. Untuk melawan teori emanasi dari filsuf-filsuf Neo-Platonis yang menganggap dunia mengalir dari Tuhan bagaikan air yang mengalir dari sumbernya, Thomas memgemukakan ajaran tentang creatio ex nihilo, “penciptaan dari yang tidak ada”. Dengan ajaran ini Thomas mau menekankan dua hal. Pertama, dunia tidak diadakan dari semacam bahan dasar yang sudah tersedia, entah bahan itu Tuhan sendiri (melawan panteisme) entah bahan itu merupakan sebuah prinsip kedua di samping Tuhan (melawan dualisme). Ciptaan-ciptaan menurut adanya adalah tergantung pada Tuhan, dan bukan menurut salah satu aspeknya saja. Kedua, penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja seakan-akan sesudah saat itu dunia tidak tergantung lagi pada Tuhan Pencipta. Sebaliknya, penciptaan adalah perbuatan Tuhan yang terus-menerus (creation continua atau conservatio). Dengan perbuatan penciptaan itu, Tuhan terus-menerus menghasilkan dan memelihara segala yang bersifat sementara. http://poldem.co.cc/tag/plato/(28 Nov. 2009).

6. Al Ghazali

Tuhan yang dikonsepsikan oleh Al-Ghazali adalah Tuhan yang tahu segala hal-hal yang partikular dalam kehidupan manusia dan Tuhan yang selalu ikut campur dalam persoalan-persoalan keseharian manusia, dari mencari jodoh hingga menentukan kepemimpinan negara. Manusia dalam relasinya dengan Tuhan seperti ini adalah manusia yang selalu tampak tidak pernah mampu mengoptimalkan rasionalitasnya untuk hidup ke arah yang lebih baik. Manusia yang menganut konsep Tuhan seperti ini adalah manusia yang tidak bebas, ia meyakini determinasi-determinasi yang mengekang nalar dan potensi-potensinya sendiri. Memang Tuhan dalam konsepsi Ghazalian ini adalah Tuhan yang menenteramkan secara psikologis, menjadi pegangan ketika seseorang terperangkap dalam kegagalan dan keputusasaan, Tuhan seperti ini mungkin bisa dianalogikan dengan obat sakit kepala ketika seseorang menjadi pusing ketika ia menghadapi banyak persoalan yang seakan tak punya jalan keluar. Tetapi Tuhan Ghazalian sendiri adalah Tuhan yang selalu menjadi terdakwa ketika manusia tertimpa bencana alam. Manusia dengan pandangan ketuhanan seperti ini akan dengan mudah menunjuk Tuhan sebagai penyebab dari bencana yang menimpanya, Tuhan telah menakdirkan, ini suratan Tuhan, dan sebagainya. Tetapi ketika ia berbuat dosa dan ingin meminta ampun dari Tuhan maka manusia seperti ini akan menjadikan setan sebagai terdakwa. Manusia ini akan memandang bahwa akal sehat manusia adalah terbatas, dan produk-produk ciptaan akan manusia harus diletakkan di bawah wahyu Tuhan.
http://www.averroes.or.id/thought/konsep-kekuasaan-dalam-ilmu-ilmu-sosial.html(28 Nov. 2009).

7. Ibnu Rusyd(Averroes)

Tuhan yang dikonsepsikan oleh Averroes adalah Tuhan yang tidak mengetahui hal-hal yang partikular. Tuhan yang tidak tahu (tidak mau tau) hal-hal yang menjadi pergumulan keseharian manusia, apakah persoalan pribadi atau tatanan alam setelah ia menciptakannya. Tuhan Averroes adalah Tuhan yang hanya mengurus hal-hal yang general seperti penciptaan alam dan penetapan hukum-hukum alam yang menjaga keseimbangan alam dan makhluk yang hidup di dalamnya. Manusia dalam relasinya dengan Tuhan ala Averroes adalah manusia yang otonom dan manusia yang menjadi pengganti Tuhan di bumi, karena manusia telah dianugrahi Tuhan dengan akal sehat dan rasionalitas yang akan membimbingnya ke arah kehidupan yang lebih baik. Di sini kita tidak merujuk kepada akal atau rasionalitas seorang yang terbelakang mental misalnya, tetapi rasionalitas dalam pencapaiannya yang paling tinggi dari seorang manusia atau secara kolektif. Manusia seperti ini akan mampu untuk memahami yang mana yang universal dan yang mana yang temporer dalam kitab suci, yang mana yang menjadi pesan moral lintas zaman di dalam kitab suci dan yang mana yang hanya merupakan bungkus luar yang merupakan produk kultural yang turut masuk ke dalam uraian kitab suci. Ia mampu mengaktualisasikan segenap potensi akal sehat yang ia miliki, karena ia meyakini bahwa Tuhan tidak akan turut campur dalam urusan-urusan yang ia telah jalani atau akan jalani. Jika ia menghadapi bencana, maka ia akan langsung mengontrospeksi dirinya dan perbuatan manusia lain, atau mekanisme alam, dan tidak menunjuk Tuhan sebagai terdakwa atau penyebab terjadinya bencana.
http://www.averroes.or.id/thought/konsep-kekuasaan-dalam-ilmu-ilmu-sosial.html(28 Nov. 2009).

8. Moses Maimonides

Maimonides mengatakan bahwa kita tidak bisa membuat pernyataan yang benar tentang Tuhan. Semua yang kita katakan tentang  Tuhan akan membatasi dan mereduksi Dia. Kalau kita katakan Tuhan sebagai zat yang bijaksana, atau lebih bijaksana daripada apapun kita bisa membayangkan, kita masih tetap membatasi-Nya, karena ada keterbatasan konsepsi kita mengenai kebijaksanaan, padahal Dia jauh lebih bijaksana dari batas tersebut. Maimonides menegaskan bahwa kita mestinya hanya bicara dari segi negatifnya. Kita bisa bicara secara akurat tentang apa yang bukan Tuhan. Kita bisa katakan bahwa Tuhan itu tidak kekurangan kebijaksanaan atau kekuataan, atau kemampuan yang lainnya.  Pandangan Maimonides sangat mempengaruhi semua pemikiran Yahudi belakangan. Walaupun dia sangat menderita dengan serangan kaum Muslim fanatik yang muncul dari kampanye-kampanye Almohad, dia menegaskan bahwa konsepsi Islam mengenai Tuhan merupakan monoteisme yang benar, sebuah pujian yang tidak dia katakan kepada agama lain.                                                                                                                 Konsep-konsep yang paling penting dan bermanfaat yang kita harus memahami untuk berhubungan dengan Tuhan, diambil dari Kitab Suci dan ajaran-ajaran dari Rabi Talmud: fakta mengenai keberadaan-Nya, kesempurnaan-Nya, kebutuhan pada keberadaan-Nya, kebebasan multak-Nya, kesederhanaan-Nya, dan kesatuan-Nya. Gagasan-gagasan ini sangat penting bagi orang Yahudi dalam berhubungan dengan Tuhan. Karena Tuhan sempurna, tidak ada yang perlu ditambahkan kepada-Nya, tidak ada yang bisa membuatnya lebih baik atau lebih sempurna. Ini berarti bahwa semua yang diperintahkan Tuhan kepada kita tidak lain adalah untuk kepentingan kita sendiri, bukan karena Dia membutuhkan itu. Jika kita mematuhi Perintah-perintah dan keinginan-Nya, kitalah yang akan menerima manfaatnya, bukan Dia.

http://indonesian.askmusa.org/site/c.frLMK2PHLqF/b.2803565/k.CC2C/Tuhan.htm(28 Nov. 2009).

9. Xenophanes

Xenophanes mengatakan bahwa ada Tuhan yang satu, jauh lebih akbar dari segala dewa dan manusia, tidak memiliki bentuk atau fikiran seperti manusia yang fana. Dia itu maha melihat, maha berfikir, maha mendengar. Hanya saja manusia membayangkan dewa-dewa dilahirkan dan berpakaian serta memiliki suara dan tubuh seperti diri mereka sendiri. Ucapan Xenophanes itu sebagai sanggahan atas pendekatan bangsa Yunani tentang sesembahan mereka yang dirasanya kurang rasional. Ia beranggapan bahwa semua mahluk bisa melihat Tuhan menurut citra mereka sendiri dan dengan cara itu manusia telah mencipta suatu mithologi yang kompleks dengan memfitratkan bentuk manusia dan kelemahan-kelemahannya kepada wujud Tuhan sebagaimana katanya: “Jika sapi, kuda atau pun singa memiliki tangan, atau mampu menggambar dengan kakinya serta menghasilkan imajinasi sebagaimana yang dilakukan manusia maka kuda akan menggambar dewa berbentuk kuda, sapi seperti sapi, dimana mereka akan menggambar bentuk tubuh dewanya sama dengan bentuk tubuh mereka sendiri.” Sebenarnya Xenophanes sedang berusaha menunjukkan bahwa Tuhan adalah sosok maha kuasa yang tidak terikat pada bentuk dan fitrat yang bisa kita lihat atau bayangkan.

http://persatuan.web.id/?p=196(28 Nov. 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijono, Dr. Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat I. Penerbit Kanisius: Yogyakarta. 2005.

Delfgaauw, Bernard. Sejarah Ringkas Filsafat Barat. Penerjemah: Soejono Soemargono.                   PT Tiara Wacana Yogya: Yogyakarta. 1992.

Tradisi Kampung Naga Sebagai Wujud Multikulturalisme di Indonesia

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………….ii
ABSTRAK………………………………………………………..iii

Bab 1 PENDAHULUAN……………………………………….1
1.1 Latar Belakang……………………………………………..1
1.2 Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup……………1
1.3 Tujuan…………………………………………………………2
1.4 Metode Penulisan………………………………………….2
1.5 Sistematika Penulisan…………………………………….2

Bab 2 PEMBAHASAN…………………………………………..4
2.1 Ciri Ekologis…………………………………………………..4
2.2 Tata Ruang dan Arsitektur Bangunan………………….6
2.3 Pola Kehidupan Masyarakat………………………………7
2.4 Upacara Adat………………………………………………….8

Bab 3 PENUTUP…………………………………………………….10
3.1 Kesimpulan……………………………………………………..10
3.2 Saran………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………11

ABSTRAK

Seluruh daerah yang ada di Nusantara ini pasti memiliki ciri khasnya masing – masing. Demikian juga halnya dengan Kampung Naga. Yang menjadi latar belakang dari makalah ini adalah usaha dari masyarakat Kampung Naga untuk mempertahankan kebudayaannya di tengah arus globalisasi dan modernisasi. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah menyajikan informasi mengenai sistem nilai, tradisi, dan kesenian dari masyarakat Kampung Naga. Metode yang digunakan dalam mendapatkan berbagai informasi adalah studi kepustakaan. Simpulan yang dapat diambil adalah setiap kebudayaan yang ada di Nusantara ini telah memperkaya sistem budaya nasional kita, oleh sebab itu sudah seharusnya kita turut serta dalam melestarikannya sehingaa tidak tergeser oleh nilai – nilai yang baru.

Kata Kunci : Budaya ;Kampung Naga ; multikulturalisme ; tradisi.

BAB 1
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Dewasa ini banyak kebudayaan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang mulai dilupakan oleh masyarakat setempatnya, terutama di kawasan pusat pemerintahan. Sebagai contoh, Sambrah, kesenian Betawi serta Tari Kretek, kesenian Kudus. Kampung Naga berlokasi tidak jauh dari pusat pemerintahan Kebupaten Tasikmalaya dan Garut sehingga mereka mengalami interaksi yang intensif dengan masyarakat luar yang dapat membawa pengaruh bagi penduduk di Kampung Naga. Namun, masyarakat setempat telah membuktikan bahwa dirinya mampu mempertahankan tradisi warisan leluhurnya dari pengaruh – pengaruh luar tersebut tanpa mengisolasikan diri mereka. Prinsip – prinsip leluhur yang diwariskan ternyata memiliki kearifan sistem pengetahuan lokal tentang penyelarasan hubungan alam dan lingkungan yang sering dikesampingkan oleh manusia modern.

2. PERUMUSAN MASALAH DAN RUANG LINGKUP

1. Mengapa hingga sekarang masyarakat Kampung Naga menolak aliran listrik dari pemerintah?
2. Apa saja yang menjadi keunikan Kampung Naga?

Ruang lingkup dari makalah ini hanya sebatas penjelasan yang menjawab pertanyaan dari perumusan masalah yang dipilih dengan menyertakan beberapa informasi yang berhubungan.

3. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai kebudayaan serta cara hidup dari masyarakat Kampung Naga yang menjadikannya unik di mata para wisatawan masyarakat luar yang memperkaya kebudayaan Indonesia yang menjunjung multikulturalisme.

4. METODE PENULISAN

Metodologi penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah studi kepustakaan dengan cara membaca buku referensi dan bahan – bahan online dari internet untuk memperoleh pengetahuan yang berkaitan dengan topik makalah.

5. SISTEMATIK PENULISAN

Sistematika penulisan makalah ini dibuat dengan membagi tiap kelompok pembahasan menjadi bab dan sub bab. Berikut ini adalah susunan bab dan keterangan singkatnya :

Bab 1 : Pendahuluan
Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab 2 : Pembahasan
Adapun pada bab ini akan dipaparkan berbagai informasi yang didapat dari studi kepustakaan serta jawaban perumusan masalah dari topik makalah ini.
Bab 3 : Penutup
Bab ini merupakan bagian terakhir dari makalah, berisi kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan mengenai topi dan saran bagi pembaca

BAB 2
PEMBAHASAN

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pengertian kampung adalah desa, dusun atau kelompok rumah-rumah yang merupakan bagian kota dan biasanya rumah-rumahnya kurang bagus. Kamus Tata Ruang mendefinisikan kampung sebagai kelompok rumah yang menempati wilayah tertentu dan merupakan bagian dari kecamatan, sedangkan kampung etnis adalah kawasan permukiman kota yang lama dengan kekhasan tradisi, biasanya terdiri atas kelompok tertentu yang didasarkan pada persamaan adat, agama, atau kebudayaan. Kampung Naga merupakan salah satu ”kampung” yang bercirikan pada persamaan adat dan agama yang menempati wilayah di Kabupaten Tasikmalaya.
Kampung Naga merupakan perkampungan tradisional dengan luas area kurang lebih 4 ha. Lokasi Kampung Naga terletak pada ruas jalan raya yang menghubungkan Tasikmalaya – Bandung melalui Garut, yaitu kurang lebih pada kilometer ke 30 ke arah Barat kota Tasikmalaya. Secara administratif Kampung Naga termasuk kampung Legok Dage Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya (http://www.tasikmalayakab.go.id/content/view/23/26/).

1. CIRI EKOLOGIS

Dalam sejarah tataran Sunda, memegang teguh adat adalah hal mutlak bagi setiap warganya dan hal ini masih dapat ditemukan pada masyarakat Kampung Naga. Mungkin secara teknologi mereka tertinggal jauh. Akan tetapi, mereka telah membuktikan bahwa tradisi tradisional Sunda yang dipegang teguh memiliki kekuatan yang unik dalam menciptakan kehidupan manusia yang seimbang dengan ekosistem alam.
Masyarakat setempat memiliki kesetiaan terhadap wilayah fisik tempat tinggalnya, sehingga secara ekologis, Kampung Naga memiliki empat cirri ekologis yang hingga kini masih tetap dipertahankan (Soeriaatmadja, 2001).
Ciri ekologis pertama adalah rona lingkungan hidup biogeofisik kampung tersebut berbeda dari kampung masyarakat Sunda lainnya. Pada daerah yang letaknya di sebelah hulu yang berbentuk punggung bukit, wilayah tersebut merupakan hutan alam yang relatif masih utuh, sehingga fungsi hidro-orologinya masih berperan baik sebagai sumber daya air. Sedangkan, bagian punggung bukit yang bersebelahan dengan pemukiman, ditanami berbagai jenis pohon. Hutan bagi warga Kampung Naga berfungsi sebagai “bank pangan” dan juga “apotek hidup” karena pohon – pohon tersebut menghasilkan berbagai sumber daya yang dibutuhkan warga untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, baik makanan, obat – obatan, dan produk kerajinan tangan.
Ciri ekologis yang kedua, hutan berfungsi sebagai penyangga lereng dan bukit dari kemungkinan terjadinya longsor atau banjir pada musim hujan. Dan sebaliknya, kekeringan pada musim kemarau.
Ciri ekologis ketiga adalah keanekaragaman sumber daya alam hayati. Berdasarkan penelitian Sri Hayati, di Kampung Naga terdapat lebih dari 39 jenis tanaman dan tumbuhan yang dipelihara oleh masyarakat. Ada 10 kultivar jenis padi, 13 kultivar ubi kayu, dan 39 kultivar pisang. Berbagai jenis tanaman tersebut dapat dijumpai di sawah, pekarangan atau kebun. Selain digunakan sebagai bahan pangan dan obat, ada beberapa daun tanaman yang digunakan dalam upacara ritual.
Ciri ekologis yang keempat masyarakat Kampung Naga adalah kawasan yang dijadikan permukiman, termasuk bentuk bangunan, bahan yang digunakan, dan pembagian kawasannya yang mengandung nilai – nilai filosofis.

2. TATA RUANG DAN ARSITEKTUR BANGUNAN

Pola perkampungan masyarakat Naga tidak berbeda dengan pola lingkungan masyarakat Sunda di daerah pedesaan lainnya yang terdiri dari 3 elemen penting, yakni rumah sebagai tempat tinggal, sumber air, kebun serta kolam pemeliharaan ikan. Akan tetapi tata ruang Kampung Naga terbagi lagi menjadi tiga kategorisasi kawasan, yaitu :
a. Kawasan Suci, yaitu kawasan berupa bukit kecil yang tidak dapat dikunjungin oleh sembarang orang. Bukit tersebut merupakan hutan yang ditumbuhi oleh pohon – pohon tua (leuweung larangan) serta menjadi tempat pemakaman leluhur. Tidak jauh dari sana terdapat pekuburan penduduk Kampung Naga.
b. Kawasan Bersih, yaitu kawasan permukiman warga. Selain tempat berdirinya rumah – rumah pendudukan, di kawasan ini juga terdapat lumbung (leuit), balai pertemuan (bale patemon), mesjid, dan Bumi Ageung (tempat menyimpan benda pusaka).
c. Kawasan Kotor, yaitu kawasan tempat berdirinya bangunan – bangunan penunjang, seperti tempat pancuran untuk mandi dan mencuci, kolam, dan saung lisung, gubuk untuk menumbuk padi.
Salah satu hal yang menjadi daya pikat dari Kampung Naga adalah bentuk bangunannya yang seragam dan tersusun rapi dengan menghadap hanya ke arah Utara atau Selatan. Seluruh bangunan yang ada di sana berbentuk rumah panggung karena masyarakat memegang konsep bahwa, tempat tinggal manusia bukanlah di “dunia bawah”, yakni tanah. Tetapi, tempat manusia yang masih hidup juga bukan “dunia atas”, karena “dunia atas” adalah langit. Karena itu, rumah sebagai tempat tinggal mereka harus berada di “dunia tengah” (Suhandi,1991/1992: 49). Bahan – bahan yang digunakan untuk membuat setiap bangunan pun sama satu dengan yang lainnya. Dinding terbuat dari anyaman bambu (bilik) yang memiliki makna sosial, gotong royong, serta atap yang terbuat dari ijuk. Seluruh bangunan tidak ada yang menggunakan bahan kimia agar dapat mempertahankan sifat alami bangunan rumah.

3. POLA KEHIDUPAN MASYARAKAT

Keunikan dari masyarakat Kampung Naga juga tercermin dalam perilaku kehidupan sehari – hari maupun dalam upacara – upacara ritual yang bermuara pada tujuan untuk menjaga tanah warisan leluhur. Dalam kehidupan sehari – hari, ada beberapa hal yang dianggap tabu oleh masyarakat setempat dan dipercayai akan mendatangkan malapetaka yang tidak terduga jika pantangan tersebut dilanggar. Misalnya, ketika mereka mengangkut barang, seberat apapun barang tersebut, mereka tidak boleh menggunakan kendaraan atau alat angkut apapun. Barang – barang bawaan mereka, seberat apapun harus dipikul atau dipanggul di atas bahu. Pantangan serupa bagi mereka untuk tidak menggunakan hewan penghela atau penarik beban seperti kuda atau sapi. Karena itu, kedua hewan tersebut termasuk tabu dipelihara di Kampung Naga (Suganda,2006 : 21-22).
Di Kampung Naga, listrik adalah hal yang tidak diperbolehkan. Kehadiran alat – alat elektronik pun ditabukan oleh masyarakat setempat. Seandainya pun ada, hanya televisi hitam putih yang menggunakan tenaga aki. Hal ini didasari oleh beberapa alasan. Pertama, untuk menghindari timbulnya kecemburuan sosial karena tidak semua penduduk dapat membeli alat – alat elektronik. Kedua, menghindari terjadinya kebakaran yang disebabkan oleh arus pendek listrik karena seluruh bangunan di kampung terbuat dari bambu, kayu, dan beratapkan ijuk yang mudah terbakar. Ketiga, menurut mereka media elektronik dapat melemahkan mental anak – anak dan melemahkan adat istiadat yang ada.
Walaupun masyarakat Kampung Naga sangat membatasi budaya modern yang masuk dan selalu menjunjung tinggi adat istiadat, akan tetapi para kuncen (kepala adat) tidak melarang warganya untuk menuntut ilmu di luar areal perkampungan, dengan syarat, ketika mereka kembali harus tetap mengikuti adat istiadat yang ada.

4. UPACARA ADAT

Kultur budaya dan adat istiadat yang kental dari suatu daerah tidaklah lengkap tanpa upacara – upacara adat yang unik dan bersifat sakral. Kampung Naga memiliki beberapa upacara adat yang menarik dan sering diselenggarakan, sebagai berikut : (http://www.explore-indo.com/alam/234-kampung-naga-uniknya-bersatu-dengan-alam.html)

Upacara menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik pria maupun wanita. Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing orang, karena pada dasarnya merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka.
Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat Sa-Naga, baik yang bertempat tinggal di Kampung Naga Dalam maupun di Kampung Naga Luar. Upacara Hajat Sasih merupakan upacara ziarah dan membersihkan makam leluhur. Maksud dan tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang telah diberikan kepada seluruh warga. Pemilihan tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara Hajat Sasih dilakukan bertepatan dengan hari-hari besar agama Islam. Penyesuaian waktu tersebut bertujuan agar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus, sehingga ketentuan adat dan kaidah agama Islam dapat dijalankan secara harmonis.
Upacara perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan setelah selesainya akad nikah secara Islam. Upacara ini dilaksanakan dengan sangat sakral mulai dari penentuan tanggal baik untuk perayaan sampai dengan resepsi berakhir. Adapun tahap-tahap dalam upacara perkawinan tersebut adalah sebagai berikut: upacara sawer, nincak endog (menginjak telur), buka pintu, ngariung (berkumpul), ngampar (berhamparan), dan diakhiri dengan munjungan (sungkeman).
Walaupun kehidupan masyarakat Kampung Naga terlihat begitu tradisional, namun mereka telah membuktikan diri bahwa dengan menjunjung tradisi warisan leluhurnya, masyarakat setempat dapat menikmati kehidupan yang sederhana dan rukun satu sama lain.

BAB 3
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Kampung Naga yang tetap berpegang teguh dengan tradisi warisan leluhur telah membuatnya memiliki beberapa keunikan, baik dalam upacara adat, pola kehidupan sampai dengan penataan ruang dan gaya arsitektur bangunannya.
Jika sampai saat ini masyarakat Kampung Naga tidak menerima aliran listrik dari pemerintah, hal ini tentunya memiliki alasan yang kuat yang menurut mereka dapat berdampak buruk bagi kebudayaannya dan dapat pula membahayakan nyawa dari warganya.

2. SARAN

Kampung Naga tentunya telah berusaha keras untuk mempertahankan tradisi adat istiadatnya di tengah arus globalisasi dan mereka telah membuktikan bahwa dirinya mampu. Sekarang adalah kita untuk turut serta melestarikan kebudayaan mereka dan kebudayaan Nusantara lainnya dengan memperkenalkannya kepada generasi – generasi secara turun temurun karena kebudayaan – kebudayaan inilah yang telah memperkaya khasanah budaya Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Suganda, Her. 2006. Kampung Naga Mempertahankan Tradisi. Bandung : Kiblat Buku Utama

Soeriaatmadja, R.E. 2001. Makna Ekologis dalam Lingkungan Hidup “Masyarakat Sunda Tardisional Kampung Naga” di Jawa Barat. Makalah pada Konferensi Internasional Budaya Sunda (KIBS). Bandung.

Suhamihardja, Suhandi A., Yugo Sriyun. 1991-1992. Kesenian, Arsitektur Rumah dan Upacara Adat Kampung Naga, Jawa Barat. Proyek Pembinaan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Depdikbud Jakarta.

http://www.indotoplist.com/info/ZEc5d1BTWjBiM0JyWVhROUptMWxiblU5WkdWMFlXbHNKbWx1Wm05ZmFXUTlNalkxSm0xMWJHRnBQVEFtY0doaGJEMD0= ( 13 – 11 – 2009, 15:37 )
http://navigasi.net/goart.php?a=bukmpag ( 13 – 11 – 2009, 15:41)
http://www.tasikmalayakab.go.id/content/view/23/26 ( 13 – 11 – 2009, 15:47 )
http://www.resep.web.id/traveling/kampung-naga-wisata-budaya-penuh-keunikan.htm ( 13 – 11 – 2009, 15:58 )
http://202.146.5.33/kompas-cetak/0709/28/daerah/3854493.htm ( 14 – 11 – 2009, 09:18 )
http://www.explore-indo.com/alam/234-kampung-naga-uniknya-bersatu-dengan-alam.html ( 14 – 11 – 2009, 09:46 )

« Previous entries