Kumpulan Tugas MPKT

Amandemen UUD 1945 Pada Masa Reformasi

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Judul                            : Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi

Pengarang                    : Drs. Surajiyo, Dosen Filsafat dan Pancasila, IISIP Jakarta

Drs. Agus Wijayanto, Dosen Sejarah Indonesia, IISIP Jakarta

Penerbit                        : Inti Prima Promosindo

Apakah alasan indonesia mengamandemen UUD 1945? Serta apakah makna dan tujuan dari amandemen dari UUD 1945? Bagaimanakah hasil amandemen UUD 1945 dari tahun 1999-2002? Pertanyaan itu pula yang mucul sebagai pemicu kali ini. Buku Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi akan membahas semua pertanyaan ini.

Amandemen berasal dari istilah Bahasa Inggris yaitu amandemen artinya perubahan atau mengubah. Dalam konteks amandemen UUD 1945 bisa diartikan perubahan atas batang tubuh UUD 1945 (tanpa mengubah bagian pembukaan) oleh lembaga yang berwenang yaitu MPR berdasarkan ketentuan UUD ini. Perubahan dimaksud meliputi: 1) menambah dan mengurangi redaksi dan/atau isi UUD menjadi lain dari yang semula, 2) mengubah atas sebagian redaksi dan/atau isi dari UUD yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan reformasi, 3) memperbarui UUD dengan cara memerinci dan menyusun ketentuannya menjadi lebih jelas, tegas, dan sistematis. (Tim kajian Amandemen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Konteks dalam Negara yang sedang berubah, 2000, hal.15-16)

Semangat reformasi 1998 yang mengarah kepada kehidupan ketatanegaraan yang demokratis dan penataan kelembagaan Negara yang berprinsip saling mengawasi dan mengimbangi menjadi dasar amandemen terhadap UUD 1945.

Tujuan amandemen UUD 1945 adalah untuk menyempurnakan aturan dasar negara yang disesuaikan dengan perkembangan aspirasi bangsa serta sebagai perwujudan negara pancasila dalam HAM, kedaulatan rakyat, eksistensi negara demokrasi dan Negara hukum serta dalam tatanan Negara.

Perubahan pertama UUD Negara RI tahun 1945 mengubah Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20 dan 21 UUD 1945.

Perubahan kedua dilakukan perubahan terhadap beberapa Pasal seperti Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 30, dan Pasal 36 UUD 1945. Perubahan itu diantaranya dilakukan dengan mengubah rumusan Pasal-Pasal yang bersangkutan dan atau dengan menambah beberapa Ayat dari Pasal yang bersangkutan.

Perubahan ketiga MPR RI mengubah dan/atau menambah Pasal 1 Ayat (2) dan (3), Pasal 3 Ayat (1),(3),(4); Pasal 6 Ayat (1) dan (2); Pasal 6A Ayat (1),(2),(3) dan (5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6),dan (7);Pasal 7C; Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal l17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D  Ayat (1),(2),(3) dan (4); Bab VIIB, Pasal 22 E Ayat (1),(2),(3),(4),(5),dan (6);Pasal 23 Ayat (1), (2) ,dan (3);Pasal 23A, Pasal 23C;Bab VIIIA, Pasal 23 E Ayat (1),(2),dan(3);Pasal 23F Ayat(1) dan (2); Pasal23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat 1 dan 2; Pasal 24A Ayat (1), (2) ,(3), (4), dan (5);  Pasal 24B Ayat (1),(2),(3), dan (4); Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6) UUD 1945.

Perubahan keempat dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 UUD Negara RI Tahun 1945 MPR RI menetapkan:

  1. UUD Negara RI Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat ini adalah UUD Negara RI Tahun1945 yang ditetapkan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh DPR;
  2. Penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua UUD Negara RI Tahun 1945 dengan kalimat”Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan;
  3. Pengubahan penomoran Pasal 3 Ayat (3) dan (4) Perubahan Ketiga UUD Negara RI tahun 1945 menjadi Pasal 3 Ayat (2) dan (3); Pasal 25E Perubahan Kedua UUD Negara RI Tahun 1945 menjadi Pasal 25A;
  4. Penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansial Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara;
  5. Pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 Ayat (1); Pasal 6A Ayat (4); Pasal 8 Ayat (3); Pasal 11 Ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 Ayat (3); Bab XII Pasal 31 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5);Pasal 32 Ayat (1) dan (2); Bab XIV Pasal 33 Ayat (4), (5); Pasal 34 Ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 Ayat (1), (2), (3), (4), (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II UUD Negara RI Tahun 1945.

Sidang umum dan Sidang Tahunan MPR dari tahun 1999-2002 akhirnya melahirkan risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 yang menetapkan amandemen hingga memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal aturan peralihan, dan 2 pasal aturan tambahan

Melihat pembahasan di atas, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu Negara Republik Indonesia  wajar untuk melakukan amandemen UUD 1945 guna untuk menyesuaikan dengan kondisi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kondisi pertahanan dan keamanan bangsa pada zamannya.

KESADARAN HAK DAN KEWAJIBAN

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Judul                : Reformasi dalam Penegakan Hukum

Pengarang        : Antonius Sujata

Data Publikasi  : Jakarta: Djambatan, 2000

Kesadaran hak dan kewajiban adalah hal yang sering kita dengar tetapi pada pelaksanaannya kita dibingungkan oleh pengertian dari kesadaran hak dan kewajiban. Serta manakah yang di dahulukan antara hak dan kewajiban. Pertanyaan ini pula yang muncul sebagai pemicu kali ini. Berikut akan dibahas semua pertanyaan ini.                 Kesadaran merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia dan tidak ada pada ciptaan Tuhan yang lain. Kesadaran sebagai keadaan sadar, bukan merupakan keadaan yang pasif melainkan suatu proses aktif yang terdiri dari dua hal hakiki; diferensiasi dan integrasi. Kesadaran adalah suatu keadaan secara sadar secara ragawi dan rohani untuk mengembangkan apa yang diketahui serta keinginan mencari hal-hal yang tidak diketahui.                                                                                      Setiap  manusia memiliki hak dan kewajiban. Hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalah  benar,  milik, kewenangan,  kekuasaan berbuat untuk sesuatu. Hak adalah Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya hak memperoleh pendidikan, hak mendapatkan nilai dari guru, hak mendapat perlindungan hukum dan sebagainya. Sedangkan kewajiban berasal dari kata wajib. Wajib menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah harus dilakukan,  sudah semestinya. Jadi, kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan mau atau tidak mau, Suka atau tidak suka tetap harus dilakukan. Contohnya melaksanakan tata tertib di sekolah, membayar SPP, melaksanakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik-baiknya dan sebagainya. Jika tidak dilakukan akan mendapat sanksi baik secara hukum maupun secara moral. Bila seseorang mengedepankan kewajiban maka hak orang lain akan tetap terjaga.                                  Hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia diatur dalam UUD 1945 yang meliputi hak dan kewajiban dalam bidang politik pasal 27 ayat (1) dan pasal 28, hak dan kewajiban dalam bidang sosial budaya pasal 31 ayat (1) dan (2)dan  pasal 32. Selain dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak dan Kewajiban warga Negara dalam bidang ketuhanan tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) Hak dan kewajiban Hankam tertuang dalm pasal 30 Hak dan kewajiban dalam bidang Ekonomi pasal 33 ayat 1,2 dan 3 serta pasal 34. Pasal- pasal tersebut merupakan dasar hak dan kewajiban bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, dan kita sebagai warga negara wajib melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.                                                                Untuk berjalannya hak dan kewajiban ada faktor moral. Pengertian moral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalah ajaran tentang  baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban, kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah dan berdisiplin, ajaran kesusilaan yang ditarik dari suatu cerita.Jadi pengertian hak, kewajiban, dan moral adalah kewenangan atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu yang harus dilakukan terhadap ajaran tentang baik buruk yang diterima umum. Hak merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Apabila setiap orang bersedia untuk bertindak sesuai haknya, maka ketertiban pada masyarakat akan terwujud. Sebaliknya bila seseorang bertindak tidak sesuai dengan haknya, akan menimbulkan keresahan pada masyarakat.                                                                                                                                  Keduanya tidak akan berjalan tanpa dukungan moral yang kuat. Saat ini di Indonesia tengah mengalami krisis moral, karena kebanyakan orang hanya mengedepankan hak daripada kewajibannya. Lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan orang lain. Bahkan sering terjadi, lebih banyak menuntut haknya daripada memenuhi kewajiban yang harus dilakukan. Padahal, antara hak dan kewajiban memiliki kaitan yang sangat erat dan seharusnya kewajiban harus dilaksanakan terlebih dahulu baru kemudian menuntut hak.
Sebagai contoh, para pengendara kendaraan bermotor baik pengguna sepeda motor maupun pengemudi angkutan umum  di jalan raya sering tidak mengindahkan rambu-rambu lalu lintas, tanpa memikirkan keselamatan. Jangankan untuk orang lain, bahkan untuk dirinya sendiri sudah tidak dipikirkan. Hal ini membuktikan mereka lebih mementingkan hak daripada kewajiban. Haknya untuk mengendari kendaraan, tetapi kewajibannya untuk memenuhi atau mentaati rambu-rambu lalu lintas dilanggar.                                                                                                                         Dari uraian di atas, terlihat bahwa untuk mengikis krisis moral bangsa adalah perlu adanya kesadaran untuk membedakan hak dan kewajiban. Sehingga, tidak terjadi perbuatan yang semena-mena terhadap hak orang lain karena ia punya kewajiban yang harus dipenuhi oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini perlu kebersamaan dari seluruh warga negara. Pemerintah maupun rakyat harus bahu-membahu mengutamakan kewajiban daripada hak, artinya hak dan kewajiban bukanlah sesuatu hal yang harus didahulukan tetapi selalu bersamaan sehingga antara hak dan kewajiban saling seimbang.

Akhlak dan Budi Pekerti dalam Kehidupan Manusia

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Data Publikasi  : Pustaka Nawaitu, Jakarta, 2005

Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku dan tabiat. Secara terminologi, akhlak berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai kata akhlak, moral dan etika yang ketiganya memiliki makna hampir sama, yakni tingkah laku manusia.

Namun jika dilihat dari sumbernya, ketiga kata tersebut akan berbeda. Akhlak bersumber dari agama. Moral berasal dari adat-istiadat masyarakat. Sedangkan etika, filsafat moral dari akal pikiran.

Pada dasarnya kata akhlak, moral dan etika memiliki pengertian yang berbeda. Akhlak adalah tingkah laku baik, buruk, salah benar yang merupakan penilaian dipandang dari sudut hukum yang berlaku dalam ajaran agama. Moral, istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Yang dimaksud penilaian benar atau salah dalam moral, adalah masyarakat secara umum. Sedangkan etika merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan baik dan buruk, ukuran yang dipergunakan adalah akal pikiran. Jika diperbandingkan antara ketiga kata tersebut maka etika merupakan ilmu, moral adalah ajaran, dan akhlak adalah tingkah laku manusia.

Budi pekerti terdiri dari dua kata yakni budi dan pekerti. Budi yang berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran. Pekerti berarti kelakuan. Kata budi pekerti dalam kamus Bahasa Indonesia adalah tingkah laku, perangai, akhlak. Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana dan manusiawi. Di dalam perkataan itu tercermin sifat, watak seseorang dalam perbuatan sehari-hari. Budi pekerti sendiri mengandung pengertian yang positif. Namun penggunaan atau pelaksanaannya yang mungkin negatif. Penerapannya tergantung pada manusia.

Ruang lingkup akhlak dan budi pekerti erat kaitannya dengan hubungan manusia dengan tuhan dan hubungan manusia dengan manusia. Karena itu, akhlak tidak semata-mata kelakuan manusia yang nampak, tetapi banyak aspek yang berkaitan, diantaranya:

  1. 1. Akhlak terhadap tuhan YME

Tuhan adalah pelindung dan memberi makna dalam setiap kehidupan manusia. Agama tanpa kepercayaan kepada Tuhan tidak disebut agama. Berakhlak kepada Tuhan merupakan pengembangan kehidupan kerohanian bagi pribadi manusia. Dengan memelihara kehidupan rohani manusia akan merasa hidup tenang, tentram di bawah lindungan Tuhan.

  1. 2. Akhlak terhadap Manusia

a.) Akhlak terhadap Rasul Allah

Akhlak terhadap Rasul adalah meneladani Rasul dalam setiap perilakunya. Dalam hal ini Rasul sebagai pembawa ajaran Tuhan agar dapat sampai dan dimengerti oleh manusia sebagai penganut agama Wahyu yang diturunkan oleh Tuhan.

b.) Akhlak terhadap diri sendiri

Akhlak terhadap diri sendiri adalah menyayangi diri sendiri dengan menjaga diri dari perbuatan buruk

c.) Akhlak terhadap orang tua

Berakhlak kepada orang tua dengan meletakkan kedudukan orang tua sebagai orang yang melahirkan, membesarkan, memberi makan, membimbing, mendidik, menyayangi dan menjaga dari bahaya yang merusak lahir maupun batin.

d.) Akhlak terhadap masyarakat

Dalam masyarakat terdapat keanekaragaman karakter budaya, ideologi, keyakinan, dll. Yang perlu dilakukan dalam berakhlak dengan masyarakat adalah bagaimana menjalin kehidupan bersama yang lebih harmonis dan saling menghormati perbedaan-perbedaan yang ada.

  1. 3. Akhlak terhadap Negara

Dengan modal dasar kemerdekaan dan kedaulatan bangsa, rakyat Indonesia sebagai bangsa Indonesia sudah tentu harus berperilaku sebagai bangsa Indonesia yang mencintai negerinya dengan menjadi warga negara yang baik taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini. Bersama-sama mempertahankan negara kesatuan yang berdasarkan Pancasila merupakan perwujudan dari akhlak terhadap negara.

4.   Akhlak terhadap Alam

Alam diciptakan untuk kepentingan manusia, karena itu alam dimanfaatkan dengan sebaik-biaknya dengan penuh rasa tanggung jawab tanpa merusaknya. Berakhlak pada alam berarti menyikapi alam dengan cara menyikapi alam dengan cara memelihara kelestariannya, dengan menghimbau pada manusia untuk mengendalikan dirinya dalam mengeksploitasi alam, sebab alam yang rusak akan merugikan bahkan menghancurkan manusia sendiri.

C. Sumber Akhlak dan Budi Pekerti

  1. 1. Agama

Ajaran tentang akhlak, moral maupun budi pekerti diterima berdasarkan keimanan dan keyakinan terhadap agamanya tanpa memiliki rasionalitas seperti makan daging babi haram dalam ajaran Islam. Ada juga yang secara umum memiliki alasan-alasan yang rasional untuk menerima aturan-aturan agama seperti jangan berdusta, jangan membunuh, jangan menyakiti orang (K.Bertens, 2002:37).

  1. 2. Falsafah Hidup

Falsafah hidup merupakan kristalisasi dari nilai nilai yang diyakini kebenarannya, ketepatannya dan kemanfaatannya yang kemudian menimbulkan tekad untuk mewujudkannya dalam bentuk sikap, tingkah laku dan perbuatan. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan masing-masing bangsa sesuai dengan geografisnya masing-masing memiliki falsafah hidup tersendiri yang dapat mempengaruhi pola hidup dan perilaku manusianya. Hal ini membuat perlu diangkatnya nilai-nilai yang bersifat pluralistik, yang mencerminkan kesatuan Indonesia dalam kemajemukan. Selama ini nilai-nilai persatuan, kemanusiaan, keadilan, kebersamaan telah menjadi nilai yang diyakini kebenarannya dan dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa dalam bermasyarakat dan bernegara.(Prayitno, 2003: 249).

  1. 3. Tradisi dan Budaya

a.) Tradisi

Dalam kehidupan di masyarakat dikenal adanya tradisi sebagai suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dilaksanakan secara turun-temurun dimulai dari nenek moyang. Tradisi sama dengan adat kebiasaan yang dimunculkan oleh kehendak atau perbuatan sadar yang telah menjadi kebiasaan sekelompok orang.

b.) Budaya

Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, semua itu berdasarkan pola-pola budaya.

  1. 4. Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni

Sehubungan dengan proses perolehan ilmu pengetahuan dengan metode yang benar dan teruji kebenarannya secara ilmiah, maka ilmu pengetahuan dijadikan sumber yang memberikan motivasi untuk melakukan sebuah perbuatan baik dan berbudi pekerti luhur. Manusia pada saat ini telah dipengaruhi oleh teknik. Teknik telah menguasai seluruh sektor kehidupan manusia. Manusia semakin harus beradaptasi dengan dunia teknik dan tidak ada lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik. Seni atau keindahan termasuk sumber dalam berakhlak dan berbudi pekerti. Keindahan alam melahirkan para pelukis atau seniman termasuk juga para musisi. Suara gemercik air, suara gesekan pohon bambu, suara deru ombak, suara senandung burung berkicau atau ayam berkokok, akan memberikan inspirasi orang untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik.

KESADARAN HAK DAN KEWAJIBAN

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Judul                : Reformasi dalam Penegakan Hukum

Pengarang        : Antonius Sujata

Data Publikasi  : Jakarta: Djambatan, 2000

Kesadaran hak dan kewajiban adalah hal yang sering kita dengar tetapi pada pelaksanaannya kita dibingungkan oleh pengertian dari kesadaran hak dan kewajiban. Serta manakah yang di dahulukan antara hak dan kewajiban. Pertanyaan ini pula yang muncul sebagai pemicu kali ini. Berikut akan dibahas semua pertanyaan ini.                 Kesadaran merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia dan tidak ada pada ciptaan Tuhan yang lain. Kesadaran sebagai keadaan sadar, bukan merupakan keadaan yang pasif melainkan suatu proses aktif yang terdiri dari dua hal hakiki; diferensiasi dan integrasi. Kesadaran adalah suatu keadaan secara sadar secara ragawi dan rohani untuk mengembangkan apa yang diketahui serta keinginan mencari hal-hal yang tidak diketahui.                                                                                      Setiap  manusia memiliki hak dan kewajiban. Hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalah  benar,  milik, kewenangan,  kekuasaan berbuat untuk sesuatu. Hak adalah Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya hak memperoleh pendidikan, hak mendapatkan nilai dari guru, hak mendapat perlindungan hukum dan sebagainya. Sedangkan kewajiban berasal dari kata wajib. Wajib menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah harus dilakukan,  sudah semestinya. Jadi, kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan mau atau tidak mau, Suka atau tidak suka tetap harus dilakukan. Contohnya melaksanakan tata tertib di sekolah, membayar SPP, melaksanakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik-baiknya dan sebagainya. Jika tidak dilakukan akan mendapat sanksi baik secara hukum maupun secara moral. Bila seseorang mengedepankan kewajiban maka hak orang lain akan tetap terjaga.                                  Hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia diatur dalam UUD 1945 yang meliputi hak dan kewajiban dalam bidang politik pasal 27 ayat (1) dan pasal 28, hak dan kewajiban dalam bidang sosial budaya pasal 31 ayat (1) dan (2)dan  pasal 32. Selain dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak dan Kewajiban warga Negara dalam bidang ketuhanan tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) Hak dan kewajiban Hankam tertuang dalm pasal 30 Hak dan kewajiban dalam bidang Ekonomi pasal 33 ayat 1,2 dan 3 serta pasal 34. Pasal- pasal tersebut merupakan dasar hak dan kewajiban bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, dan kita sebagai warga negara wajib melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.                                                                Untuk berjalannya hak dan kewajiban ada faktor moral. Pengertian moral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalah ajaran tentang  baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban, kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah dan berdisiplin, ajaran kesusilaan yang ditarik dari suatu cerita.Jadi pengertian hak, kewajiban, dan moral adalah kewenangan atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu yang harus dilakukan terhadap ajaran tentang baik buruk yang diterima umum. Hak merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Apabila setiap orang bersedia untuk bertindak sesuai haknya, maka ketertiban pada masyarakat akan terwujud. Sebaliknya bila seseorang bertindak tidak sesuai dengan haknya, akan menimbulkan keresahan pada masyarakat.                                                                                                                                  Keduanya tidak akan berjalan tanpa dukungan moral yang kuat. Saat ini di Indonesia tengah mengalami krisis moral, karena kebanyakan orang hanya mengedepankan hak daripada kewajibannya. Lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan orang lain. Bahkan sering terjadi, lebih banyak menuntut haknya daripada memenuhi kewajiban yang harus dilakukan. Padahal, antara hak dan kewajiban memiliki kaitan yang sangat erat dan seharusnya kewajiban harus dilaksanakan terlebih dahulu baru kemudian menuntut hak.
Sebagai contoh, para pengendara kendaraan bermotor baik pengguna sepeda motor maupun pengemudi angkutan umum  di jalan raya sering tidak mengindahkan rambu-rambu lalu lintas, tanpa memikirkan keselamatan. Jangankan untuk orang lain, bahkan untuk dirinya sendiri sudah tidak dipikirkan. Hal ini membuktikan mereka lebih mementingkan hak daripada kewajiban. Haknya untuk mengendari kendaraan, tetapi kewajibannya untuk memenuhi atau mentaati rambu-rambu lalu lintas dilanggar.                                                                                                                         Dari uraian di atas, terlihat bahwa untuk mengikis krisis moral bangsa adalah perlu adanya kesadaran untuk membedakan hak dan kewajiban. Sehingga, tidak terjadi perbuatan yang semena-mena terhadap hak orang lain karena ia punya kewajiban yang harus dipenuhi oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini perlu kebersamaan dari seluruh warga negara. Pemerintah maupun rakyat harus bahu-membahu mengutamakan kewajiban daripada hak, artinya hak dan kewajiban bukanlah sesuatu hal yang harus didahulukan tetapi selalu bersamaan sehingga antara hak dan kewajiban saling seimbang.

GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki  13.667 pulau. Untuk itu diperlukan sebuah konsep wawasan nasional yang mengatur penyelenggaraan negara. Konsep wawasan nasional ini dikenal sebagai geopolitik. Geopolitik Indonesia dinamakan wawasan nusantara. Untuk melaksanakan konsepsi wawasan nusantara, disusun konsepsi geostrategi yang diberi nama ketahanan nasional. Berikut akan dibahas mengenai konsep geopolitik dan geostrategi.

Geopolitik secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata geo yang berarti ‘bumi yang menjadi wilayah hidup’, Sedangkan politik berasal dari kata polis yang berarti ‘kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau negara’ dan teia yang berarti ‘urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa’ (Sunarso, 2006: 195).

Istilah geopolitik semula sebagai ilmu bumi politik kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang sesuatu yang berhubungan geomorfologi (ciri khas negara yang berupa: bentuk, luas, letak, iklim, dan sumber daya alam) suatu negara untuk membangun dan membina negara. Para penyelenggara pemerintah nasional kini menyusun pembinaan politik nasional berdasarkan kondisi dan situasi geomorfologi dan unsur-unsur lain (penduduk, falsafat dan sejarah bangsa) secara ilmiah berdasarkan cita-cita bangsa. Geopolitik dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa. Frederich Ratzel mengenalkan istilah ilmu bumi politik (political geography), Rudolf Kjellen menyebut geographical politic dan disingkat geopolitik.   Geopolitik Indonesia merupakan wawasan nasional suatu bangsa yang hendaknya dipahami oleh pemimpin bangsa. Wawasan nasional bangsa Indonesia dikenal dengan istilah wawasan nusantara. Wawasan nusantara yang merupakan geopolitik Indonesia, secara umum didefinisikan sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia tentang dirinya yang bhineka, dan lingkungan geografinya yang berwujud negara kepulauan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Adapun tujuannya adalah untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional dan turut serta menciptakan dalam ketertiban dan perdamaian dunia. Semua itu dalam rangka mencapai tujuan nasional. Dengan unsur-unsur dasar, wadah (lingkungan), isi (kondisi sosial), dan tata laku.                                                                                                                           Konsepsi geostrategi merupakan suatu strategi memanfaatkan kondisi geografi negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, sarana untuk mencapai tujuan nasional (pemanfaatan kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik). Geostrategi Indonesia diartikan pula sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945, ini diperlukan untuk mewujudkan dan mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakat majemuk dan heterogen berdasarkan pembukaan dan UUD 1945.                                                     Geostrategi Indonesia dirumuskan dalam wujud ketahanan nasional. Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamik suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, di dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsug membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional.       Ketahanan nasional diperlukan bukan hanya konsepsi politik saja melainkan sebagai kebutuhan dalam menunjang keberhasilan tugas pokok pemerintah. Konsepsi dasar ketahanan nasional model astagatra merupakan perangkat hubungan bidang kehidupan manusia dan budaya yang berlangsung diatas bumi dengan memanfaatkan segala kekayaan alam.                                                                                                 Berdasarkan pembahasan di atas, sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. , sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep ketahanan nasional yang tumbuh pada perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

DAFTAR PUSTAKA

Soemiarno, Slamet, dkk., Buku Ajar III Bangsa, Budaya, dan Lingkungan Hidup di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia(UI-Press), 2009.

Tim Hankamnas, Wawasan nusantara, Jakarta: Balai Pustaka, 1997.

Apa Definisinya.blogspot.com (waktu akses: 13 november 2009)

Notosusanto, Nugroho, dkk., Sejarah Nasional Indonesia IV, V, VI. Jakarta: Balai

Pustaka, 1984.

REVOLUSI ILMU PENGETAHUAN

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Filosofis mengenai ilmu alam yang sedikit berubah dan rumit menimbulkan sejumlah pertanyaan yang cukup penting berkisar pada isu tentang perubahan keilmiahan (scientific change). Apakah yang dimaksud revolusi ilmu pengetahuan? Kapankah revolusi ilmu pengetahuan dimulai? Adakah suatu pola yang jelas terhadap cara gagasan-gagasan ilmiah berubah dari waktu ke waktu? Kapankah ilmuwan memutuskan meninggalkan teori lama ketika muncul teori yang baru?

Revolusi ilmu pengetahuan dimulai di Eropa pada abad XVII ditandai dengan bangkitnya kelompok intelektual bangsa Eropa mengenai cara berpikir keilmiahan. Revolusi ilmu pengetahuan ini dapat diartikan sebagai perubahan cara berpikir masyarakat intelektual Eropa dari cara berpikir yang ontologis ke cara berpikir matematis mekanistis. Cara berpikir matematis mekanistis ini dipelopori oleh Sir Isaac Newton yang merintis ilmu fisika. Hal tersebut telah mengispirasi para intelektual lainnya untuk membuat analisis penelitiannya. Sementara itu, cara berpikir ontologis yang memberlakukan hukum agama demi segala-galanya termasuk ilmu pengetahuan telah berhasil ditentang oleh kaum intelektual Eropa pada masa itu. Salah satunya ialah Copernicus yang mengemukakan teori heliosentris yaitu menyebutkan bahwa bumi itu bulat. Penemuannya itu telah membuatnya dihukum mati karena pernyataan yang bertentangan dengan kepercayaan agama. Namun, seiring dengan berkembangnya pemikiran manusia terhadap setiap penemuan dan pengetahuan baru, teori tersebut dapat diterima dan diakui sebagai ilmu pengetahuan yang dapat dipercaya dan dapat dibuktikan kebenarannya. Ilmu pengetahuan akan senantiasa berubah dan berkembang seiring dengan ditemukannya teori-teori baru, penemuan yang baru dan kejadian baru yang akan mengubah pola pikir manusia. Akibat dari proses revolusi tersebut memunculkan adanya nilai-nilai dasar yaitu nilai alam, nilai budaya dan nilai ekonomi. Nilai alam muncul karena alam semesta memiliki tata susunan yang berada pada hukum alam. Nilai budaya muncul ditandai dengan adanya penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang dapat memajukan budaya. Sedangkan nilai ekonomi muncul karena para pelaku revolusi ilmu pengetahuan memiliki semangat kerja yang tinggi seiring dengan bertambahnya kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya.

Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions pada tahun 1963 menyatakan ilmu alam bukanlah suatu metodologi yang singular tetapi beragam disiplin yang kompleks yang tidak dapat dilepaskan dari konteks historis dan konteks sosial. Kuhn sangat tertarik dengan revolusi ilmiah atau revolusi ilmu pengetahuan (scientific revolutions) yaitu suatu periode ketika teori lama digantikan oleh teori baru yang cukup berbeda atau revolusioner, sebagai contoh revolusi ilmu pengetahuan adalah kemunculan teori Copernicus tentang tata surya yang menggantikan teori Ptolomeus, mekanika Newton yang menggantikan mekanika Kartesian, dan teori relativitas Einstein serta teori kuantum yang menggantikan mekanika Newton.

Kuhn menegaskan, revolusi ilmu pengetahuan terjadi karena munculnya paradigma. Lahirnya teori-teori besar ilmu pengetahuan selalu diawali oleh munculnya berbagai pandangan yang menjelaskan objek ilmu tertentu. Paradigma menjadi arah bagi para ilmuwan dalam normal science untuk mencari paradigma baru yang lebih cocok dengan fenomena yang menjadi objeknya. Aktivitas ilmuwan dalam normal science membawa mereka pada penemuan tentang ketidaksesuaian dan anomali suatu paradigma, sehingga paradigma tersebut perlu diperbaiki.

Melihat pembahasan di atas, revolusi ilmu pengetahuan dimulai di Eropa pada abad XVII. Revolusi ilmu pengetahuan terjadi karena munculnya paradigma, yaitu dari makna lama dalam paradigma lama menuju makna baru dalam paradigma baru sehingga menyebabkan science menjadi irasional, subjektif, dan relatif.

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Kata pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sering kali didengar ketika berbicara tentang kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan berencana dalam menggunakan serta mengelola sumber daya alam secara bijaksana dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas hidup.                                                                                              Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada tahun 1980. Pada tahun 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa tersebut, disepakati pembentukan komisi dunia untuk lingkungan dan pembangunan World Commission on Environment and Development (WCED). Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah dengan cara memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.   Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) ini kemudian dipopulerkan melalui laporan WCED berjudul Our Common Future (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan pada tahun 1987. Laporan itu mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Di dalam konsep tersebut, terkandung dua gagasan penting, yaitu gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial kaum miskin sedunia yang harus diberi prioritas utama dan gagasan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebututuhan kini dan hari depan. Dalam konteks Indonesia, pembangunan berkelanjutan ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan juga mengandung arti memaksimalkan keuntungan pembangunan dengan tetap menjaga kualitas sumber daya alam.                                                                                          Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang seluruhnya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan.

Secara umum dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling memperkuat satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai pihak, serta ketegasan dalam penaatan hukum lingkungan.

Melihat pembahasan diatas, diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta penaatan hukum dapat ditegakkan dan dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat diimplementasikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Baiquni, M dan Susilawardani. 2002. Pembangunan yang tidak Berkelanjutan, Refleksi

Kritis Pembangunan Indonesia. Yogyakarta: Transmedia Global Wacana.

Suparmoko, M. 1994. Ekologi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.Yogyakarta: BPFE.

http://geo.ugm.ac.id (24 november 2009 pukul 20.27 WIB)

http://www.tempointeraktif.com (24 november 2009 pukul 20.36 WIB)

http://timpakul.web.id (24 november 2009 pukul 20.42 WIB)

PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME MENUJU

INDONESIA YANG LEBIH HARMONIS


Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Makalah Awal bagi

Pemicu Multikulturalisme

untuk Mata Kuliah

Pendidikan Dasar Perguruan Tinggi

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2009

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan pencipta alam semesta, pengatur segala urusan makhluk-Nya, Raja segala Raja, tiada sekutu bagi-Nya, tiada tuhan yang disembah kecuali Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Atas berkat rahmah Allahlah penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari akhir.

Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku, agama, budaya dan ras. Multikulturalisme apabila tidak disikapi dengan bijak akan menimbulkan perpecahan dan disintegrasi bangsa. Untuk itu, penulis merasa perlu menulis makalah yang  berjudul “ Pendidikan Multikulturalisme Menuju Indonesia yang Lebih Harmonis” .            Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mayang Sari sebagai Dosen MPKT yang telah membimbing penulisan makalah ini. Begitu pula teman-teman yang sangat membantu, karena telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Penulis mengharapkan bagi para pembaca agar dapat memaklumi dan memberikan kritik serta saran yang dapat membangun dan menjadikan makalah ini bisa lebih baik pada masa yang akan datang.

Penulis

November 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………….  ii

DAFTAR ISI………………………………………………………… iii

ABSTRAK…………………………………………………………… iv

BAB I  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………  1

1.2 Perumusan Masalah…………………………………………2

1.3 Tujuan.………………………………………………………….  2

1.4 Metode Penelitian……………………………………………3

1.5 Sistematika Penulisan………………………………………3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Multikulturalisme……………………..….. 4

2.2 Tujuan Pendidikan Multikulturalisme………………5

2.3 Implementasi Pendidikan Multikulturalisme……6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………. 8

3.2 Saran…………………………………………………………….9

3.3 Ucapan Terima Kasih……………………………….……9

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………… .10

ABSTRAK

Perkembangan masyarakat yang sangat dinamis serta masalah-masalah sosial yang dewasa ini terus berkembang membutuhkan perhatian dan kepekaan dari seluruh elemen bangsa tidak hanya dari para pakar dan pemerhati masalah sosial namun juga dunia pendidikan yang punya peran sangat strategis sebagai wahana dan “agent of change” bagi masyarakat. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan di Indonesia baik melalui substansi maupun model pembelajaran. Hal ini dipandang penting untuk memberikan pembekalan dan membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian serta melatih kepekaan peserta didik dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial sosial yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.

Kata kunci: pendidikan; masalah sosial; multikulturalisme.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. Hal ini sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia Bhineka Tunggal Ika yang ditandai dengan keragaman suku, agama, bahasa, seni, dan budaya. Indonesia merupakan bangsa dan negara dengan tingkat kemajemukan yang paling tinggi di dunia. Kemajemukan bangsa dan masyarakat Indonesia setidak-tidaknya meliputi hal-hal sebagai berikut: Secara geografis, terdiri atas 13.000 pulau baik yang dihuni maupun yang tidak (‘Ainul Yaqin,2007:4). Secara etnik, Indonesia terdapat 500 suku bangsa (Suparlan 2001). Fenomena tersebut berpengaruh terhadap interaksi pada masyarakatnya. Multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, dan kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya di dalam masyarakat yang bersangkutan. Pada kehidupan sehari-hari, interaksi itu dapat menimbulkan berbagai permasalahan, sehingga diperlukan suatu pemahaman atau pandangan yang dapat menyerasikan atau mengharmonisasikan interaksi dari seluruh keberagaman itu.

Oleh karena itu, dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia terutama

agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.

1.2 Perumusan Masalah

Dari masalah yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa perumusan masalah sebagai berikut:

1)      Apa pengertian multikulturalisme?

2)      Apakah tujuan pendidikan multikulturalisme?

3)      Bagaimanakah implementasi pendidikan multikulturalisme di dalam dunia

pendidikan?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk memberikan paparan mengenai pentingnya pendidikan multikulturalisme di Indonesia guna memberikan pembekalan dan membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian serta melatih kepekaan peserta didik dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.

1.4 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada makalah ini adalah studi pustaka. Hal yang penulis lakukan adalah mencari literatur melalui buku dan internet yang memiliki keterkaitan dengan topik makalah ini dan menjadikannya sebagai wacana untuk memperluas pengetahuan tentang tema yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara objektif.

1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut. Bab 1: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan, metode, dan sistematika penulisan.

Bab 2: Pembahasan terdiri dari pengertian multikulturalisme, tujuan pendidikan multikulturalisme, implementasi pendidikan multikulturalisme

Bab 3: Penutup terdiri dari kesimpulan, saran, ucapan terima kasih dan daftar pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Multikulturalisme

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(2008:415),kata multi berarti ‘banyak, lebih dari satu, dan berbeda-beda (heterogen)’, sedangkan kultur berarti ‘kebudayaan’ dan kulturalisme adalah ‘pandangan tentang kebudayaan’. Dalam multikulturalisme juga terdapat pengertian banyak dan berbeda, tetapi sekaligus dengan pengakuan yang sama. Multikulturalisme dipandang sebagai konsep sebagai hubungan antarbudaya yang positif (pada umumnya) yang dapat mengatasi masalah dalam masyarakat plural. Oleh karena itu, multikulturalisme dianggap perlu disosialisasikan dan lalu dikaji secara kritis dalam proses pendidikan, yang juga diupayakan “berkurikulum” multikulturalisme. Kajian kritis memungkinkan modifikasi, pengembangan, dan penerapan jenis multikulturalisme yang paling tepat dan kontekstual bagi suatu masyarakat.

Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan (Pupu Saeful Rahmat,2008), multikul turalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman dengan alasan multikulturalisme merupakan sebuah ideologi yang mengagungkan perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.

2.2 Tujuan Pendidikan Multikulturalisme

Perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural makin memperoleh momentum pasca-runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita, namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut.

Secara umum, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menanamkan sikap simpati, hormat, apresiasif, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Pendidikan multikultural menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah membantu siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.

Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti-rasis; yang memperhatikan keterampilan-keterampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan keterampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial.

2.3 Implementasi Pendidikan Multikulturalisme

Paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesivitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian(Pupu Saeful Rahmat, 2008). Lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.

Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa (Pupu Saeful Rahmat, 2008). Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia sejak permulaan sejarahnya telah bercorak majemuk. Oleh karena itu semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu menjadi tepat untuk menggambarkan realitas ke-indonesiaan. Ungkapan itu sendiri mengisyaratkan suatu kemauan yang kuat, baik di kalangan para pendiri negara, pemimpin, maupun di kalangan rakyat, untuk mencapai suatu bangsa dan negara Indonesia yang bersatu, untuk menyatukan bangsa dan negara Indonesia dibutuhkan pendidikan multikulturalisme. Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam pendidikan formal, pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi. Dalam Pendidikan nonformal wacana ini dapat disosialisasikan melalui pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik ras suku, maupun agama antar anggota masyarakat. Wacana pendidikan multikultural ini dapat juga diimplementasikan dalam lingkup keluarga. Keluarga sebagai institusi sosial terkecil

dalam masyarakat, merupakan media pembelajaran yang paling efektif dalam proses internalisasi dan transformasi nilai, serta sosialisasi terhadap anggota keluarga.

3.2 Saran

Dalam menyikapi kemajemukan bangsa, pendekatan sentralistik dan totalitarian sebaiknya ditinggalkan. Sikap yang melihat perubahan (change), ketidakpastian (indeterminancy,) dan ketidakberaturan (disorder) sebagai sesuatu yang menakutkan, sudah masanya ditinggalkan. Cara-cara pengendalian melalui pendekatan keamanan, keseragaman, keberaturan total, sudah tidak dapat lagi dipertahankan. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah konsep pendidikan multikulturalisme dalam menyikapi kemajemukan bangsa

3.3 Ucapan Terima Kasih

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan YME, semua orang yang telah memberi berbagai motivasi ataupun materi selama pengerjaan makalah ini, antara lain: Ibu Mayang Sari, yang selama ini telah memberikan materi dan arahan-arahan yang bermanfaat, Orang tua penulis, yang telah memberikan berbagai motivasi, dan tak lupa pula kepada seluruh teman-teman yang senantiasa menghibur dan memberikan dukungan yang terus menerus mengalir hingga makalah ini dapat terselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Bertens. K, Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Charris Zubair, Achmad, “Membangun Kesadaran Etika Multikulturalisme di Indonesia”http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewFile/18/15 (Agustus 2003)

Dewi, Ismala, dkk., Buku Ajar II Manusia, Akhlak, Budi Pekerti, dan Masyarakat Jakarta: Universitas Indonesia(UI-Press), 2009.

SMAN 1 Pakel, “Manusia sebagai makhluk Individu dan Makhluk Sosial”www.madingsman1pakel.co.cc/2009/07/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan.html (11 Oktober 2009)

Sen, Amartya, Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas. (Jakarta: W.W.Norton dan Company Inc.New York, 2006)

Zaenal Fanani, Ahmad, “ Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam” http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/WACANA%20HUKUM%20ISLAM/TEORI%20KEADILAN%20PERSPEKTIF%20FILSAFAT%20HUKUM%20ISLAM.pdf (9 Oktober 2009)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional.

Zubaidi, Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jakarta: Pustaka Pelajar,2005.

Leave a comment