Archive for HOME GROUP 5

Makalah multikulturalisme Oleh Annisa-0906553160

PERANAN MAMAK DAN KEMENAKAN DALAM KEBUDAYAAN MINANGKABAU: MULTIKULTURALISME

Annisa, 0906553160

KELAS MPKT-22

HOME GROUP 5

Makalah Awal bagi Topik Multikulturalisme

Untuk Mata Kuliah

Program Dasar Perguruan Tinggi

Fakultas Teknik

Universitas Indonesia

2009

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya pada kita sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah  dengan topik multikulturalisme.

Tugas makalah ini penulis buat guna melengkapi sebagian dari tugas MPK-Terintegrasi. Dalam makalah ini disajikan secara ringkas mengenai kebudayaan masyarakat Minangkabau  tentang mamak dan kemenakan.

Dalam makalah ini pula terdapat peranan dan fungsi  kebudayaan Minangkabau yang ada di Indonesia. Secara garis besar, makalah ini lebih menekankan pada pemahaman  mengenai apa itu mamak dan kemenakan  itu sendiri sehingga tidak timbul persepsi maupun paradigma-paradigma yang yang tidak tepat mengenai kebudayaan Minangkabau.

Penulisan makalah ini tidak akan mungkin terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kelas MPKT22 yang telah memberi inspirasi dan dukungan dalam pembuatan makalah ini, Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada dosen MPKT kami, Mayang Sari, yang telah rela meluangkan waktunya untuk berdiskusi dalam pembelajaran MPKT. Begitu pula pada kedua orang tua penulis yang senantiasa memotivasi untuk menyelesikan makalah ini, dan berbagai pihak lain yang tidak mungkin penulis sebut satu per satu. Sekali lagi, terima kasih.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini, masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala bentuk masukan dan kritik  demi perbaikan di masa, mendatang sungguh diharapkan dan akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat.

Depok, 12 November 2009

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………….. iii

ABSTRAK……………………………………………………………………………………………………… iv

BAB I   PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang………………………………………………………………………………………… 1

1.2.   Rumusan masalah…………………………………………………………………………………….. 2

1.3.   Tujuan Penulisan……………………………………………………………………………………… 2

1.4.   Manfaat Penulisan……………………………………………………………………………………. 2

BAB II   PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian Mamak dan Kemenakan…………………………………………………………….. 3

2.2.  Fungsi Mamak dalam Kehidupan Tradisional Minangkabau…………………………… 5

2.3. Peranan Mamak Terhadap Kemenakan Dalam Kebudayaan Minangkabau………. 9

2.4 Hubungan Antara Mamak dan Kemenakan…………………………………………………… 11

2.4.1 Perkawinan……………………………………………………………………………………………… 11

2.4.2 Kematian…………………………………………………………………………………………………. 12

2.4.3 Alek-alek Nagari………………………………………………………………………………………. 13

2.4.4 Harta Pusaka Tinggi………………………………………………………………………………….. 13

BAB III   PENUTUP

3.1.  Kesimpulan………………………………………………………………………………………………. 14

3.2. Saran………………………………………………………………………………………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………. 15

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir ini banyak budaya kita yang di klaim oleh negara lain, dan itu membuat masyarakat Indonesia marah dan resah  karna kelakuan negara tersebut. Banyaknya suku bangsa dan kebudayaan yang beranekaragam di Indonesia adalah suatu sifat dari bangsa Indonesia yang kita banggakan. Salah satunya, Kebudayaan masyarakat Minangkabau (mamak dan kemenakan)  yang telah menjadi tradisi turun temurun haruslah senantiasa diwariskan ke generasi selanjutnya agar tidak punah dan di klaim oleh negara lain.

Kata kunci: Kebudayaan; Tradisi; Mamak dan Kemenakan; Multikulturalisme

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang besar dan luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan lautan yang membentang luas. Hal ini menyebabkan masyarakat di negara kita sangat beraneka ragam. Dari mulai tata cara hidup, bahasa, agama, kebiasaan, adat istiadat serta budaya yang ada. Keanekaragaman inilah yang disebut dengan multikultural. Paham yang menganut tentang adanya banyak kebudayaan disebut multikulturalisme. Orang minangkabau yang merupakan satu dari kelompok etnis utama Indonesia yang menempati bagian tengah pulau Sumatera sebagai kampung halamannya, yang bagian besarnya sekarang adalah Sumatera Barat. Masyarakat Minangkabau sering digambarkan sebagai suatu masyarakat egaliter, artinya mereka memandang bahwa pada dasarnya setiap manusia adalah sama. Separti yang diungkapkan oleh doktrin tagak samo tinggi, duduk samo randah (tegak sama tinggi, duduk sama rendah). Mengenai hubungan mamak dan kemenakan dalam kebudayaan Minangkabau merupakan hubungan pertalian darah. Tali darah tersebut adalah hubungan antara seorang anak dengan saudara laki-laki ibunya, atau hubungan seorang laki-laki dengan anak-anak saudara perempuannya (AA. Navis,  1984; 222). Sistem kekerabatan di Minangkabau adalah matrilinal, yaitu garis keturunan dihitung menurut garis keturunan ibu, dalam arti anak-anak yang dilahirkan akan memakai suku ibunya.

1.1 Perumusan Masalah

Masalah yang dibahas pada makalah ini adalah kebudayaan masyarakat Minangkabau, mamak dan kemenakan yang merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia. Dalam makalah ini kami akan membahas apa itu mamak dan kemenakan?

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi mengenai perubahan sosial budaya dan akibatnya terhadap kehidupan di Minangkabau. Akibat perubahan tersebut, kita akan dapat mengetahui sajauh mana peranan mamak yang dulunya sangat berperan dalam sebuah keluarga dan sekarang bagaimana peranan itu.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat-manfaat dari makalah ini bagi masyarakat umumnya dan bagi masyarakat Minangkabau khususnya yaitu:

  1. mengenal lebih jauh apa yang dimaksud dengan mamak dan kemenakan .
  2. mengenal secara mendalam peranan mamak dan kemenakan.
  3. menambah wawasan kajian tentang kebudayaan masyarakat Minangkabau,   mamak dan kemenakan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Mamak dan Kemenakan

Suku bangsa Minangkabau atau lazimnya disebut orang Minang, merupakan kelompok suku bangsa yang mendiami wilayah Sumatera Barat. Berbicara mengenai Minangkabau bukanlah berarti menonjolkan sukuisme, tetapi membicarakan salah satu dari banyak suku bangsa di Indonesia serta membicarakan salah satu corak dari kebudayaan nasional yang Bhineka Tunggal Ika. Propinsi Sumatera Barat adalah salah satu propinsi menurut administratif Pemerintahan RI, sedangkan Minangkabau adalah teritorial menurut kultur Minangkabau yang daerahnya jauh lebih luas dari Sumatera Barat sebagai salah satu propinsi. Teritorial dari Minangkabau yang disebut di dalam adat barih babeh Minagkabau ialah jauh yang bisa ditunjukkan, dekat yang bisa dipegang, setitik tidak akan hilang, sebaris tidak akan lupa, jika hilang tulisan di batu, tulisan di lembaga tinggal juga.

Dalam masyarakat Minangkabau hubungan kekerabatan antara seorang anak dengan saudara laki-laki ibunya, disebut dengan istilah setempat hubungan kekerabatan “mamak dengan kemenakan”. Walaupun organisasi masyarakat Minangkabau berdasarkan garis keturunan ibu, namun yang berkuasa di dalam kesatuan-kesatuan tersebut selalu orang laki-laki dari garis ibu. Hanya saja, kekuasaan selalu didasarkan atas mufakat seperti bunyi pepatah Minang, kamanakan ba rajo ka mamak, mamak ba rajo ka mufakat artinya ‘kemenakan beraja kepada mamak, mamak beraja ke mufakat’.

Mamak merupakan pemimpin, oleh sebab itu pengertian mamak pada setiap laki-laki yang lebih tua juga berarti pertanyaan bahwa yang muda memandang yang lebih tua menjadi pimpinannya. Di manapun juga di Minangkabau, anak kemenakan amat segan kepada seorang mamaknya, bahkan dia akan lebih patuh kepada mamaknya dari pada perangkat pemerintah di desanya. Sesuai dengan fungsi dan tugasnya dalam kekerabatan garis keturunan ibu, maka yang disebut mamak dapat diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu:

1)                  mamak rumah adalah saudara sekandung laki-laki ibu atau garis ibu yang terpilih menjadi wakil pembimbing anggota garis ibu yang terdekat. Mamak rumah ini disebut juga “Tungganai” dan dipanggil dengan istilah Datuak (yang mulia). (Kuncaraningkrat: 1981, 244-246)

2)           mamak kaum adalah seseorang dipilih diantara beberapa mamak rumah atau tungganai (mamak rumah) yang terkait dalam hubungan darah (geneologis) yang disebut kaum, sehingga mamak kaum disamping berfungsi sebagai mamak bagi keluarga (paruik) juga bertugas mengurus kepentingan-kepentingan kaum.

3)          mamak suku, yaitu yang menjadi pimpinan suku. Apabila sebuah mamak bagi keluarga (paruik) anggota-anggotanya berkembang begitu banyaknya sehingga timbullah cabang dari paruik-paruik itu sebagai kesatuan baru, dan apabila itu terus berkembang lebih jauh lagi sepanjang perjalanan masa, maka akhirnya kita menjumpai suatu lingkungan yang anggotanya satu sama lain diikat oleh pertalian darah menurut garis ibu. Jadi lingkungan ini dipimpin oleh mamak suku.                                                                                                                                             Kemenakan menurut adat Minangkabau ada bermacam-macam pula jenisnya. Kemenakan yang dimaksud disini adalah kemenakan yang ada hubungan darah, baik yang dekat atau yang jauh, yang menurut adat dikatakan jaraknya “nan sejangka, anan saeto, dan nan sadapo” (yang sejengkal, yang sehasta, dan yang sedepa). Ada empat jenis kemenakan sepanjang adat, yaitu:

  1. kemenakan batali darah yaitu kemenakan-kemenakan yang mempunyai garis keturunan dengan mamak.
  2. kemenakan bertali akar  yaitu kemenakan dari garis yang sudah jauh atau dari belahan kaum itu yang sudah menetap di kampung lain.
  3. kemenakan bertali emas yaitu kemenakan yang tidak berhak menerima warisan gelas pusaka tetapi mungkin dapat menerima harta warisan jika diwasiatkan kepadanya karena memandang jasa-jasanya atau disebabkan uangnya.
  4. Kemenakan bertali budi yaitu  dapat dicontohkan satu keluarga yang datang ke suatu daerah dan  mengaku mamak pada seorang mamak dalam kampung itu. Ia diterima dan ia melakukan tugas-tugas seperti kemenakan yang biasa.

2.2 Fungsi Mamak Dalam Kehidupan Tradisional Minangkabau

Dalam sistim matrilineal, garis keturunan masyarakat Minangkabau menurut garis ibu, anak dan mamak. Berarti posisi ayah tetap anggota keluarga dari kaum ia di mana berasal, dan merupakan keluarga lain dari istri dan anaknya. Mamak memegang peranan yang penting dalam kaumnya.                                                                 Jadi, walaupun organisasi masyarakat Minangkabau berdasarkan garis ibu, namun yang berkuasa di dalam kesatuan tersebut adalah orang laki-laki dari garis ibu yaitu mamak. Hubungan mamak dan kemenakan secara sederhana dapat dibedakan atas:                                                                                                                    1. hubungan pusaka dan sako                                                                                         2. Hubungan sosial                                                                                                                  Mamak adalah pengurus dalam pengembangan harta pusaka yang dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan kaumnya. Di dalam upacara adat, antara mamak dan kemenakannya mempunyai tugas-tugas tertentu sesuai dengan statusnya masing-masing.                                                                                            Hubungan keluar kaum baik dengan kampung maupun dengan nagari dilakukan oleh mamak rumah (tungganai). Mamak rumahlah yang menjadi penanggung jawab utama hubungan kaumnya dengan dunia luar. Integrasi solidaritasnya dan identitas mamak kemenakan utuh dan bulat.                                          Menyinggung masalah fungsi mamak dalam kehidupan tradisional Minangkabau tidak luput dari pada aspek tata kelakuan dalam kehidupan mamak dan kemenakan. Tata kelakuan tersebut tercermin dalam pola tingkah laku keseharian. Beberapa tata kelakuan antara mamak dengan kemenakan tercermin dalam bidang pendidikan, ekonomi keluarga, dan sosial budaya.

Bidang Pendidikan Mamak bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan formal dan pendidikan agama kemenakannya. Sselain itu, mamak juga menyelenggarakan latihan-latihan keterampilan bagi kemenakannya dalam hal yang berhubungan dengan adat istiadat, seperti melakukan persembahan dan pidato adat istiadat dalam pertemuan-pertemuan tidak resmi. Mamak pun bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan kerumah tanggaan kemenakannya yang telah dewasa, antara lain bagaimana hidup berumah tangga, hak dan kewajiban sebagai urang sumando dan lainnya.                                                                                                      Pola tingkah laku yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan masalah pendidikan ini, bahwa mamak selalu menanyakan tentang perkembangan jalannya pendidikan kemenakannya baik pendidikan formal maupun nonformal, lebih-lebih pendidikan agama. Selanjutnya, mamak juga menanyakan kebutuhan-kebutuhan materil pendidikan kemenakannya misalnya uang sekolah, beli buku-buku pelajaran sekolah maupun buku-buku pelajaran agama seperti Al-Quran dan lain-lainnya. Begitu pula halnya dengan kebutuhan akan belanja sekolah kemenakannya, mamak juga memberi sekedar uang saku untuk belanja ke sekolah kemenakannya.                                                                                              Dalam upacara-upacara adat misalnya perkawinan, acara perundingan antarnagari, mamak (termasuk pimpinan suku) selalu memberi kesempatan kepada kemenakannya untuk mencoba ikut aktif dalam acara-acara tersebut. Seluruhnya tak lain dimaksudnya untuk mendidik kemenakannya agar mandiri dan dapat mengembangkan wawasan berfikir ke arah kehidupan bermasyarakat, agar suatu saat bila kemenakannya nanti telah dewasa dapat menjadi pemimpin yang disegani orang.

Bidang Ekonomi Keluarga Sejak kecil, mamak telah mengikutsertakan kemenakannya dalam kegiatan-kegiatan produktif di sawah dan ladang, seperti membajak, mencangkul, menjaga air sawah, menanam padi, menyiang, dan memetik hasil. Hal semacam ini akan berguna sekali bagi kemenakannya karena dapat mengetahui seluk beluk hal pertanian. Jadi, secara tak langsung mamak akan memberikan tanggung jawab pada kemenakannya (sesuai dengan umur dan kemampuannya) dalam menyelenggarakan kehidupan ekonomi dalam peningkatan kehidupan keluarga nantinya.                                                                                                                                                                                                                                                               Selain itu, mamak sejak dini juga menanamkan kepada kemenakannya cara hidup yang hemat dan bekerja keras, seperti dengan memelihara perlengkapan alat-alat perekonomian yang dipakai dalam pertanian seperti cangkul, sabit, bajak, ternak, sehingga tetap selalu terpelihara dengan baik dan siap pakai.                                                                                                                           Dalam hal rumah tangga ini, tingkah laku yang sering dilakukan seorang mamak adalah menanyakan kepada kemenakannya tentang keadaan-keadaan keseharian di rumah tangga kemenakannya, misalnya bagaimana keadaan pertaniannya, persediaan padi serta peralatan pertanian yang dimiliki. Bila ada kekurangan-kekurangan dalam hal tersebut, maka bantuan moril dan materil akan dilakukan mamak kepada kemenakannya. Begitu juga dengan kemenakannya yang ada di rantau, mamak juga menanyankan keadaan perkembangan usaha perdagangan kemenakannya dan jika ada kesulitan, mamak akan turun tangan membantu secara moril dan materil demi lancarnya usaha kemenakan tersebut.

Kehidupan Sosial Budaya Di dalam kehidupan sosial keluarga, peranan dan fungsi mamak cukup besar sekali, misalnya dalam hal mencarikan jodoh kemenakannya. Banyak hal yang harus dikaji dalam pencarian jodoh dan melibatkan generasi tua, terutama sekali mamak. Setiap keputusan yang diambil harus melalui musyawarah dengan mamak. Dasar yang paling penting jodoh untuk kemenakannya adalah orang yang tahu dengan agama. Kaya atau miskin tidak jadi permasalahan, yang penting berasal dari keluarga yang baik-baik.                                                                                                 Dapat dikatakan bahwa dari semua uraian  di atas bahwa peranan dan tanggung jawab sosok mamak di Minangkabau seolah-olah bapak bagi keluarga Minangkabau dan dapat dipahami adanya hubungan tersendiri antara mamak engan kemenakan maupun sebaliknya. Akan tetapi, tidaklah dapat beranggapan bahwa sibapak dapat melepaskan diri sari tanggung jawab moril terhadap anak-ankanya. Hal ini sebenarnya salah anggapan sebab dalam kato pusako Undang-Undang Nan Ampek kita dapat menjumpai pedoman yang jadi dasar bagi kehidupan keluarga di Minangkabau, yaitu “anak dipangku, kemenakan dibimbiang”.                                                                                                                             Demikianlah mamak berkewajiban memelihara saudara perempuan beserta  anaknya dan juga harus memperhatikan keselamatan harta pusaka kaum yang notabene berada di bawah pengawasannya. Mamak juga pelaksana dari kepentingan materil keluarga baik terhadap wanita dan anak-anaknya yang belum dewasa maupun terhadap orang tua yang tidak kuat lagi mencari nafkah juga terhadap anggota kaumnya yang ditimpa kemalangan atau yang sedang sakit.

2.3 Peranan Mamak Terhadap Kemenakan Dalam Kebudayaan Minangkabau

Dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat ada pula tingkat-tingkat pimpinan itu mulai dari rumah tangga, kaum dak persukuan. Kalau dalam rumah tangga, akan dipilih salah seorangdari anggota keluarga yang lebih tuasebagai mamak rumah (tungganai). Begitu juga dalam kaum, maka akan ada pemimpinnya yang disebut dengan mamak kaum. Sedangkan dalam persukuan juga ada yang dipanggil dengan mamak kaum atau datuk.

Adapun tugas dari pimpinan itu tidak lain untuk memperhatikan anak kemenakan yang dalam pepatah minangkabau diibaratkan dengan “siang manyilau, malam mandanga-dangakan” (siang melihat-lihat, malam mendengar-dengarkan). Dengan demikian, cukup berat tanggung jawab seorang mamak di Minangkabau, dan apabila kita perhatikan lagi peranannya, mamak itu mempunyai peranan ganda, seperti apa yang diungkapkan dalam pepatah di bawah ini:

“Kaluak paku kacang balimbiang
Daun bakuang lenggang-lenggangkan
Anak dipangku kamanakan dibimbiang
Urang kampuang dipatenggangkan”.

Ungkapan di atas memberikan gambaran bahwa seorang laki-laki di Minangkabau mempunyai peranan sebagai mamak, sebab mereka selain mempunyai tanggung jawab terhadap anak isterinya,  juga dibebankan lagi tanggung jawab terhadap kemenakan.                                                                                    Dalam kebudayaan tradisional Minangkabau bahwa kekuasaan seorang mamak terhadap anak kemenakan tidak dapat dibantah, seperti pada ungkapan ini “kamanakan saparintah mamak” yang jelas apapun keputusan yang digariskan oleh mamak maka anak kemenakan tidak boleh membantah apalagi melanggarnya.                                                                                                       Keputusan mamak itu ada dasarnya, misalnya dalam perkawinan, mamaklah yang mencarikan jodoh kemenakan. Pada prinsipnya seorang mamak dalam mencarikan jodoh kemenakannya, akan menelusuri asal-usul keturunan seseorang. Sebaliknya dalam berumah tangga, tanggung jawab terhadap anak kemenakan secara ekonomi juga dipikul oleh mamak, sedangkan seorang bapak tidak dapat berbuat banyak terhadap anak-anaknya. Mereka hanya diibaratkan sebagai “abu di atas tunggul” dan mereka hanya dianggap sebagai pemberi keturunan. Untuk itulah seorang mamak tadi mempunyai peran yang menentukan.

2.4 Hubungan Antara Mamak dan Kemenakan

2.4.1 Perkawinan

Dalam masyarakat Minangkabau, perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan tidak hanya mengikat di antara mereka berdua, karena di antara kedua keluarga juga ikut terlibat di dalamnya. Di sini akan terjadi hubungan seperti ipar dan bisan, bako dengan baki dan sebagainya. Perkawinan dalam masyarakat Minangkabau juga merupakan masa peralihan dari masa remaja ke masa dewasa (perkawinan).

Sebelum pesta perkawinan dimulai, ada suatu kegiatan yakni anak kemenakan yang bersangkutan terlebih dahulu diberi nasehat oleh mamak. Adapun nasehat-nasehat itu berupa petuah-petuah yang dipakai nanti dalam rumah tangga, biasanya berisikan tentang sopan santun terhadap mertua, orang sekampung dan tetangga sekitarnya. Begitu juga dalam acara perkawinan, kehadiran mamak sebagai tuan rumah adalah penting, karena di saat inilah keberadaan dan wibawa seorang mamak akan kelihatan.

Bila kenyataan ini tidak diperbuat oleh anak kemenakan yang akan berkeluarga, maka orang lainpun akan meremehkan keluarga tersebut. Dalam kenyataan sehari-hari ada juga beberapa keluarga yang melakukan acara perkawinan tanpa melibatkan saudara laki-laki ibunya, tentunya dalm hal ini ada beberapa alasan yang dikemukakan seperti telah terjadi hubungan yang tidak baik antara mamak dengan kemenakan atau memang mamak itu yang sudah tidak ada.

Bagi mereka yang tidak mempunyai mamak, mereka tetap juga memerlukan anggota lain untuk hadir di saat acara perkawinan misalnya di Minangkabau dikenal juga “mamak jauh” maka peranan mereka juga akan nampak dalam hal ini.

2.4.2 Kematian

Kematian bagi masyarakat Minangkabau merupakan suatu hal yang tidak lepass dari urusan ayah, ibu dan saudara-saudaranya, akan tetapi juga melibatkan anggota kaum yang lainnya. Dalam hal ini yang pertama sekali yang harus diberitahu adalah saudara laki-laki ibunya, yakni “mamak”.Sebelum dimakamkan, terlebih dahulu mamak akan berunding dengan pihak orang tua atau saudara serta kaum kerabat, di mana almarhumah akan dimakamkan.

Dalam hal acara penguburan, para anak  kemenakan khususnya laki-laki diharapkan sekali kehadirannya, terutama untuk pekerjaan penggalian kuburan sampai pemakaman. Proses penguburan bagi masyarakat Minangkabau tidak hanya dilakukan oleh anggota kaum kerabat, tetapi juga melibatkan anggota kaum kerabat, tetapi juga melibatkan anggota kaum kerabat lainnya. Keterlibatan anggota kaum lain merupakan suatu sifat bagi masyarakat Minangkabau yang dikenal dengan istilah “gotong royong”. Sebab, bila mereka telah sering melakukan hal itu, maka suatu hari jika mereka mendapatkan kemalangan maka orang lain akan datang pula menguburkannya.

2.4.3 Alek-alek Nagari

Dalam masyarakat Minangkabau kita mengenal acara-acara “alek nagari” yakni mengadakan keramaian nagari. Biasanya keramaian nagari itu berupa penampilan-penampilan kesenian nagari seperti randai, saluang, rabab, dan kesenian-kesenian lainnya. Dalam kegiatan di atas  jelas akan terlihat hubungan antara anak kemenakan dengan para mamak yang ada di kampung.

2.4.4 Harta Pusaka Tinggi

Harta pusaka tinggi di Minangkabau merupakan harta yang diperoleh secara turun temurun. Dalam adat Minangkabau disebutkan “dari niniak ke mamak dari mamak turun ke kamanakan”, dan pada prinsipnya harta tersebut tidak dapat diperjual belikan.

Peranan seorang mamak dalam hal harta pusaka sangatlah penting, karena harta tersebut selain kebanggaan suku juga merupakan status sosial bagi kaum yang memilikinya. Sebab bila kaum mempunyai harta pusaka yang banyak orang dikampung tetapi tetap menghormatinya. Sebaliknya bila suatu kaum tidak mempunyai harta pusaka maka otomatis status sosialnya disuatu kampung akan berkurang.

Bagi masyarakat Minangkabau dewasa ini, masalah harta pusaka telah ada yang terjual, hal itu disebabkan oleh kurangnya peranan mamak dewasa ini. Kemungkinan lain, dalam perkauman itu memang sudah tidak ada lagi sehingga para anak kemenakan telah berani untuk memperjualbelikannya. Masalah ini telah banyak terjadi di daerah-daerah pinggiran jalan, karena bagi si penguasa tanah akan tergiur dengan harga tanah yang makin tinggi.

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Ada dua hal dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

1)        Mamak adalah orang yang memimpin kemenakan.

2)        Mamak dan kemenakan memiliki peranan yang berbeda-beda namun berhubungan satu sama lain.

3.2       Saran

Mamak dan kemenakan hendaknya menjalin hubungan yang harmonis agar menciptakan generasi yang baik kelak karena adanya pergiliran keturunan. Baik kemenakan laki-laki maupun perempuan haruslah menghormati mamaknya dan mamak haruslah menghargai kemenakannya.

DAFTAR PUSTAKA

Bangun, Payung. 1993. Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional. Makalah Pada Kongres Kebudayaan, Depdikbud.

Esten, Mursal. 1993. Minagkabau, Tradisi dan Perubahan. Padang: Angkasa Raya.

Nasroen, M. 1974. Dasar Falsafah Adat Mminangkabau. Jakarta: CV. Penerbit      Pasaman.

Navis, AA. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru A dat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: PT.Gramedia.

Rudito, Bambang. 1991. Adaptasi Sosial Budaya Masyarakat Minangkabau. Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas.

Zaidan, Nur Anas, Drs. 1984. Sistim Kepimpinan di Dalam Masyarakat Pedesaan  Sumatera Barat. Proyek IDKD Sumatera Barat.

Zulkarnain. 1997. Budaya Alam Minangkabau. Bukittinggi: Usaha Ikhlas.

LTM Annisa-0906553160

GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI INDONESIA

Oleh Annisa, 0906553160

Negara bagaikan suatu organisme. Ia tidak bisa hidup sendiri. Keberlangsungan hidupnya ikut dipengaruhi juga oleh negara-negara lain, terutama negara-negara tetangganya atau negara yang berada dalam satu kawasan dengannya. Untuk itulah diperlukan satu sistem perpolitikan yang mengatur hubungan antar negara-negara yang letaknya berdekatan di atas permukaan planet Bumi ini. Sistem politik tersebut dinamakan ‘Geopolitik’, yang mutlak dimiliki dan diterapkan oleh setiap negara dalam melakukan interaksi dengan sesama negara di sekitarnya, tak terkecuali Indonesia. Indonesia pun harus memiliki sistem geopolitik yang cocok diterapkan dengan kondisi kepulauannya yang unik. Hanya sedikit negara di dunia, yang bila dilihat dari segi geografis, memiliki kesamaan dengan Indonesia. Negara-negara kepulauan di dunia, seperti Jepang dan Filipina, masih kalah bila dibandingkan dengan negara kepulauan Indonesia. Ada beberapa jenis kondisi geografis bangsa Indonesia. Yaitu kondisi fisis, serta kondisi Indonesia ditinjau dari lokasinya.

  1. Kondisi Fisikal Indonesia; Yakni bila dilihat dari letak geografis, posisi silang, iklim, sumber daya alam, faktor-faktor sosial politik.
  2. Lokasi Fisikal Indonesia; Keberadaan pada lokasi ini adalah faktor geopolitik utama yang mempengaruhi perpolitikan di Indonesia. Berdasarkan kondisi fisikal, negara Indonesia berada pada dua benua yang dihuni oleh berbagai bangsa yang memiliki karakteristik masing-masing, yaitu benua Asia dan Australia. Selain itu, Indonesia pun berada di antara dua samudera yang menjadi jalur perhubungan barbagai bangsa, yaitu Samudera Pasifik dan Hindia.

Geopolitik secara etimologi berasal dari kata geo (bahasa Yunani) yang berarti bumi yang menjadi wilayah hidup. Sedangkan politik dari kata polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau negara ; dan teia yang berarti urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa (Sunarso, 2006: 195). Sebagai acuan bersama, geopolitik dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa. Frederich Ratzel mengenalkan istilah ilmu bumi politik (political geography), Rudolf Kjellen menyebut geographical politic dan disingkat geopolitik.

Unsur utama Geopolitik:

  1. Konsepsi ruang diperkenalkan Karl Haushofer menyimpulkan bahwa ruang merupakan     wadah dinamika politik dan militer, teori ini disebut pula teori kombinasi ruang dan kekuatan.
  2. Konsepsi frontier (batas imajiner dari dua negara).
  3. Konsepsi politik kekuatan yag terkait dengan kepentingan nasional.
  4. Konsepsi keamanan negars dan bangsa sama dengan konsep ketahanan nasional
    Geopolitik Indonesia.
  5. Wawasan Nusantara tidak mengandung unsur-unsur ekspansionisme maupun kekerasan.
  6. Geostrategi Indonesia diartikan pula sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945.
  7. Cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945, yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bermartabat serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaannya dalam mencapai tujuan nasional.

Daftar Pustaka

Bahar, Safroedin. 1984. Pengantar kewiraan. Jakarta: Paguyuban Widyani, Akademi Akuntansi dan Perbankan “Perbanas”.

Soemiarno, Slamet, dkk. 2009.  Buku Ajar III, Bangsa, Budaya, dan Lingkungan Hidup di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sunardi, R.M. 2004. Pembinaan ketahanan bangsa dalam rangka memperkokoh keutuhan  Negara Kesatuan Republik Indonesia: teori ketahanan nasional, geostrategi  Indonesia, dan ketahanan regional. Jakarta: Kuaternita Adidarma.

LTM Annisa-0906553160

Agama, Tradisi, dan Budaya

Oleh Annisa, 0906553160

Judul               : CULTURED! Budaya Organisassi dalam Tantangan.

Pengarang       : Dr.Djokosantoso Moeljono

Data Publikasi: Jakarta, Elex Media Komputindo

Setiap bangsa yang ada di dunia ini memiliki budaya yang berbeda, dan begitu juga dengan agama dan tradisinya. Tetapi, dengan perbedaan itu tidak seharusnya ada permusuhan di dunia ini. Dengan adanya perbedaan itu maka bisa saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Ada begitu banyak definisi tentang budaya. Stoner, dan kawan-kawan (1995) memberikan arti budaya sebagai golongan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Krech (dalam Graves, 1986) mengemukakan bahwa budaya adalah sebagai suatu pola semua susunan, baik material maupun perilaku yang sudah diadopsi masyarakat sebagai suatu cara tradisional dalam memecahkan masalah-masalah para anggotanya. Budaya di dalamnya juda termassuk semua cara yang telah terorganisasi, kepercayaan, norma, nilai-nilai budaya implisit, serta premis-premis yang mendasar dan mengandung suatu perintah.

Di Indonesia, Haryati Subadio (1985) memberikan pengertian praktis tentang budaya yaitu sebagai sistem nilai dan gagasan utama (vital). Dengan demikian budaya meliputi 3 sistem, yaitu sistem ideologi, sistem sosial, dan sistem teknologi. Selain itu, sebagai acuan pola tingkah laku, maka budaya dapat dipahami sebagai hasil cipta (logika), perasaan (estetika), kemauan (etika) manusia dan sebagai ilmu pengetahuan, eksistensi, dan praktik komunikasi.

Graves (1986) mengemukakan 3 sudut pandang berkaitan dengan budaya:

  1. Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi beroperasi, peraturan yang menekan, dan sebagainya.
  2. Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam organisasi, misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisassi yang terdesentralisasi.
  3. Budaya merupakan produk sikap orang-orang dalam pekerjaan mereka, hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu dengan organisasi.

Masing-masing pendekatan memperlakukan budaya sebagai sesuatu yang objektif, seolah setiap orang bisa mengobservasi fenomena yang sama.

Agama, Budaya dan Masyarakat jelas tidak akan berdiri sendiri, ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya; selaras dalam menciptakan ataupun kemudian saling menegasikan.

Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Dan dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.



LTM Annisa-0906553160

NILAI KEJUJURAN, KEGELISAHAN, dan TANGGUNG JAWAB

Oleh Annisa, 0906553160

Judul                           : Pendidikan Budi Pekerti

Pengarang                   : Paul Suparno, dkk.

Data Publikasi             : Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Di era Globalisasi seperti sekarang ini mencari kejujuran dari setiap ucapan daan tingkah laku manusia sungguh sangat sulit, ibarat mencari jarum di atas tumpukan jerami. Di sana sini kebohongan bertaburan, rasa tidak percaya kepada orang lain selalu ada. Apa gerangan jika bukan nilai kejujuran yang semakin tergerus?

Manusia akan tumbuh dan berkembang menuju pribadi yang utuh. Satu hal penting untuk mencapai itu, manusia harus mengenal dirinya. Mengenal diri sendiri itu tidak mudah, hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang ada dalam diri manusia. Untuk mengenal diri sendiri, membutuhkan bantuan orang lain dapat berupa masukan, kritik, atau saran yang harus diterima secara terbuka. Menerima dan mengakui baik hal-hal yang positif maupun negatif adalah sebuah bentuk kejujuran.

Kejujuran diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan seseorang sesuai dengan hati nurani dan norma peraturan yang ada. Jujur berarti menepati janji atau kesanggupan, baik yang berbentuk  kata-kata maupun yang ada dalam hati. Menghindari sikap bohong, mengakui kelebihan orang lain, mengakui kekurangan, kesalahan atau keterbatasan diri sendiri, memilih cara-cara terpuji dalam menempuh ujian, tugas atau kegiatan. Kejujuran merupakan nilai yang perlu dimiliki oleh setiap orang maka perlu ditanamkan terus-menerus dalam kehidupan manusia, baik itu menyangkut sikap dan perilaku yang berhubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan keluarga, hubungan dengan masyarakat dan bangsa, maupun perilaku dan sikap terhadap alam sekitarnya.

Penanaman nilai kejujuran ini harus terus menerus dilakukan mulai dari keluarga, dan terus diasah di sekolah. Penanaman nilai kejujuran di sekolah bisa dilakukan melalui setiap aktivitas yang ada di sekolah, baik dalam hubungan antara siswa dan guru, siswa dan teman-temannya, maupun siswa dengan semua orang yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Setiap hari guru dapat mengasah kejujuran siswa melalui kegiatan pengajaran baik dalam mengungkapkan pendapat, dalam ulangan harian, dalam memberikan argumentasi dan masih banyak kegiatan lain yang dapat dijadikan sarana untuk menanamkan nilai kejujuran ini.

Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa nilai kejujuran adalah sesuatu yang baik dan benar, tidak curang, tulus serta ikhlas mengenai perkataan  maupun perbuatan seseorang. Oleh karena itu, nilai kejujuran harus dimiliki oleh setiap orang dan kejujuran menjadi faktor penting dalam pengolahan diri.