Archive for December, 2009

UNDANG-UNDANG KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN NON HAYATI

Oleh Dejarina Damayanti 0906489233

Saat ini, banyaknya kekhawatiran yang timbul terhadap hilangnya hutan tropis berasal dari meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan sebagai gudang keanekaragaman hayati. Akan tetapi pengetahuan tentang keadaan/status dan luasan keanekaragaman hayati yang hilang akibat gangguan hutan masih sangat terbatas.

Penelitian CIFOR di bidang tersebut mencakup kajian diantaranya yaitu, penentuan dampak akibat adanya gangguan seperti kegiatan pembalakan, pemanenan hasil hutan non-kayu dan fragmentasi hutan di dalam kawan konservasi keanekaragaman hayati “in situ”. Kegiatan ini bertujuan agar data yang diperoleh dari lokasi studi yang terwakili secara ecoregional dapat digeneralisasikan sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji model proses dan spasial.

Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya.

Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1990, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan dengan kegiatan: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam konteks ini, konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity) merupakan bagian tak terpisahkan dari pengertian konservasi sumberdaya alam hayati. Selain itu, dengan ratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati (Biodiversity Convention) oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994, konservasi keanekaragaman hayati telah menjadi komitmen nasional yang membutuhkan dukungan seluruh lapisan masyarakat.

Luas hutan hujan tropika di dunia hanya meliputi 7 % dari luas permukaan bumi, tetapi mengandung lebih dari 50 % total jenis yang ada di seluruh dunia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa hutan hujan tropika merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati terpenting di dunia. Laju kerusakan hutan hujan tropika yang relatif cepat telah menyebabkan tipe hutan ini menjadi pusat perhatian dunia internasional. Meskipun luas Indonesia hanya 1.3 % dari luas bumi, tetapi memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, meliputi : 10 % dari total jenis tumbuhan berbunga, 12 % dari total jenis mamalia, 16 % dari total jenis reptilia, 17 % dari total jenis burung dan 25 % dari total jenis ikan di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi pusat perhatian dunia internasional dalam hal keanekaragaman hayatinya.

DAFTAR PUSTAKA

Mc. Nelly, Jefry A. Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. 2007.

Yayasan KEHATI. Mengenal Keanekaragaman Hayati. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia. 2007.

http://groups.yahoo.com/phrase/keanekaragamanhayati

http://www.worldagroforestrycentre.org/Sea/Publications/files/…/LE0150-09.PDF

http://www.cifor.cgiar.org/publications/Html/AR-98/Bahasa/Biodiversity.html

KAJIAN PARA FILSAFAT MENGENAI FILSAFAT AKAL (RASIO)

Oleh Dejarina Damayanti 0906489233

Rasionalisme adalah pendekatan filosofis yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului, tunggal dan bebas (terlepas) dari pengamatan indrawi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa rasionalisme mempercayai bahwa akal (rasio) dapat mencapai kebenaran tanpa bantuan indrawi. Penganut paham rasionalis juga mempercayai bahwa rasa (sense) tidak dapat memberikan ataupun membawa kita kepada kebenaran yang universal.

Rene Descartes (1596 – 1650) dianggap sebagai pendiri filsafat modern dan Bapak rasionalisme. Menurut Descartes, pengetahuan indrawi bersifat kabur dan samar serta tidak memberikan gambaran dan hakekat tentang dunia diluar. Karena itu (menurut Descartes) kita harus meragukan pengamatan indrawi kita.

Teori falsafi “cogito” (Cogito Ergo Sum) Descartes mempunyai dua makna penting, yaitu : Pertama, dia meletakkan pusat sistem filsafatnya pada persoalan epistimologi yang paling fundamental, yaitu “apakah asal mula pengetahuan manusia itu?”. Kedua, Descartes menganjurkan, kita harus bergerak/memulai dengan keraguan, bukan dengan kepercayaan. (ini merupakan kebalikan sepenuhnya dari sikap St. Agustinus, dan umumnya teolog abad pertengahan yang lebih mendahulukan kepercayaan).

Pada tahun 1637, Descartes menerbitkan bukunya yang termasyhur yang berjudul “Discourse on the Method for Properly Guiding the Reason and Finding Truth in the Sciences” yang bisaanya disingkat dengan “Discourse on the Method”. Buku ini aslinya ditulis dalam bahasa Prancis dengan judul “Discours de la Methode” (uraian tentang metode) dan sengaja ditulis dalam bahasa Prancis (bukan dalam bahasa Latin) dengan tujuan agar semua kalangan intelegensia dapat membacanya walaupun mereka tidak mendapatkan pendidikan skolastik.

Disamping mengkritik pendidikan pada masa itu yang masih didominasi oleh Scholasticism, dalam buku ini, Descartes juga memperkenalkan metode baru, yang menurutnya, harus menjadi dasar bagi seluruh pendidikan dan riset sains serta filsafat. Metode itu ialah :

  1. Tidak menerima sesuatu sebagai kebenaran, jika tidak dapat dijelaskan secara rasional.
  2. Menganalisa ide-ide yang kompleks dengan menyederhanakannya dalam elemen yang konstitutif, dimana rasio dapat memahaminya secara intuitif.
  3. Me-rekonstruksi, dimulai dari ide yang simple dan bekerja secara sintetis kebagian yang kompleks.
  4. Membuat sebuah enumerasi yang akurat dan lengkap dari data permasalahan, dengan menggunakan langkah-langkah, baik yang deduktif maupun yang induktif.

Selain menawarkan metode baru bagi dunia pendidikan, sains dan filsafat, buku ini (discours) juga memuat tiga essai sebagai tambahan dilengkapi dengan contoh-contoh dari penelitian ilmiah yang telah dilakukannya, yaitu pertama adalah masalah optik, Descartes menjelaskan hukum pelengkungan cahaya. Dia juga mempersoalkan masalah lensa dan berbagai alat-alat optik, melukiskan fungsi mata dan berbagai kelainan-kelainannya serta juga menggambarkan teori cahaya. Kedua masalah meteorology, dia membicarakan masalah awan, hujan, angin, serta penjelasan yang tepat mengenai pelangi. Adapun yang ketiga adalah masalah geometri, Descartes mempersembahkan sumbangan yang paling penting, yaitu penemuannya tentang geometri analitis, yang merupakan langkah kemajuan yang besar di bidang matematika dan menjadi jalan buat Newton menemukan kalkulus.

Tokoh rasionalisme selain Descartes adalah Baruch Spinoza (1632 – 1677). Bagi Spinoza, tidak ada hal yang tidak dapat ditembus oleh rasio (akal) manusia, karena ia (akal) mencakup segalanya. Kehendak manusia adalah sama dengan pikirannya. Karena inilah rasionalisme Spinoza dianggap lebih luas dan lebih konsekuan dari Descartes.

Menurut Lorens Bagus, ada beberapa pokok ajaran dari Rasionalisme, yaitu:

– Dengan proses pemikiran abstrak kita dapat mencapai kebenaran fundamental, yang tidak dapat disangkal tentang apa yang ada dan juga tentang alam semesta pada umumnya.

– Realitas dapat diketahui tanpa tergantung pada pengamatan, pengalaman ataupun empirisme.

–  Pikiran mampu mendahului pengalaman tentang mengetahui realitas.

– Akal budi (rasio) adalah sumber utama pengetahuan dan Ilmu pengetahuan pada dasarnya bisa dipahami secara rasional.

– Kebenaran tidak diuji dengan prosedur verifikasi-indrawi, tetapi dengan kriteria konsistensi logis.

– Metode rasional (deduktif, logis, matematis, inferensial) dapat diterapkan pada materi apapun dan dapat memberi kita penjelasan yang memadai.

–  Kepastian mutlak dapat dicapai dengan pikiran murni.

– Hanya kebenaran-kebenaran yang timbul dari akal budi (rasio) saja yang bisa dikatakan benar, pasti dan nyata. Sedangkan yang lainnya adalah keliru.

– Alam semesta (realitas) mengikuti hukum-hukum dan rasionalitas logika.

– Segala sesuatu dari alam semesta dapat dideduksi dari prinsip-prinsip atau hukum-hukum logika.

DAFTAR PUSTAKA

Whitehead, Alfred North. Epistemologi dan Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Kanisius, 2001.

http://peperonity.com/go/sites/mview/ab0utl0ve/16429605

Makalah multikulturalisme Oleh Annisa-0906553160

PERANAN MAMAK DAN KEMENAKAN DALAM KEBUDAYAAN MINANGKABAU: MULTIKULTURALISME

Annisa, 0906553160

KELAS MPKT-22

HOME GROUP 5

Makalah Awal bagi Topik Multikulturalisme

Untuk Mata Kuliah

Program Dasar Perguruan Tinggi

Fakultas Teknik

Universitas Indonesia

2009

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya pada kita sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah  dengan topik multikulturalisme.

Tugas makalah ini penulis buat guna melengkapi sebagian dari tugas MPK-Terintegrasi. Dalam makalah ini disajikan secara ringkas mengenai kebudayaan masyarakat Minangkabau  tentang mamak dan kemenakan.

Dalam makalah ini pula terdapat peranan dan fungsi  kebudayaan Minangkabau yang ada di Indonesia. Secara garis besar, makalah ini lebih menekankan pada pemahaman  mengenai apa itu mamak dan kemenakan  itu sendiri sehingga tidak timbul persepsi maupun paradigma-paradigma yang yang tidak tepat mengenai kebudayaan Minangkabau.

Penulisan makalah ini tidak akan mungkin terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kelas MPKT22 yang telah memberi inspirasi dan dukungan dalam pembuatan makalah ini, Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada dosen MPKT kami, Mayang Sari, yang telah rela meluangkan waktunya untuk berdiskusi dalam pembelajaran MPKT. Begitu pula pada kedua orang tua penulis yang senantiasa memotivasi untuk menyelesikan makalah ini, dan berbagai pihak lain yang tidak mungkin penulis sebut satu per satu. Sekali lagi, terima kasih.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini, masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala bentuk masukan dan kritik  demi perbaikan di masa, mendatang sungguh diharapkan dan akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat.

Depok, 12 November 2009

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………….. iii

ABSTRAK……………………………………………………………………………………………………… iv

BAB I   PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang………………………………………………………………………………………… 1

1.2.   Rumusan masalah…………………………………………………………………………………….. 2

1.3.   Tujuan Penulisan……………………………………………………………………………………… 2

1.4.   Manfaat Penulisan……………………………………………………………………………………. 2

BAB II   PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian Mamak dan Kemenakan…………………………………………………………….. 3

2.2.  Fungsi Mamak dalam Kehidupan Tradisional Minangkabau…………………………… 5

2.3. Peranan Mamak Terhadap Kemenakan Dalam Kebudayaan Minangkabau………. 9

2.4 Hubungan Antara Mamak dan Kemenakan…………………………………………………… 11

2.4.1 Perkawinan……………………………………………………………………………………………… 11

2.4.2 Kematian…………………………………………………………………………………………………. 12

2.4.3 Alek-alek Nagari………………………………………………………………………………………. 13

2.4.4 Harta Pusaka Tinggi………………………………………………………………………………….. 13

BAB III   PENUTUP

3.1.  Kesimpulan………………………………………………………………………………………………. 14

3.2. Saran………………………………………………………………………………………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………. 15

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir ini banyak budaya kita yang di klaim oleh negara lain, dan itu membuat masyarakat Indonesia marah dan resah  karna kelakuan negara tersebut. Banyaknya suku bangsa dan kebudayaan yang beranekaragam di Indonesia adalah suatu sifat dari bangsa Indonesia yang kita banggakan. Salah satunya, Kebudayaan masyarakat Minangkabau (mamak dan kemenakan)  yang telah menjadi tradisi turun temurun haruslah senantiasa diwariskan ke generasi selanjutnya agar tidak punah dan di klaim oleh negara lain.

Kata kunci: Kebudayaan; Tradisi; Mamak dan Kemenakan; Multikulturalisme

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang besar dan luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan lautan yang membentang luas. Hal ini menyebabkan masyarakat di negara kita sangat beraneka ragam. Dari mulai tata cara hidup, bahasa, agama, kebiasaan, adat istiadat serta budaya yang ada. Keanekaragaman inilah yang disebut dengan multikultural. Paham yang menganut tentang adanya banyak kebudayaan disebut multikulturalisme. Orang minangkabau yang merupakan satu dari kelompok etnis utama Indonesia yang menempati bagian tengah pulau Sumatera sebagai kampung halamannya, yang bagian besarnya sekarang adalah Sumatera Barat. Masyarakat Minangkabau sering digambarkan sebagai suatu masyarakat egaliter, artinya mereka memandang bahwa pada dasarnya setiap manusia adalah sama. Separti yang diungkapkan oleh doktrin tagak samo tinggi, duduk samo randah (tegak sama tinggi, duduk sama rendah). Mengenai hubungan mamak dan kemenakan dalam kebudayaan Minangkabau merupakan hubungan pertalian darah. Tali darah tersebut adalah hubungan antara seorang anak dengan saudara laki-laki ibunya, atau hubungan seorang laki-laki dengan anak-anak saudara perempuannya (AA. Navis,  1984; 222). Sistem kekerabatan di Minangkabau adalah matrilinal, yaitu garis keturunan dihitung menurut garis keturunan ibu, dalam arti anak-anak yang dilahirkan akan memakai suku ibunya.

1.1 Perumusan Masalah

Masalah yang dibahas pada makalah ini adalah kebudayaan masyarakat Minangkabau, mamak dan kemenakan yang merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia. Dalam makalah ini kami akan membahas apa itu mamak dan kemenakan?

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi mengenai perubahan sosial budaya dan akibatnya terhadap kehidupan di Minangkabau. Akibat perubahan tersebut, kita akan dapat mengetahui sajauh mana peranan mamak yang dulunya sangat berperan dalam sebuah keluarga dan sekarang bagaimana peranan itu.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat-manfaat dari makalah ini bagi masyarakat umumnya dan bagi masyarakat Minangkabau khususnya yaitu:

  1. mengenal lebih jauh apa yang dimaksud dengan mamak dan kemenakan .
  2. mengenal secara mendalam peranan mamak dan kemenakan.
  3. menambah wawasan kajian tentang kebudayaan masyarakat Minangkabau,   mamak dan kemenakan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Mamak dan Kemenakan

Suku bangsa Minangkabau atau lazimnya disebut orang Minang, merupakan kelompok suku bangsa yang mendiami wilayah Sumatera Barat. Berbicara mengenai Minangkabau bukanlah berarti menonjolkan sukuisme, tetapi membicarakan salah satu dari banyak suku bangsa di Indonesia serta membicarakan salah satu corak dari kebudayaan nasional yang Bhineka Tunggal Ika. Propinsi Sumatera Barat adalah salah satu propinsi menurut administratif Pemerintahan RI, sedangkan Minangkabau adalah teritorial menurut kultur Minangkabau yang daerahnya jauh lebih luas dari Sumatera Barat sebagai salah satu propinsi. Teritorial dari Minangkabau yang disebut di dalam adat barih babeh Minagkabau ialah jauh yang bisa ditunjukkan, dekat yang bisa dipegang, setitik tidak akan hilang, sebaris tidak akan lupa, jika hilang tulisan di batu, tulisan di lembaga tinggal juga.

Dalam masyarakat Minangkabau hubungan kekerabatan antara seorang anak dengan saudara laki-laki ibunya, disebut dengan istilah setempat hubungan kekerabatan “mamak dengan kemenakan”. Walaupun organisasi masyarakat Minangkabau berdasarkan garis keturunan ibu, namun yang berkuasa di dalam kesatuan-kesatuan tersebut selalu orang laki-laki dari garis ibu. Hanya saja, kekuasaan selalu didasarkan atas mufakat seperti bunyi pepatah Minang, kamanakan ba rajo ka mamak, mamak ba rajo ka mufakat artinya ‘kemenakan beraja kepada mamak, mamak beraja ke mufakat’.

Mamak merupakan pemimpin, oleh sebab itu pengertian mamak pada setiap laki-laki yang lebih tua juga berarti pertanyaan bahwa yang muda memandang yang lebih tua menjadi pimpinannya. Di manapun juga di Minangkabau, anak kemenakan amat segan kepada seorang mamaknya, bahkan dia akan lebih patuh kepada mamaknya dari pada perangkat pemerintah di desanya. Sesuai dengan fungsi dan tugasnya dalam kekerabatan garis keturunan ibu, maka yang disebut mamak dapat diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu:

1)                  mamak rumah adalah saudara sekandung laki-laki ibu atau garis ibu yang terpilih menjadi wakil pembimbing anggota garis ibu yang terdekat. Mamak rumah ini disebut juga “Tungganai” dan dipanggil dengan istilah Datuak (yang mulia). (Kuncaraningkrat: 1981, 244-246)

2)           mamak kaum adalah seseorang dipilih diantara beberapa mamak rumah atau tungganai (mamak rumah) yang terkait dalam hubungan darah (geneologis) yang disebut kaum, sehingga mamak kaum disamping berfungsi sebagai mamak bagi keluarga (paruik) juga bertugas mengurus kepentingan-kepentingan kaum.

3)          mamak suku, yaitu yang menjadi pimpinan suku. Apabila sebuah mamak bagi keluarga (paruik) anggota-anggotanya berkembang begitu banyaknya sehingga timbullah cabang dari paruik-paruik itu sebagai kesatuan baru, dan apabila itu terus berkembang lebih jauh lagi sepanjang perjalanan masa, maka akhirnya kita menjumpai suatu lingkungan yang anggotanya satu sama lain diikat oleh pertalian darah menurut garis ibu. Jadi lingkungan ini dipimpin oleh mamak suku.                                                                                                                                             Kemenakan menurut adat Minangkabau ada bermacam-macam pula jenisnya. Kemenakan yang dimaksud disini adalah kemenakan yang ada hubungan darah, baik yang dekat atau yang jauh, yang menurut adat dikatakan jaraknya “nan sejangka, anan saeto, dan nan sadapo” (yang sejengkal, yang sehasta, dan yang sedepa). Ada empat jenis kemenakan sepanjang adat, yaitu:

  1. kemenakan batali darah yaitu kemenakan-kemenakan yang mempunyai garis keturunan dengan mamak.
  2. kemenakan bertali akar  yaitu kemenakan dari garis yang sudah jauh atau dari belahan kaum itu yang sudah menetap di kampung lain.
  3. kemenakan bertali emas yaitu kemenakan yang tidak berhak menerima warisan gelas pusaka tetapi mungkin dapat menerima harta warisan jika diwasiatkan kepadanya karena memandang jasa-jasanya atau disebabkan uangnya.
  4. Kemenakan bertali budi yaitu  dapat dicontohkan satu keluarga yang datang ke suatu daerah dan  mengaku mamak pada seorang mamak dalam kampung itu. Ia diterima dan ia melakukan tugas-tugas seperti kemenakan yang biasa.

2.2 Fungsi Mamak Dalam Kehidupan Tradisional Minangkabau

Dalam sistim matrilineal, garis keturunan masyarakat Minangkabau menurut garis ibu, anak dan mamak. Berarti posisi ayah tetap anggota keluarga dari kaum ia di mana berasal, dan merupakan keluarga lain dari istri dan anaknya. Mamak memegang peranan yang penting dalam kaumnya.                                                                 Jadi, walaupun organisasi masyarakat Minangkabau berdasarkan garis ibu, namun yang berkuasa di dalam kesatuan tersebut adalah orang laki-laki dari garis ibu yaitu mamak. Hubungan mamak dan kemenakan secara sederhana dapat dibedakan atas:                                                                                                                    1. hubungan pusaka dan sako                                                                                         2. Hubungan sosial                                                                                                                  Mamak adalah pengurus dalam pengembangan harta pusaka yang dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan kaumnya. Di dalam upacara adat, antara mamak dan kemenakannya mempunyai tugas-tugas tertentu sesuai dengan statusnya masing-masing.                                                                                            Hubungan keluar kaum baik dengan kampung maupun dengan nagari dilakukan oleh mamak rumah (tungganai). Mamak rumahlah yang menjadi penanggung jawab utama hubungan kaumnya dengan dunia luar. Integrasi solidaritasnya dan identitas mamak kemenakan utuh dan bulat.                                          Menyinggung masalah fungsi mamak dalam kehidupan tradisional Minangkabau tidak luput dari pada aspek tata kelakuan dalam kehidupan mamak dan kemenakan. Tata kelakuan tersebut tercermin dalam pola tingkah laku keseharian. Beberapa tata kelakuan antara mamak dengan kemenakan tercermin dalam bidang pendidikan, ekonomi keluarga, dan sosial budaya.

Bidang Pendidikan Mamak bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan formal dan pendidikan agama kemenakannya. Sselain itu, mamak juga menyelenggarakan latihan-latihan keterampilan bagi kemenakannya dalam hal yang berhubungan dengan adat istiadat, seperti melakukan persembahan dan pidato adat istiadat dalam pertemuan-pertemuan tidak resmi. Mamak pun bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan kerumah tanggaan kemenakannya yang telah dewasa, antara lain bagaimana hidup berumah tangga, hak dan kewajiban sebagai urang sumando dan lainnya.                                                                                                      Pola tingkah laku yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan masalah pendidikan ini, bahwa mamak selalu menanyakan tentang perkembangan jalannya pendidikan kemenakannya baik pendidikan formal maupun nonformal, lebih-lebih pendidikan agama. Selanjutnya, mamak juga menanyakan kebutuhan-kebutuhan materil pendidikan kemenakannya misalnya uang sekolah, beli buku-buku pelajaran sekolah maupun buku-buku pelajaran agama seperti Al-Quran dan lain-lainnya. Begitu pula halnya dengan kebutuhan akan belanja sekolah kemenakannya, mamak juga memberi sekedar uang saku untuk belanja ke sekolah kemenakannya.                                                                                              Dalam upacara-upacara adat misalnya perkawinan, acara perundingan antarnagari, mamak (termasuk pimpinan suku) selalu memberi kesempatan kepada kemenakannya untuk mencoba ikut aktif dalam acara-acara tersebut. Seluruhnya tak lain dimaksudnya untuk mendidik kemenakannya agar mandiri dan dapat mengembangkan wawasan berfikir ke arah kehidupan bermasyarakat, agar suatu saat bila kemenakannya nanti telah dewasa dapat menjadi pemimpin yang disegani orang.

Bidang Ekonomi Keluarga Sejak kecil, mamak telah mengikutsertakan kemenakannya dalam kegiatan-kegiatan produktif di sawah dan ladang, seperti membajak, mencangkul, menjaga air sawah, menanam padi, menyiang, dan memetik hasil. Hal semacam ini akan berguna sekali bagi kemenakannya karena dapat mengetahui seluk beluk hal pertanian. Jadi, secara tak langsung mamak akan memberikan tanggung jawab pada kemenakannya (sesuai dengan umur dan kemampuannya) dalam menyelenggarakan kehidupan ekonomi dalam peningkatan kehidupan keluarga nantinya.                                                                                                                                                                                                                                                               Selain itu, mamak sejak dini juga menanamkan kepada kemenakannya cara hidup yang hemat dan bekerja keras, seperti dengan memelihara perlengkapan alat-alat perekonomian yang dipakai dalam pertanian seperti cangkul, sabit, bajak, ternak, sehingga tetap selalu terpelihara dengan baik dan siap pakai.                                                                                                                           Dalam hal rumah tangga ini, tingkah laku yang sering dilakukan seorang mamak adalah menanyakan kepada kemenakannya tentang keadaan-keadaan keseharian di rumah tangga kemenakannya, misalnya bagaimana keadaan pertaniannya, persediaan padi serta peralatan pertanian yang dimiliki. Bila ada kekurangan-kekurangan dalam hal tersebut, maka bantuan moril dan materil akan dilakukan mamak kepada kemenakannya. Begitu juga dengan kemenakannya yang ada di rantau, mamak juga menanyankan keadaan perkembangan usaha perdagangan kemenakannya dan jika ada kesulitan, mamak akan turun tangan membantu secara moril dan materil demi lancarnya usaha kemenakan tersebut.

Kehidupan Sosial Budaya Di dalam kehidupan sosial keluarga, peranan dan fungsi mamak cukup besar sekali, misalnya dalam hal mencarikan jodoh kemenakannya. Banyak hal yang harus dikaji dalam pencarian jodoh dan melibatkan generasi tua, terutama sekali mamak. Setiap keputusan yang diambil harus melalui musyawarah dengan mamak. Dasar yang paling penting jodoh untuk kemenakannya adalah orang yang tahu dengan agama. Kaya atau miskin tidak jadi permasalahan, yang penting berasal dari keluarga yang baik-baik.                                                                                                 Dapat dikatakan bahwa dari semua uraian  di atas bahwa peranan dan tanggung jawab sosok mamak di Minangkabau seolah-olah bapak bagi keluarga Minangkabau dan dapat dipahami adanya hubungan tersendiri antara mamak engan kemenakan maupun sebaliknya. Akan tetapi, tidaklah dapat beranggapan bahwa sibapak dapat melepaskan diri sari tanggung jawab moril terhadap anak-ankanya. Hal ini sebenarnya salah anggapan sebab dalam kato pusako Undang-Undang Nan Ampek kita dapat menjumpai pedoman yang jadi dasar bagi kehidupan keluarga di Minangkabau, yaitu “anak dipangku, kemenakan dibimbiang”.                                                                                                                             Demikianlah mamak berkewajiban memelihara saudara perempuan beserta  anaknya dan juga harus memperhatikan keselamatan harta pusaka kaum yang notabene berada di bawah pengawasannya. Mamak juga pelaksana dari kepentingan materil keluarga baik terhadap wanita dan anak-anaknya yang belum dewasa maupun terhadap orang tua yang tidak kuat lagi mencari nafkah juga terhadap anggota kaumnya yang ditimpa kemalangan atau yang sedang sakit.

2.3 Peranan Mamak Terhadap Kemenakan Dalam Kebudayaan Minangkabau

Dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat ada pula tingkat-tingkat pimpinan itu mulai dari rumah tangga, kaum dak persukuan. Kalau dalam rumah tangga, akan dipilih salah seorangdari anggota keluarga yang lebih tuasebagai mamak rumah (tungganai). Begitu juga dalam kaum, maka akan ada pemimpinnya yang disebut dengan mamak kaum. Sedangkan dalam persukuan juga ada yang dipanggil dengan mamak kaum atau datuk.

Adapun tugas dari pimpinan itu tidak lain untuk memperhatikan anak kemenakan yang dalam pepatah minangkabau diibaratkan dengan “siang manyilau, malam mandanga-dangakan” (siang melihat-lihat, malam mendengar-dengarkan). Dengan demikian, cukup berat tanggung jawab seorang mamak di Minangkabau, dan apabila kita perhatikan lagi peranannya, mamak itu mempunyai peranan ganda, seperti apa yang diungkapkan dalam pepatah di bawah ini:

“Kaluak paku kacang balimbiang
Daun bakuang lenggang-lenggangkan
Anak dipangku kamanakan dibimbiang
Urang kampuang dipatenggangkan”.

Ungkapan di atas memberikan gambaran bahwa seorang laki-laki di Minangkabau mempunyai peranan sebagai mamak, sebab mereka selain mempunyai tanggung jawab terhadap anak isterinya,  juga dibebankan lagi tanggung jawab terhadap kemenakan.                                                                                    Dalam kebudayaan tradisional Minangkabau bahwa kekuasaan seorang mamak terhadap anak kemenakan tidak dapat dibantah, seperti pada ungkapan ini “kamanakan saparintah mamak” yang jelas apapun keputusan yang digariskan oleh mamak maka anak kemenakan tidak boleh membantah apalagi melanggarnya.                                                                                                       Keputusan mamak itu ada dasarnya, misalnya dalam perkawinan, mamaklah yang mencarikan jodoh kemenakan. Pada prinsipnya seorang mamak dalam mencarikan jodoh kemenakannya, akan menelusuri asal-usul keturunan seseorang. Sebaliknya dalam berumah tangga, tanggung jawab terhadap anak kemenakan secara ekonomi juga dipikul oleh mamak, sedangkan seorang bapak tidak dapat berbuat banyak terhadap anak-anaknya. Mereka hanya diibaratkan sebagai “abu di atas tunggul” dan mereka hanya dianggap sebagai pemberi keturunan. Untuk itulah seorang mamak tadi mempunyai peran yang menentukan.

2.4 Hubungan Antara Mamak dan Kemenakan

2.4.1 Perkawinan

Dalam masyarakat Minangkabau, perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan tidak hanya mengikat di antara mereka berdua, karena di antara kedua keluarga juga ikut terlibat di dalamnya. Di sini akan terjadi hubungan seperti ipar dan bisan, bako dengan baki dan sebagainya. Perkawinan dalam masyarakat Minangkabau juga merupakan masa peralihan dari masa remaja ke masa dewasa (perkawinan).

Sebelum pesta perkawinan dimulai, ada suatu kegiatan yakni anak kemenakan yang bersangkutan terlebih dahulu diberi nasehat oleh mamak. Adapun nasehat-nasehat itu berupa petuah-petuah yang dipakai nanti dalam rumah tangga, biasanya berisikan tentang sopan santun terhadap mertua, orang sekampung dan tetangga sekitarnya. Begitu juga dalam acara perkawinan, kehadiran mamak sebagai tuan rumah adalah penting, karena di saat inilah keberadaan dan wibawa seorang mamak akan kelihatan.

Bila kenyataan ini tidak diperbuat oleh anak kemenakan yang akan berkeluarga, maka orang lainpun akan meremehkan keluarga tersebut. Dalam kenyataan sehari-hari ada juga beberapa keluarga yang melakukan acara perkawinan tanpa melibatkan saudara laki-laki ibunya, tentunya dalm hal ini ada beberapa alasan yang dikemukakan seperti telah terjadi hubungan yang tidak baik antara mamak dengan kemenakan atau memang mamak itu yang sudah tidak ada.

Bagi mereka yang tidak mempunyai mamak, mereka tetap juga memerlukan anggota lain untuk hadir di saat acara perkawinan misalnya di Minangkabau dikenal juga “mamak jauh” maka peranan mereka juga akan nampak dalam hal ini.

2.4.2 Kematian

Kematian bagi masyarakat Minangkabau merupakan suatu hal yang tidak lepass dari urusan ayah, ibu dan saudara-saudaranya, akan tetapi juga melibatkan anggota kaum yang lainnya. Dalam hal ini yang pertama sekali yang harus diberitahu adalah saudara laki-laki ibunya, yakni “mamak”.Sebelum dimakamkan, terlebih dahulu mamak akan berunding dengan pihak orang tua atau saudara serta kaum kerabat, di mana almarhumah akan dimakamkan.

Dalam hal acara penguburan, para anak  kemenakan khususnya laki-laki diharapkan sekali kehadirannya, terutama untuk pekerjaan penggalian kuburan sampai pemakaman. Proses penguburan bagi masyarakat Minangkabau tidak hanya dilakukan oleh anggota kaum kerabat, tetapi juga melibatkan anggota kaum kerabat, tetapi juga melibatkan anggota kaum kerabat lainnya. Keterlibatan anggota kaum lain merupakan suatu sifat bagi masyarakat Minangkabau yang dikenal dengan istilah “gotong royong”. Sebab, bila mereka telah sering melakukan hal itu, maka suatu hari jika mereka mendapatkan kemalangan maka orang lain akan datang pula menguburkannya.

2.4.3 Alek-alek Nagari

Dalam masyarakat Minangkabau kita mengenal acara-acara “alek nagari” yakni mengadakan keramaian nagari. Biasanya keramaian nagari itu berupa penampilan-penampilan kesenian nagari seperti randai, saluang, rabab, dan kesenian-kesenian lainnya. Dalam kegiatan di atas  jelas akan terlihat hubungan antara anak kemenakan dengan para mamak yang ada di kampung.

2.4.4 Harta Pusaka Tinggi

Harta pusaka tinggi di Minangkabau merupakan harta yang diperoleh secara turun temurun. Dalam adat Minangkabau disebutkan “dari niniak ke mamak dari mamak turun ke kamanakan”, dan pada prinsipnya harta tersebut tidak dapat diperjual belikan.

Peranan seorang mamak dalam hal harta pusaka sangatlah penting, karena harta tersebut selain kebanggaan suku juga merupakan status sosial bagi kaum yang memilikinya. Sebab bila kaum mempunyai harta pusaka yang banyak orang dikampung tetapi tetap menghormatinya. Sebaliknya bila suatu kaum tidak mempunyai harta pusaka maka otomatis status sosialnya disuatu kampung akan berkurang.

Bagi masyarakat Minangkabau dewasa ini, masalah harta pusaka telah ada yang terjual, hal itu disebabkan oleh kurangnya peranan mamak dewasa ini. Kemungkinan lain, dalam perkauman itu memang sudah tidak ada lagi sehingga para anak kemenakan telah berani untuk memperjualbelikannya. Masalah ini telah banyak terjadi di daerah-daerah pinggiran jalan, karena bagi si penguasa tanah akan tergiur dengan harga tanah yang makin tinggi.

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Ada dua hal dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

1)        Mamak adalah orang yang memimpin kemenakan.

2)        Mamak dan kemenakan memiliki peranan yang berbeda-beda namun berhubungan satu sama lain.

3.2       Saran

Mamak dan kemenakan hendaknya menjalin hubungan yang harmonis agar menciptakan generasi yang baik kelak karena adanya pergiliran keturunan. Baik kemenakan laki-laki maupun perempuan haruslah menghormati mamaknya dan mamak haruslah menghargai kemenakannya.

DAFTAR PUSTAKA

Bangun, Payung. 1993. Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional. Makalah Pada Kongres Kebudayaan, Depdikbud.

Esten, Mursal. 1993. Minagkabau, Tradisi dan Perubahan. Padang: Angkasa Raya.

Nasroen, M. 1974. Dasar Falsafah Adat Mminangkabau. Jakarta: CV. Penerbit      Pasaman.

Navis, AA. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru A dat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: PT.Gramedia.

Rudito, Bambang. 1991. Adaptasi Sosial Budaya Masyarakat Minangkabau. Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas.

Zaidan, Nur Anas, Drs. 1984. Sistim Kepimpinan di Dalam Masyarakat Pedesaan  Sumatera Barat. Proyek IDKD Sumatera Barat.

Zulkarnain. 1997. Budaya Alam Minangkabau. Bukittinggi: Usaha Ikhlas.

LTM Annisa-0906553160

GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI INDONESIA

Oleh Annisa, 0906553160

Negara bagaikan suatu organisme. Ia tidak bisa hidup sendiri. Keberlangsungan hidupnya ikut dipengaruhi juga oleh negara-negara lain, terutama negara-negara tetangganya atau negara yang berada dalam satu kawasan dengannya. Untuk itulah diperlukan satu sistem perpolitikan yang mengatur hubungan antar negara-negara yang letaknya berdekatan di atas permukaan planet Bumi ini. Sistem politik tersebut dinamakan ‘Geopolitik’, yang mutlak dimiliki dan diterapkan oleh setiap negara dalam melakukan interaksi dengan sesama negara di sekitarnya, tak terkecuali Indonesia. Indonesia pun harus memiliki sistem geopolitik yang cocok diterapkan dengan kondisi kepulauannya yang unik. Hanya sedikit negara di dunia, yang bila dilihat dari segi geografis, memiliki kesamaan dengan Indonesia. Negara-negara kepulauan di dunia, seperti Jepang dan Filipina, masih kalah bila dibandingkan dengan negara kepulauan Indonesia. Ada beberapa jenis kondisi geografis bangsa Indonesia. Yaitu kondisi fisis, serta kondisi Indonesia ditinjau dari lokasinya.

  1. Kondisi Fisikal Indonesia; Yakni bila dilihat dari letak geografis, posisi silang, iklim, sumber daya alam, faktor-faktor sosial politik.
  2. Lokasi Fisikal Indonesia; Keberadaan pada lokasi ini adalah faktor geopolitik utama yang mempengaruhi perpolitikan di Indonesia. Berdasarkan kondisi fisikal, negara Indonesia berada pada dua benua yang dihuni oleh berbagai bangsa yang memiliki karakteristik masing-masing, yaitu benua Asia dan Australia. Selain itu, Indonesia pun berada di antara dua samudera yang menjadi jalur perhubungan barbagai bangsa, yaitu Samudera Pasifik dan Hindia.

Geopolitik secara etimologi berasal dari kata geo (bahasa Yunani) yang berarti bumi yang menjadi wilayah hidup. Sedangkan politik dari kata polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau negara ; dan teia yang berarti urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa (Sunarso, 2006: 195). Sebagai acuan bersama, geopolitik dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa. Frederich Ratzel mengenalkan istilah ilmu bumi politik (political geography), Rudolf Kjellen menyebut geographical politic dan disingkat geopolitik.

Unsur utama Geopolitik:

  1. Konsepsi ruang diperkenalkan Karl Haushofer menyimpulkan bahwa ruang merupakan     wadah dinamika politik dan militer, teori ini disebut pula teori kombinasi ruang dan kekuatan.
  2. Konsepsi frontier (batas imajiner dari dua negara).
  3. Konsepsi politik kekuatan yag terkait dengan kepentingan nasional.
  4. Konsepsi keamanan negars dan bangsa sama dengan konsep ketahanan nasional
    Geopolitik Indonesia.
  5. Wawasan Nusantara tidak mengandung unsur-unsur ekspansionisme maupun kekerasan.
  6. Geostrategi Indonesia diartikan pula sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945.
  7. Cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945, yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bermartabat serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaannya dalam mencapai tujuan nasional.

Daftar Pustaka

Bahar, Safroedin. 1984. Pengantar kewiraan. Jakarta: Paguyuban Widyani, Akademi Akuntansi dan Perbankan “Perbanas”.

Soemiarno, Slamet, dkk. 2009.  Buku Ajar III, Bangsa, Budaya, dan Lingkungan Hidup di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sunardi, R.M. 2004. Pembinaan ketahanan bangsa dalam rangka memperkokoh keutuhan  Negara Kesatuan Republik Indonesia: teori ketahanan nasional, geostrategi  Indonesia, dan ketahanan regional. Jakarta: Kuaternita Adidarma.

LTM Annisa-0906553160

Agama, Tradisi, dan Budaya

Oleh Annisa, 0906553160

Judul               : CULTURED! Budaya Organisassi dalam Tantangan.

Pengarang       : Dr.Djokosantoso Moeljono

Data Publikasi: Jakarta, Elex Media Komputindo

Setiap bangsa yang ada di dunia ini memiliki budaya yang berbeda, dan begitu juga dengan agama dan tradisinya. Tetapi, dengan perbedaan itu tidak seharusnya ada permusuhan di dunia ini. Dengan adanya perbedaan itu maka bisa saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Ada begitu banyak definisi tentang budaya. Stoner, dan kawan-kawan (1995) memberikan arti budaya sebagai golongan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Krech (dalam Graves, 1986) mengemukakan bahwa budaya adalah sebagai suatu pola semua susunan, baik material maupun perilaku yang sudah diadopsi masyarakat sebagai suatu cara tradisional dalam memecahkan masalah-masalah para anggotanya. Budaya di dalamnya juda termassuk semua cara yang telah terorganisasi, kepercayaan, norma, nilai-nilai budaya implisit, serta premis-premis yang mendasar dan mengandung suatu perintah.

Di Indonesia, Haryati Subadio (1985) memberikan pengertian praktis tentang budaya yaitu sebagai sistem nilai dan gagasan utama (vital). Dengan demikian budaya meliputi 3 sistem, yaitu sistem ideologi, sistem sosial, dan sistem teknologi. Selain itu, sebagai acuan pola tingkah laku, maka budaya dapat dipahami sebagai hasil cipta (logika), perasaan (estetika), kemauan (etika) manusia dan sebagai ilmu pengetahuan, eksistensi, dan praktik komunikasi.

Graves (1986) mengemukakan 3 sudut pandang berkaitan dengan budaya:

  1. Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi beroperasi, peraturan yang menekan, dan sebagainya.
  2. Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam organisasi, misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisassi yang terdesentralisasi.
  3. Budaya merupakan produk sikap orang-orang dalam pekerjaan mereka, hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu dengan organisasi.

Masing-masing pendekatan memperlakukan budaya sebagai sesuatu yang objektif, seolah setiap orang bisa mengobservasi fenomena yang sama.

Agama, Budaya dan Masyarakat jelas tidak akan berdiri sendiri, ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya; selaras dalam menciptakan ataupun kemudian saling menegasikan.

Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Dan dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.



LTM Annisa-0906553160

NILAI KEJUJURAN, KEGELISAHAN, dan TANGGUNG JAWAB

Oleh Annisa, 0906553160

Judul                           : Pendidikan Budi Pekerti

Pengarang                   : Paul Suparno, dkk.

Data Publikasi             : Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Di era Globalisasi seperti sekarang ini mencari kejujuran dari setiap ucapan daan tingkah laku manusia sungguh sangat sulit, ibarat mencari jarum di atas tumpukan jerami. Di sana sini kebohongan bertaburan, rasa tidak percaya kepada orang lain selalu ada. Apa gerangan jika bukan nilai kejujuran yang semakin tergerus?

Manusia akan tumbuh dan berkembang menuju pribadi yang utuh. Satu hal penting untuk mencapai itu, manusia harus mengenal dirinya. Mengenal diri sendiri itu tidak mudah, hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang ada dalam diri manusia. Untuk mengenal diri sendiri, membutuhkan bantuan orang lain dapat berupa masukan, kritik, atau saran yang harus diterima secara terbuka. Menerima dan mengakui baik hal-hal yang positif maupun negatif adalah sebuah bentuk kejujuran.

Kejujuran diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan seseorang sesuai dengan hati nurani dan norma peraturan yang ada. Jujur berarti menepati janji atau kesanggupan, baik yang berbentuk  kata-kata maupun yang ada dalam hati. Menghindari sikap bohong, mengakui kelebihan orang lain, mengakui kekurangan, kesalahan atau keterbatasan diri sendiri, memilih cara-cara terpuji dalam menempuh ujian, tugas atau kegiatan. Kejujuran merupakan nilai yang perlu dimiliki oleh setiap orang maka perlu ditanamkan terus-menerus dalam kehidupan manusia, baik itu menyangkut sikap dan perilaku yang berhubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan keluarga, hubungan dengan masyarakat dan bangsa, maupun perilaku dan sikap terhadap alam sekitarnya.

Penanaman nilai kejujuran ini harus terus menerus dilakukan mulai dari keluarga, dan terus diasah di sekolah. Penanaman nilai kejujuran di sekolah bisa dilakukan melalui setiap aktivitas yang ada di sekolah, baik dalam hubungan antara siswa dan guru, siswa dan teman-temannya, maupun siswa dengan semua orang yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Setiap hari guru dapat mengasah kejujuran siswa melalui kegiatan pengajaran baik dalam mengungkapkan pendapat, dalam ulangan harian, dalam memberikan argumentasi dan masih banyak kegiatan lain yang dapat dijadikan sarana untuk menanamkan nilai kejujuran ini.

Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa nilai kejujuran adalah sesuatu yang baik dan benar, tidak curang, tulus serta ikhlas mengenai perkataan  maupun perbuatan seseorang. Oleh karena itu, nilai kejujuran harus dimiliki oleh setiap orang dan kejujuran menjadi faktor penting dalam pengolahan diri.

Kumpulan Tugas MPKT

Amandemen UUD 1945 Pada Masa Reformasi

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Judul                            : Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi

Pengarang                    : Drs. Surajiyo, Dosen Filsafat dan Pancasila, IISIP Jakarta

Drs. Agus Wijayanto, Dosen Sejarah Indonesia, IISIP Jakarta

Penerbit                        : Inti Prima Promosindo

Apakah alasan indonesia mengamandemen UUD 1945? Serta apakah makna dan tujuan dari amandemen dari UUD 1945? Bagaimanakah hasil amandemen UUD 1945 dari tahun 1999-2002? Pertanyaan itu pula yang mucul sebagai pemicu kali ini. Buku Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi akan membahas semua pertanyaan ini.

Amandemen berasal dari istilah Bahasa Inggris yaitu amandemen artinya perubahan atau mengubah. Dalam konteks amandemen UUD 1945 bisa diartikan perubahan atas batang tubuh UUD 1945 (tanpa mengubah bagian pembukaan) oleh lembaga yang berwenang yaitu MPR berdasarkan ketentuan UUD ini. Perubahan dimaksud meliputi: 1) menambah dan mengurangi redaksi dan/atau isi UUD menjadi lain dari yang semula, 2) mengubah atas sebagian redaksi dan/atau isi dari UUD yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan reformasi, 3) memperbarui UUD dengan cara memerinci dan menyusun ketentuannya menjadi lebih jelas, tegas, dan sistematis. (Tim kajian Amandemen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Konteks dalam Negara yang sedang berubah, 2000, hal.15-16)

Semangat reformasi 1998 yang mengarah kepada kehidupan ketatanegaraan yang demokratis dan penataan kelembagaan Negara yang berprinsip saling mengawasi dan mengimbangi menjadi dasar amandemen terhadap UUD 1945.

Tujuan amandemen UUD 1945 adalah untuk menyempurnakan aturan dasar negara yang disesuaikan dengan perkembangan aspirasi bangsa serta sebagai perwujudan negara pancasila dalam HAM, kedaulatan rakyat, eksistensi negara demokrasi dan Negara hukum serta dalam tatanan Negara.

Perubahan pertama UUD Negara RI tahun 1945 mengubah Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20 dan 21 UUD 1945.

Perubahan kedua dilakukan perubahan terhadap beberapa Pasal seperti Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 30, dan Pasal 36 UUD 1945. Perubahan itu diantaranya dilakukan dengan mengubah rumusan Pasal-Pasal yang bersangkutan dan atau dengan menambah beberapa Ayat dari Pasal yang bersangkutan.

Perubahan ketiga MPR RI mengubah dan/atau menambah Pasal 1 Ayat (2) dan (3), Pasal 3 Ayat (1),(3),(4); Pasal 6 Ayat (1) dan (2); Pasal 6A Ayat (1),(2),(3) dan (5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6),dan (7);Pasal 7C; Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal l17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D  Ayat (1),(2),(3) dan (4); Bab VIIB, Pasal 22 E Ayat (1),(2),(3),(4),(5),dan (6);Pasal 23 Ayat (1), (2) ,dan (3);Pasal 23A, Pasal 23C;Bab VIIIA, Pasal 23 E Ayat (1),(2),dan(3);Pasal 23F Ayat(1) dan (2); Pasal23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat 1 dan 2; Pasal 24A Ayat (1), (2) ,(3), (4), dan (5);  Pasal 24B Ayat (1),(2),(3), dan (4); Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6) UUD 1945.

Perubahan keempat dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 UUD Negara RI Tahun 1945 MPR RI menetapkan:

  1. UUD Negara RI Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat ini adalah UUD Negara RI Tahun1945 yang ditetapkan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh DPR;
  2. Penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua UUD Negara RI Tahun 1945 dengan kalimat”Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan;
  3. Pengubahan penomoran Pasal 3 Ayat (3) dan (4) Perubahan Ketiga UUD Negara RI tahun 1945 menjadi Pasal 3 Ayat (2) dan (3); Pasal 25E Perubahan Kedua UUD Negara RI Tahun 1945 menjadi Pasal 25A;
  4. Penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansial Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara;
  5. Pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 Ayat (1); Pasal 6A Ayat (4); Pasal 8 Ayat (3); Pasal 11 Ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 Ayat (3); Bab XII Pasal 31 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5);Pasal 32 Ayat (1) dan (2); Bab XIV Pasal 33 Ayat (4), (5); Pasal 34 Ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 Ayat (1), (2), (3), (4), (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II UUD Negara RI Tahun 1945.

Sidang umum dan Sidang Tahunan MPR dari tahun 1999-2002 akhirnya melahirkan risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 yang menetapkan amandemen hingga memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal aturan peralihan, dan 2 pasal aturan tambahan

Melihat pembahasan di atas, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu Negara Republik Indonesia  wajar untuk melakukan amandemen UUD 1945 guna untuk menyesuaikan dengan kondisi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kondisi pertahanan dan keamanan bangsa pada zamannya.

KESADARAN HAK DAN KEWAJIBAN

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Judul                : Reformasi dalam Penegakan Hukum

Pengarang        : Antonius Sujata

Data Publikasi  : Jakarta: Djambatan, 2000

Kesadaran hak dan kewajiban adalah hal yang sering kita dengar tetapi pada pelaksanaannya kita dibingungkan oleh pengertian dari kesadaran hak dan kewajiban. Serta manakah yang di dahulukan antara hak dan kewajiban. Pertanyaan ini pula yang muncul sebagai pemicu kali ini. Berikut akan dibahas semua pertanyaan ini.                 Kesadaran merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia dan tidak ada pada ciptaan Tuhan yang lain. Kesadaran sebagai keadaan sadar, bukan merupakan keadaan yang pasif melainkan suatu proses aktif yang terdiri dari dua hal hakiki; diferensiasi dan integrasi. Kesadaran adalah suatu keadaan secara sadar secara ragawi dan rohani untuk mengembangkan apa yang diketahui serta keinginan mencari hal-hal yang tidak diketahui.                                                                                      Setiap  manusia memiliki hak dan kewajiban. Hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalah  benar,  milik, kewenangan,  kekuasaan berbuat untuk sesuatu. Hak adalah Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya hak memperoleh pendidikan, hak mendapatkan nilai dari guru, hak mendapat perlindungan hukum dan sebagainya. Sedangkan kewajiban berasal dari kata wajib. Wajib menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah harus dilakukan,  sudah semestinya. Jadi, kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan mau atau tidak mau, Suka atau tidak suka tetap harus dilakukan. Contohnya melaksanakan tata tertib di sekolah, membayar SPP, melaksanakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik-baiknya dan sebagainya. Jika tidak dilakukan akan mendapat sanksi baik secara hukum maupun secara moral. Bila seseorang mengedepankan kewajiban maka hak orang lain akan tetap terjaga.                                  Hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia diatur dalam UUD 1945 yang meliputi hak dan kewajiban dalam bidang politik pasal 27 ayat (1) dan pasal 28, hak dan kewajiban dalam bidang sosial budaya pasal 31 ayat (1) dan (2)dan  pasal 32. Selain dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak dan Kewajiban warga Negara dalam bidang ketuhanan tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) Hak dan kewajiban Hankam tertuang dalm pasal 30 Hak dan kewajiban dalam bidang Ekonomi pasal 33 ayat 1,2 dan 3 serta pasal 34. Pasal- pasal tersebut merupakan dasar hak dan kewajiban bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, dan kita sebagai warga negara wajib melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.                                                                Untuk berjalannya hak dan kewajiban ada faktor moral. Pengertian moral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalah ajaran tentang  baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban, kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah dan berdisiplin, ajaran kesusilaan yang ditarik dari suatu cerita.Jadi pengertian hak, kewajiban, dan moral adalah kewenangan atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu yang harus dilakukan terhadap ajaran tentang baik buruk yang diterima umum. Hak merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Apabila setiap orang bersedia untuk bertindak sesuai haknya, maka ketertiban pada masyarakat akan terwujud. Sebaliknya bila seseorang bertindak tidak sesuai dengan haknya, akan menimbulkan keresahan pada masyarakat.                                                                                                                                  Keduanya tidak akan berjalan tanpa dukungan moral yang kuat. Saat ini di Indonesia tengah mengalami krisis moral, karena kebanyakan orang hanya mengedepankan hak daripada kewajibannya. Lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan orang lain. Bahkan sering terjadi, lebih banyak menuntut haknya daripada memenuhi kewajiban yang harus dilakukan. Padahal, antara hak dan kewajiban memiliki kaitan yang sangat erat dan seharusnya kewajiban harus dilaksanakan terlebih dahulu baru kemudian menuntut hak.
Sebagai contoh, para pengendara kendaraan bermotor baik pengguna sepeda motor maupun pengemudi angkutan umum  di jalan raya sering tidak mengindahkan rambu-rambu lalu lintas, tanpa memikirkan keselamatan. Jangankan untuk orang lain, bahkan untuk dirinya sendiri sudah tidak dipikirkan. Hal ini membuktikan mereka lebih mementingkan hak daripada kewajiban. Haknya untuk mengendari kendaraan, tetapi kewajibannya untuk memenuhi atau mentaati rambu-rambu lalu lintas dilanggar.                                                                                                                         Dari uraian di atas, terlihat bahwa untuk mengikis krisis moral bangsa adalah perlu adanya kesadaran untuk membedakan hak dan kewajiban. Sehingga, tidak terjadi perbuatan yang semena-mena terhadap hak orang lain karena ia punya kewajiban yang harus dipenuhi oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini perlu kebersamaan dari seluruh warga negara. Pemerintah maupun rakyat harus bahu-membahu mengutamakan kewajiban daripada hak, artinya hak dan kewajiban bukanlah sesuatu hal yang harus didahulukan tetapi selalu bersamaan sehingga antara hak dan kewajiban saling seimbang.

Akhlak dan Budi Pekerti dalam Kehidupan Manusia

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Data Publikasi  : Pustaka Nawaitu, Jakarta, 2005

Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku dan tabiat. Secara terminologi, akhlak berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai kata akhlak, moral dan etika yang ketiganya memiliki makna hampir sama, yakni tingkah laku manusia.

Namun jika dilihat dari sumbernya, ketiga kata tersebut akan berbeda. Akhlak bersumber dari agama. Moral berasal dari adat-istiadat masyarakat. Sedangkan etika, filsafat moral dari akal pikiran.

Pada dasarnya kata akhlak, moral dan etika memiliki pengertian yang berbeda. Akhlak adalah tingkah laku baik, buruk, salah benar yang merupakan penilaian dipandang dari sudut hukum yang berlaku dalam ajaran agama. Moral, istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Yang dimaksud penilaian benar atau salah dalam moral, adalah masyarakat secara umum. Sedangkan etika merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan baik dan buruk, ukuran yang dipergunakan adalah akal pikiran. Jika diperbandingkan antara ketiga kata tersebut maka etika merupakan ilmu, moral adalah ajaran, dan akhlak adalah tingkah laku manusia.

Budi pekerti terdiri dari dua kata yakni budi dan pekerti. Budi yang berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran. Pekerti berarti kelakuan. Kata budi pekerti dalam kamus Bahasa Indonesia adalah tingkah laku, perangai, akhlak. Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana dan manusiawi. Di dalam perkataan itu tercermin sifat, watak seseorang dalam perbuatan sehari-hari. Budi pekerti sendiri mengandung pengertian yang positif. Namun penggunaan atau pelaksanaannya yang mungkin negatif. Penerapannya tergantung pada manusia.

Ruang lingkup akhlak dan budi pekerti erat kaitannya dengan hubungan manusia dengan tuhan dan hubungan manusia dengan manusia. Karena itu, akhlak tidak semata-mata kelakuan manusia yang nampak, tetapi banyak aspek yang berkaitan, diantaranya:

  1. 1. Akhlak terhadap tuhan YME

Tuhan adalah pelindung dan memberi makna dalam setiap kehidupan manusia. Agama tanpa kepercayaan kepada Tuhan tidak disebut agama. Berakhlak kepada Tuhan merupakan pengembangan kehidupan kerohanian bagi pribadi manusia. Dengan memelihara kehidupan rohani manusia akan merasa hidup tenang, tentram di bawah lindungan Tuhan.

  1. 2. Akhlak terhadap Manusia

a.) Akhlak terhadap Rasul Allah

Akhlak terhadap Rasul adalah meneladani Rasul dalam setiap perilakunya. Dalam hal ini Rasul sebagai pembawa ajaran Tuhan agar dapat sampai dan dimengerti oleh manusia sebagai penganut agama Wahyu yang diturunkan oleh Tuhan.

b.) Akhlak terhadap diri sendiri

Akhlak terhadap diri sendiri adalah menyayangi diri sendiri dengan menjaga diri dari perbuatan buruk

c.) Akhlak terhadap orang tua

Berakhlak kepada orang tua dengan meletakkan kedudukan orang tua sebagai orang yang melahirkan, membesarkan, memberi makan, membimbing, mendidik, menyayangi dan menjaga dari bahaya yang merusak lahir maupun batin.

d.) Akhlak terhadap masyarakat

Dalam masyarakat terdapat keanekaragaman karakter budaya, ideologi, keyakinan, dll. Yang perlu dilakukan dalam berakhlak dengan masyarakat adalah bagaimana menjalin kehidupan bersama yang lebih harmonis dan saling menghormati perbedaan-perbedaan yang ada.

  1. 3. Akhlak terhadap Negara

Dengan modal dasar kemerdekaan dan kedaulatan bangsa, rakyat Indonesia sebagai bangsa Indonesia sudah tentu harus berperilaku sebagai bangsa Indonesia yang mencintai negerinya dengan menjadi warga negara yang baik taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini. Bersama-sama mempertahankan negara kesatuan yang berdasarkan Pancasila merupakan perwujudan dari akhlak terhadap negara.

4.   Akhlak terhadap Alam

Alam diciptakan untuk kepentingan manusia, karena itu alam dimanfaatkan dengan sebaik-biaknya dengan penuh rasa tanggung jawab tanpa merusaknya. Berakhlak pada alam berarti menyikapi alam dengan cara menyikapi alam dengan cara memelihara kelestariannya, dengan menghimbau pada manusia untuk mengendalikan dirinya dalam mengeksploitasi alam, sebab alam yang rusak akan merugikan bahkan menghancurkan manusia sendiri.

C. Sumber Akhlak dan Budi Pekerti

  1. 1. Agama

Ajaran tentang akhlak, moral maupun budi pekerti diterima berdasarkan keimanan dan keyakinan terhadap agamanya tanpa memiliki rasionalitas seperti makan daging babi haram dalam ajaran Islam. Ada juga yang secara umum memiliki alasan-alasan yang rasional untuk menerima aturan-aturan agama seperti jangan berdusta, jangan membunuh, jangan menyakiti orang (K.Bertens, 2002:37).

  1. 2. Falsafah Hidup

Falsafah hidup merupakan kristalisasi dari nilai nilai yang diyakini kebenarannya, ketepatannya dan kemanfaatannya yang kemudian menimbulkan tekad untuk mewujudkannya dalam bentuk sikap, tingkah laku dan perbuatan. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan masing-masing bangsa sesuai dengan geografisnya masing-masing memiliki falsafah hidup tersendiri yang dapat mempengaruhi pola hidup dan perilaku manusianya. Hal ini membuat perlu diangkatnya nilai-nilai yang bersifat pluralistik, yang mencerminkan kesatuan Indonesia dalam kemajemukan. Selama ini nilai-nilai persatuan, kemanusiaan, keadilan, kebersamaan telah menjadi nilai yang diyakini kebenarannya dan dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa dalam bermasyarakat dan bernegara.(Prayitno, 2003: 249).

  1. 3. Tradisi dan Budaya

a.) Tradisi

Dalam kehidupan di masyarakat dikenal adanya tradisi sebagai suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dilaksanakan secara turun-temurun dimulai dari nenek moyang. Tradisi sama dengan adat kebiasaan yang dimunculkan oleh kehendak atau perbuatan sadar yang telah menjadi kebiasaan sekelompok orang.

b.) Budaya

Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, semua itu berdasarkan pola-pola budaya.

  1. 4. Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni

Sehubungan dengan proses perolehan ilmu pengetahuan dengan metode yang benar dan teruji kebenarannya secara ilmiah, maka ilmu pengetahuan dijadikan sumber yang memberikan motivasi untuk melakukan sebuah perbuatan baik dan berbudi pekerti luhur. Manusia pada saat ini telah dipengaruhi oleh teknik. Teknik telah menguasai seluruh sektor kehidupan manusia. Manusia semakin harus beradaptasi dengan dunia teknik dan tidak ada lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik. Seni atau keindahan termasuk sumber dalam berakhlak dan berbudi pekerti. Keindahan alam melahirkan para pelukis atau seniman termasuk juga para musisi. Suara gemercik air, suara gesekan pohon bambu, suara deru ombak, suara senandung burung berkicau atau ayam berkokok, akan memberikan inspirasi orang untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik.

KESADARAN HAK DAN KEWAJIBAN

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Judul                : Reformasi dalam Penegakan Hukum

Pengarang        : Antonius Sujata

Data Publikasi  : Jakarta: Djambatan, 2000

Kesadaran hak dan kewajiban adalah hal yang sering kita dengar tetapi pada pelaksanaannya kita dibingungkan oleh pengertian dari kesadaran hak dan kewajiban. Serta manakah yang di dahulukan antara hak dan kewajiban. Pertanyaan ini pula yang muncul sebagai pemicu kali ini. Berikut akan dibahas semua pertanyaan ini.                 Kesadaran merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia dan tidak ada pada ciptaan Tuhan yang lain. Kesadaran sebagai keadaan sadar, bukan merupakan keadaan yang pasif melainkan suatu proses aktif yang terdiri dari dua hal hakiki; diferensiasi dan integrasi. Kesadaran adalah suatu keadaan secara sadar secara ragawi dan rohani untuk mengembangkan apa yang diketahui serta keinginan mencari hal-hal yang tidak diketahui.                                                                                      Setiap  manusia memiliki hak dan kewajiban. Hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalah  benar,  milik, kewenangan,  kekuasaan berbuat untuk sesuatu. Hak adalah Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya hak memperoleh pendidikan, hak mendapatkan nilai dari guru, hak mendapat perlindungan hukum dan sebagainya. Sedangkan kewajiban berasal dari kata wajib. Wajib menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah harus dilakukan,  sudah semestinya. Jadi, kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan mau atau tidak mau, Suka atau tidak suka tetap harus dilakukan. Contohnya melaksanakan tata tertib di sekolah, membayar SPP, melaksanakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik-baiknya dan sebagainya. Jika tidak dilakukan akan mendapat sanksi baik secara hukum maupun secara moral. Bila seseorang mengedepankan kewajiban maka hak orang lain akan tetap terjaga.                                  Hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia diatur dalam UUD 1945 yang meliputi hak dan kewajiban dalam bidang politik pasal 27 ayat (1) dan pasal 28, hak dan kewajiban dalam bidang sosial budaya pasal 31 ayat (1) dan (2)dan  pasal 32. Selain dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak dan Kewajiban warga Negara dalam bidang ketuhanan tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) Hak dan kewajiban Hankam tertuang dalm pasal 30 Hak dan kewajiban dalam bidang Ekonomi pasal 33 ayat 1,2 dan 3 serta pasal 34. Pasal- pasal tersebut merupakan dasar hak dan kewajiban bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, dan kita sebagai warga negara wajib melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.                                                                Untuk berjalannya hak dan kewajiban ada faktor moral. Pengertian moral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalah ajaran tentang  baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban, kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah dan berdisiplin, ajaran kesusilaan yang ditarik dari suatu cerita.Jadi pengertian hak, kewajiban, dan moral adalah kewenangan atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu yang harus dilakukan terhadap ajaran tentang baik buruk yang diterima umum. Hak merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Apabila setiap orang bersedia untuk bertindak sesuai haknya, maka ketertiban pada masyarakat akan terwujud. Sebaliknya bila seseorang bertindak tidak sesuai dengan haknya, akan menimbulkan keresahan pada masyarakat.                                                                                                                                  Keduanya tidak akan berjalan tanpa dukungan moral yang kuat. Saat ini di Indonesia tengah mengalami krisis moral, karena kebanyakan orang hanya mengedepankan hak daripada kewajibannya. Lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan orang lain. Bahkan sering terjadi, lebih banyak menuntut haknya daripada memenuhi kewajiban yang harus dilakukan. Padahal, antara hak dan kewajiban memiliki kaitan yang sangat erat dan seharusnya kewajiban harus dilaksanakan terlebih dahulu baru kemudian menuntut hak.
Sebagai contoh, para pengendara kendaraan bermotor baik pengguna sepeda motor maupun pengemudi angkutan umum  di jalan raya sering tidak mengindahkan rambu-rambu lalu lintas, tanpa memikirkan keselamatan. Jangankan untuk orang lain, bahkan untuk dirinya sendiri sudah tidak dipikirkan. Hal ini membuktikan mereka lebih mementingkan hak daripada kewajiban. Haknya untuk mengendari kendaraan, tetapi kewajibannya untuk memenuhi atau mentaati rambu-rambu lalu lintas dilanggar.                                                                                                                         Dari uraian di atas, terlihat bahwa untuk mengikis krisis moral bangsa adalah perlu adanya kesadaran untuk membedakan hak dan kewajiban. Sehingga, tidak terjadi perbuatan yang semena-mena terhadap hak orang lain karena ia punya kewajiban yang harus dipenuhi oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini perlu kebersamaan dari seluruh warga negara. Pemerintah maupun rakyat harus bahu-membahu mengutamakan kewajiban daripada hak, artinya hak dan kewajiban bukanlah sesuatu hal yang harus didahulukan tetapi selalu bersamaan sehingga antara hak dan kewajiban saling seimbang.

GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki  13.667 pulau. Untuk itu diperlukan sebuah konsep wawasan nasional yang mengatur penyelenggaraan negara. Konsep wawasan nasional ini dikenal sebagai geopolitik. Geopolitik Indonesia dinamakan wawasan nusantara. Untuk melaksanakan konsepsi wawasan nusantara, disusun konsepsi geostrategi yang diberi nama ketahanan nasional. Berikut akan dibahas mengenai konsep geopolitik dan geostrategi.

Geopolitik secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata geo yang berarti ‘bumi yang menjadi wilayah hidup’, Sedangkan politik berasal dari kata polis yang berarti ‘kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau negara’ dan teia yang berarti ‘urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa’ (Sunarso, 2006: 195).

Istilah geopolitik semula sebagai ilmu bumi politik kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang sesuatu yang berhubungan geomorfologi (ciri khas negara yang berupa: bentuk, luas, letak, iklim, dan sumber daya alam) suatu negara untuk membangun dan membina negara. Para penyelenggara pemerintah nasional kini menyusun pembinaan politik nasional berdasarkan kondisi dan situasi geomorfologi dan unsur-unsur lain (penduduk, falsafat dan sejarah bangsa) secara ilmiah berdasarkan cita-cita bangsa. Geopolitik dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa. Frederich Ratzel mengenalkan istilah ilmu bumi politik (political geography), Rudolf Kjellen menyebut geographical politic dan disingkat geopolitik.   Geopolitik Indonesia merupakan wawasan nasional suatu bangsa yang hendaknya dipahami oleh pemimpin bangsa. Wawasan nasional bangsa Indonesia dikenal dengan istilah wawasan nusantara. Wawasan nusantara yang merupakan geopolitik Indonesia, secara umum didefinisikan sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia tentang dirinya yang bhineka, dan lingkungan geografinya yang berwujud negara kepulauan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Adapun tujuannya adalah untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional dan turut serta menciptakan dalam ketertiban dan perdamaian dunia. Semua itu dalam rangka mencapai tujuan nasional. Dengan unsur-unsur dasar, wadah (lingkungan), isi (kondisi sosial), dan tata laku.                                                                                                                           Konsepsi geostrategi merupakan suatu strategi memanfaatkan kondisi geografi negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, sarana untuk mencapai tujuan nasional (pemanfaatan kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik). Geostrategi Indonesia diartikan pula sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945, ini diperlukan untuk mewujudkan dan mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakat majemuk dan heterogen berdasarkan pembukaan dan UUD 1945.                                                     Geostrategi Indonesia dirumuskan dalam wujud ketahanan nasional. Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamik suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, di dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsug membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional.       Ketahanan nasional diperlukan bukan hanya konsepsi politik saja melainkan sebagai kebutuhan dalam menunjang keberhasilan tugas pokok pemerintah. Konsepsi dasar ketahanan nasional model astagatra merupakan perangkat hubungan bidang kehidupan manusia dan budaya yang berlangsung diatas bumi dengan memanfaatkan segala kekayaan alam.                                                                                                 Berdasarkan pembahasan di atas, sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. , sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep ketahanan nasional yang tumbuh pada perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

DAFTAR PUSTAKA

Soemiarno, Slamet, dkk., Buku Ajar III Bangsa, Budaya, dan Lingkungan Hidup di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia(UI-Press), 2009.

Tim Hankamnas, Wawasan nusantara, Jakarta: Balai Pustaka, 1997.

Apa Definisinya.blogspot.com (waktu akses: 13 november 2009)

Notosusanto, Nugroho, dkk., Sejarah Nasional Indonesia IV, V, VI. Jakarta: Balai

Pustaka, 1984.

REVOLUSI ILMU PENGETAHUAN

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Filosofis mengenai ilmu alam yang sedikit berubah dan rumit menimbulkan sejumlah pertanyaan yang cukup penting berkisar pada isu tentang perubahan keilmiahan (scientific change). Apakah yang dimaksud revolusi ilmu pengetahuan? Kapankah revolusi ilmu pengetahuan dimulai? Adakah suatu pola yang jelas terhadap cara gagasan-gagasan ilmiah berubah dari waktu ke waktu? Kapankah ilmuwan memutuskan meninggalkan teori lama ketika muncul teori yang baru?

Revolusi ilmu pengetahuan dimulai di Eropa pada abad XVII ditandai dengan bangkitnya kelompok intelektual bangsa Eropa mengenai cara berpikir keilmiahan. Revolusi ilmu pengetahuan ini dapat diartikan sebagai perubahan cara berpikir masyarakat intelektual Eropa dari cara berpikir yang ontologis ke cara berpikir matematis mekanistis. Cara berpikir matematis mekanistis ini dipelopori oleh Sir Isaac Newton yang merintis ilmu fisika. Hal tersebut telah mengispirasi para intelektual lainnya untuk membuat analisis penelitiannya. Sementara itu, cara berpikir ontologis yang memberlakukan hukum agama demi segala-galanya termasuk ilmu pengetahuan telah berhasil ditentang oleh kaum intelektual Eropa pada masa itu. Salah satunya ialah Copernicus yang mengemukakan teori heliosentris yaitu menyebutkan bahwa bumi itu bulat. Penemuannya itu telah membuatnya dihukum mati karena pernyataan yang bertentangan dengan kepercayaan agama. Namun, seiring dengan berkembangnya pemikiran manusia terhadap setiap penemuan dan pengetahuan baru, teori tersebut dapat diterima dan diakui sebagai ilmu pengetahuan yang dapat dipercaya dan dapat dibuktikan kebenarannya. Ilmu pengetahuan akan senantiasa berubah dan berkembang seiring dengan ditemukannya teori-teori baru, penemuan yang baru dan kejadian baru yang akan mengubah pola pikir manusia. Akibat dari proses revolusi tersebut memunculkan adanya nilai-nilai dasar yaitu nilai alam, nilai budaya dan nilai ekonomi. Nilai alam muncul karena alam semesta memiliki tata susunan yang berada pada hukum alam. Nilai budaya muncul ditandai dengan adanya penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang dapat memajukan budaya. Sedangkan nilai ekonomi muncul karena para pelaku revolusi ilmu pengetahuan memiliki semangat kerja yang tinggi seiring dengan bertambahnya kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya.

Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions pada tahun 1963 menyatakan ilmu alam bukanlah suatu metodologi yang singular tetapi beragam disiplin yang kompleks yang tidak dapat dilepaskan dari konteks historis dan konteks sosial. Kuhn sangat tertarik dengan revolusi ilmiah atau revolusi ilmu pengetahuan (scientific revolutions) yaitu suatu periode ketika teori lama digantikan oleh teori baru yang cukup berbeda atau revolusioner, sebagai contoh revolusi ilmu pengetahuan adalah kemunculan teori Copernicus tentang tata surya yang menggantikan teori Ptolomeus, mekanika Newton yang menggantikan mekanika Kartesian, dan teori relativitas Einstein serta teori kuantum yang menggantikan mekanika Newton.

Kuhn menegaskan, revolusi ilmu pengetahuan terjadi karena munculnya paradigma. Lahirnya teori-teori besar ilmu pengetahuan selalu diawali oleh munculnya berbagai pandangan yang menjelaskan objek ilmu tertentu. Paradigma menjadi arah bagi para ilmuwan dalam normal science untuk mencari paradigma baru yang lebih cocok dengan fenomena yang menjadi objeknya. Aktivitas ilmuwan dalam normal science membawa mereka pada penemuan tentang ketidaksesuaian dan anomali suatu paradigma, sehingga paradigma tersebut perlu diperbaiki.

Melihat pembahasan di atas, revolusi ilmu pengetahuan dimulai di Eropa pada abad XVII. Revolusi ilmu pengetahuan terjadi karena munculnya paradigma, yaitu dari makna lama dalam paradigma lama menuju makna baru dalam paradigma baru sehingga menyebabkan science menjadi irasional, subjektif, dan relatif.

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Kata pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sering kali didengar ketika berbicara tentang kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan berencana dalam menggunakan serta mengelola sumber daya alam secara bijaksana dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas hidup.                                                                                              Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada tahun 1980. Pada tahun 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa tersebut, disepakati pembentukan komisi dunia untuk lingkungan dan pembangunan World Commission on Environment and Development (WCED). Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah dengan cara memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.   Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) ini kemudian dipopulerkan melalui laporan WCED berjudul Our Common Future (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan pada tahun 1987. Laporan itu mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Di dalam konsep tersebut, terkandung dua gagasan penting, yaitu gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial kaum miskin sedunia yang harus diberi prioritas utama dan gagasan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebututuhan kini dan hari depan. Dalam konteks Indonesia, pembangunan berkelanjutan ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan juga mengandung arti memaksimalkan keuntungan pembangunan dengan tetap menjaga kualitas sumber daya alam.                                                                                          Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang seluruhnya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan.

Secara umum dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling memperkuat satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai pihak, serta ketegasan dalam penaatan hukum lingkungan.

Melihat pembahasan diatas, diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta penaatan hukum dapat ditegakkan dan dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat diimplementasikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Baiquni, M dan Susilawardani. 2002. Pembangunan yang tidak Berkelanjutan, Refleksi

Kritis Pembangunan Indonesia. Yogyakarta: Transmedia Global Wacana.

Suparmoko, M. 1994. Ekologi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.Yogyakarta: BPFE.

http://geo.ugm.ac.id (24 november 2009 pukul 20.27 WIB)

http://www.tempointeraktif.com (24 november 2009 pukul 20.36 WIB)

http://timpakul.web.id (24 november 2009 pukul 20.42 WIB)

PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME MENUJU

INDONESIA YANG LEBIH HARMONIS


Oleh Riyadi Afdol, 0906553210

Makalah Awal bagi

Pemicu Multikulturalisme

untuk Mata Kuliah

Pendidikan Dasar Perguruan Tinggi

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2009

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan pencipta alam semesta, pengatur segala urusan makhluk-Nya, Raja segala Raja, tiada sekutu bagi-Nya, tiada tuhan yang disembah kecuali Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Atas berkat rahmah Allahlah penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari akhir.

Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku, agama, budaya dan ras. Multikulturalisme apabila tidak disikapi dengan bijak akan menimbulkan perpecahan dan disintegrasi bangsa. Untuk itu, penulis merasa perlu menulis makalah yang  berjudul “ Pendidikan Multikulturalisme Menuju Indonesia yang Lebih Harmonis” .            Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mayang Sari sebagai Dosen MPKT yang telah membimbing penulisan makalah ini. Begitu pula teman-teman yang sangat membantu, karena telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Penulis mengharapkan bagi para pembaca agar dapat memaklumi dan memberikan kritik serta saran yang dapat membangun dan menjadikan makalah ini bisa lebih baik pada masa yang akan datang.

Penulis

November 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………….  ii

DAFTAR ISI………………………………………………………… iii

ABSTRAK…………………………………………………………… iv

BAB I  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………  1

1.2 Perumusan Masalah…………………………………………2

1.3 Tujuan.………………………………………………………….  2

1.4 Metode Penelitian……………………………………………3

1.5 Sistematika Penulisan………………………………………3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Multikulturalisme……………………..….. 4

2.2 Tujuan Pendidikan Multikulturalisme………………5

2.3 Implementasi Pendidikan Multikulturalisme……6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………. 8

3.2 Saran…………………………………………………………….9

3.3 Ucapan Terima Kasih……………………………….……9

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………… .10

ABSTRAK

Perkembangan masyarakat yang sangat dinamis serta masalah-masalah sosial yang dewasa ini terus berkembang membutuhkan perhatian dan kepekaan dari seluruh elemen bangsa tidak hanya dari para pakar dan pemerhati masalah sosial namun juga dunia pendidikan yang punya peran sangat strategis sebagai wahana dan “agent of change” bagi masyarakat. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan di Indonesia baik melalui substansi maupun model pembelajaran. Hal ini dipandang penting untuk memberikan pembekalan dan membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian serta melatih kepekaan peserta didik dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial sosial yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.

Kata kunci: pendidikan; masalah sosial; multikulturalisme.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. Hal ini sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia Bhineka Tunggal Ika yang ditandai dengan keragaman suku, agama, bahasa, seni, dan budaya. Indonesia merupakan bangsa dan negara dengan tingkat kemajemukan yang paling tinggi di dunia. Kemajemukan bangsa dan masyarakat Indonesia setidak-tidaknya meliputi hal-hal sebagai berikut: Secara geografis, terdiri atas 13.000 pulau baik yang dihuni maupun yang tidak (‘Ainul Yaqin,2007:4). Secara etnik, Indonesia terdapat 500 suku bangsa (Suparlan 2001). Fenomena tersebut berpengaruh terhadap interaksi pada masyarakatnya. Multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, dan kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya di dalam masyarakat yang bersangkutan. Pada kehidupan sehari-hari, interaksi itu dapat menimbulkan berbagai permasalahan, sehingga diperlukan suatu pemahaman atau pandangan yang dapat menyerasikan atau mengharmonisasikan interaksi dari seluruh keberagaman itu.

Oleh karena itu, dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia terutama

agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.

1.2 Perumusan Masalah

Dari masalah yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa perumusan masalah sebagai berikut:

1)      Apa pengertian multikulturalisme?

2)      Apakah tujuan pendidikan multikulturalisme?

3)      Bagaimanakah implementasi pendidikan multikulturalisme di dalam dunia

pendidikan?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk memberikan paparan mengenai pentingnya pendidikan multikulturalisme di Indonesia guna memberikan pembekalan dan membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian serta melatih kepekaan peserta didik dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.

1.4 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada makalah ini adalah studi pustaka. Hal yang penulis lakukan adalah mencari literatur melalui buku dan internet yang memiliki keterkaitan dengan topik makalah ini dan menjadikannya sebagai wacana untuk memperluas pengetahuan tentang tema yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara objektif.

1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut. Bab 1: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan, metode, dan sistematika penulisan.

Bab 2: Pembahasan terdiri dari pengertian multikulturalisme, tujuan pendidikan multikulturalisme, implementasi pendidikan multikulturalisme

Bab 3: Penutup terdiri dari kesimpulan, saran, ucapan terima kasih dan daftar pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Multikulturalisme

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(2008:415),kata multi berarti ‘banyak, lebih dari satu, dan berbeda-beda (heterogen)’, sedangkan kultur berarti ‘kebudayaan’ dan kulturalisme adalah ‘pandangan tentang kebudayaan’. Dalam multikulturalisme juga terdapat pengertian banyak dan berbeda, tetapi sekaligus dengan pengakuan yang sama. Multikulturalisme dipandang sebagai konsep sebagai hubungan antarbudaya yang positif (pada umumnya) yang dapat mengatasi masalah dalam masyarakat plural. Oleh karena itu, multikulturalisme dianggap perlu disosialisasikan dan lalu dikaji secara kritis dalam proses pendidikan, yang juga diupayakan “berkurikulum” multikulturalisme. Kajian kritis memungkinkan modifikasi, pengembangan, dan penerapan jenis multikulturalisme yang paling tepat dan kontekstual bagi suatu masyarakat.

Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan (Pupu Saeful Rahmat,2008), multikul turalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman dengan alasan multikulturalisme merupakan sebuah ideologi yang mengagungkan perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.

2.2 Tujuan Pendidikan Multikulturalisme

Perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural makin memperoleh momentum pasca-runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita, namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut.

Secara umum, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menanamkan sikap simpati, hormat, apresiasif, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Pendidikan multikultural menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah membantu siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.

Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti-rasis; yang memperhatikan keterampilan-keterampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan keterampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial.

2.3 Implementasi Pendidikan Multikulturalisme

Paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesivitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian(Pupu Saeful Rahmat, 2008). Lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.

Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa (Pupu Saeful Rahmat, 2008). Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia sejak permulaan sejarahnya telah bercorak majemuk. Oleh karena itu semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu menjadi tepat untuk menggambarkan realitas ke-indonesiaan. Ungkapan itu sendiri mengisyaratkan suatu kemauan yang kuat, baik di kalangan para pendiri negara, pemimpin, maupun di kalangan rakyat, untuk mencapai suatu bangsa dan negara Indonesia yang bersatu, untuk menyatukan bangsa dan negara Indonesia dibutuhkan pendidikan multikulturalisme. Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam pendidikan formal, pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi. Dalam Pendidikan nonformal wacana ini dapat disosialisasikan melalui pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik ras suku, maupun agama antar anggota masyarakat. Wacana pendidikan multikultural ini dapat juga diimplementasikan dalam lingkup keluarga. Keluarga sebagai institusi sosial terkecil

dalam masyarakat, merupakan media pembelajaran yang paling efektif dalam proses internalisasi dan transformasi nilai, serta sosialisasi terhadap anggota keluarga.

3.2 Saran

Dalam menyikapi kemajemukan bangsa, pendekatan sentralistik dan totalitarian sebaiknya ditinggalkan. Sikap yang melihat perubahan (change), ketidakpastian (indeterminancy,) dan ketidakberaturan (disorder) sebagai sesuatu yang menakutkan, sudah masanya ditinggalkan. Cara-cara pengendalian melalui pendekatan keamanan, keseragaman, keberaturan total, sudah tidak dapat lagi dipertahankan. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah konsep pendidikan multikulturalisme dalam menyikapi kemajemukan bangsa

3.3 Ucapan Terima Kasih

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan YME, semua orang yang telah memberi berbagai motivasi ataupun materi selama pengerjaan makalah ini, antara lain: Ibu Mayang Sari, yang selama ini telah memberikan materi dan arahan-arahan yang bermanfaat, Orang tua penulis, yang telah memberikan berbagai motivasi, dan tak lupa pula kepada seluruh teman-teman yang senantiasa menghibur dan memberikan dukungan yang terus menerus mengalir hingga makalah ini dapat terselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Bertens. K, Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Charris Zubair, Achmad, “Membangun Kesadaran Etika Multikulturalisme di Indonesia”http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewFile/18/15 (Agustus 2003)

Dewi, Ismala, dkk., Buku Ajar II Manusia, Akhlak, Budi Pekerti, dan Masyarakat Jakarta: Universitas Indonesia(UI-Press), 2009.

SMAN 1 Pakel, “Manusia sebagai makhluk Individu dan Makhluk Sosial”www.madingsman1pakel.co.cc/2009/07/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan.html (11 Oktober 2009)

Sen, Amartya, Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas. (Jakarta: W.W.Norton dan Company Inc.New York, 2006)

Zaenal Fanani, Ahmad, “ Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam” http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/WACANA%20HUKUM%20ISLAM/TEORI%20KEADILAN%20PERSPEKTIF%20FILSAFAT%20HUKUM%20ISLAM.pdf (9 Oktober 2009)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional.

Zubaidi, Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jakarta: Pustaka Pelajar,2005.

Nasionalisme Indonesia

NASIONALISME INDONESIA

Oleh Nanda Meirisya, 0906489321

Pada zaman globalisasi saat ini, rasa peka terhadap sikap nasionalisme sangat jarang ditemui dalam jiwa masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena banyaknya kultur-kultur dari bangsa asing serta pengaruh-pengaruhnya yang menggerogoti kehidupan bangsa Indonesia. Untuk itu, perlu dibahas secara lebih lanjut agar masalah ini dapat dipahami lebih dalam. Beberapa referensi dan pendapat para penulis menunjang tulisan ini.

Dalam KBBI nasionalisme berarti paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri atau kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yangg secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, serta kekuatan bangsa itu. Dalam kata lain berarti semangat kebangsaan.

Menurut Ali Maschan Moesa nasionalisme Indonesia adalah hasil ciptaan masyarakat Indonesia yang majemuk, bukan hasil ciptaan pemerintah Indonesia. Nasionalisme seharusnya timbul karena adanya pluralisme yang telah ada di Indonesia sejak dahulu kala. Jadi, setelah adanya pluralisme maka muncullah nasionalisme. Namun, yang menjadi titik permasalahan disini ialah pluralisme itu sendiri telah tercemar oleh benda-benda asing dari luar. Untuk mengantisipasinya masyarakat Indonesia semestinya harus menjaga budaya Indonesia dan mencintai serta menghargai agar budaya Indonesia tersebut terjaga keutuhannya.

Kemudian Eros Djarot juga mengemukakan bahwa nasionalisme Indonesia yang secara tegas tak dapat dipisahkan dari jiwa kerakyatan, ruh kebangsaan dan semangat anti penindasan. Dalam tulisannya, beliau menjelaskan bahwa keberanian, semangat jiwa yang menggelora, dan kecintaan akan budaya bangsa membawa masyarakat Indonesia menuju Indonesia yang nasionalis.

Fahmi Salatalohy menguraikan beberapa penjelasan tentang dasar pokok utama menuju Indonesia yang nasionalis. Beliau mengatakan bahwa Indonesia yang kaya akan kulturnya sudah semestinya menjadi bahan tinjauan bagi masyarakat Indonesia untuk menimbulkan rasa nasionalisme. Dengan demikian, seperti beberapa penulis di atas telah menjelaskan juga bahwa semuanya itu berasal dari budaya, kultur, atau  kebiasaan diri terhadap kecintaan Indonesia.

Berbicara tentang adanya ancaman dari negara lain terhadap Indonesia. Hal ini sangat erat kaitannya dengan rasa nasionalisme. Jika setiap individu-individu di Indonesia telah tertanam dasar nilai dari sikap nasionalisme  maka ancaman dari negara setidaknya dapat sedikit tertasi. Namun sebaliknya, jika modal awalnya saja individu-individu tersebut tidak memilikinya maka ancaman dari luar Negara akan semakin marak terjadi.

Jadi, bedasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas. Maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sikap nasionalisme dapat ditimbulkan jika masayarakat Indonesia memilki rasa cinta, menghargai, dan menghormati budayanya sendiri. Dengan begitu, ancaman dari negara luar dapat terisolir karena adanya sikap nasionalisme dari masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Salatalohy, Fahmi.2004.Nasionalisme Kaum Pinggiran:Dari Maluku Tentang Maluku Untuk Indonesia.Yogyakarta:LKiS

Moesa, Ali Maschan.2007.Nasionalisme Kiai:Konstruksi Sosial Berbasis Agama.Yogyakarta:LKis

Djarot, Eros.2006.Rapot Indonesia Merah.Tangerang:PT. Agromedia Pustaka

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php (14 November 2009, 14.22).

Sintesis

KRISIS BBM YANG MENGAKIBATKAN KRISIS PANGAN SERTA GIZI BURUK DI INDONESIA

Oleh Nanda Meirisya, 0906489321

  1. Judul                     : Krisis Energi di Indonesia: Mengapa dan Harus Bagaimana

Penulis                   : Yuli Setyo Indartono

Tesis                      : Penggunaan sumber energi terbarukan dapat mengatasi krisis energi yang terjadi akibat penggunaan bahan    bakar fosil secara terus menerus.

  1. Judul                     : Krisis Pangan di Negeri Agraris

Penulis                   : Heru Pamuji

Tesis                      : Kedaulatan pangan merupakan jalan keluar dari permasalahan krisis pangan akibat sistem manajemen pangan di Indonesia yang buruk serta akibat dari krisis BBM.

  1. Judul                     : Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang

Penulis                   : Yetty Nency dan Muhammmad Tohar arifin

Tesis                      : Gizi buruk dapat diatasi dengan cara memperhatikan dengan seimbnang kebutuhan gizi dan pangan masyarakat Indonesia agar terciptanya generasi Indonesia yang berkualitas.

Sintesis: Krisis energi yang mengakibatkan krisis pangan  serta gizi buruk merupakan permasalahan Indonesia yang perlu diperhatikan akibatnya serta perlu untuk diselesaikan permasalahannya.

Nilai-nilai Kebersamaan

Nilai – Nilai Kebersamaan

oleh Nanda Meirisya, 0906489321

Judul: Key Result Area

 

Pengarang: Aso Sentana

Data Publikasi: Jakarta:PT. Elex Media Komputindo,2008

Sebagai makhluk sosial, manusia pada kodratnya tidak dapat dipisahkan dari rasa kebersamaan. Tidak ada individu yang dapat berdiri sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, kebersamaan tentunya memiliki nilai-nilai terpenting yang dapat menjembatani manusia dalam mencapai hakikat hidup yang sebenarnya. Aso Sentana, seorang pengarang buku handal memperjelas pandangan kita terhadap nilai-nilai kebersamaan yang sesungguhnya.

Aso Sentana menjelaskan bahwa dengan diwujudkannnya kebersamaan dapat mengarahkan orang-orang berpikir, bersikap, berperilaku, bekerja, dan melangkah. Nilai-nilai kebersamaan yang dimaksud adalah nilai yang terwujud dalam setiap insan manusia akan butuhnya suatu hal yang tidak dimilikinya. Dalam artian bahwa kebutuhan itu memunculkan rasa kebersamaan secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat yang terkandung dalam nlai-nilai kebersamaan antara lain:

  1. Komunikasi dan saling pengertian. Dengan adanya kebersamaan, ladang yang subur dapat terjadi bagi kelancaran komunikasi.
  2. Arah pandang dan langkah menuju visi. Kebersamaan menyatukan arah pandang. Dengan begitu, dapat menimbulkan suatu modal yang tertuju pada visi untuk mewujudkan suatu misi.
  3. Pembentukan tim dan efektivitas kerja. Dengan modal kebersamaan, pembentukan tim-tim kerja jadi lebih mudah.
  4. Kesatupaduan untuk stabilitas yang dinamis. Kebersamaan merupakan sarana dasar untuk terwujudnya stabilitas yang dinamis dalam suatu perkumpulan.
  5. Kondusif bagi keterbukaan. Dengan adanya kebersamaan dapat menumbuhkannya rasa keterbukaan yaitu dengan adanya pertukaran pikiran, gagasan, dan kritik dalam pelakasanaan yang lebih baik.
  6. Sharing and caring. Hanya dalam situasi yang nilai-nilai kebersamaannya tumbuh, suatu inovasi yang kritis dan kretif dapat tercipta.

Keberadaan nilai-nilai kebersamaan dalam zaman dimana teknologi berperan besar sangatlah diperlukan. Hal ini dikarenakan oleh besarnya kemungkinan kompetisi di dunia yang akan terjadi.

Jadi, setelah terkuaknya penjelasan yang dipaparkan oleh Aso Sentana, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa sesungguhnya nilai kebersamaan selalu merupakan bagian dari nilai-nilai, asumsi, mitos, dan kepercayaan yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari yang tidak dapat dipisahkan dalam kodrat kita sebagai individu sosial. Hal ini semata-mata untuk mewujudkan keberhasilan kinerja nilai-nilai kebersamaan itu dalam pengaplikasiannya sendiri.

http://books.google.co.id/books?id=k3n7Qnkosc4C&pg=PA9&dq=nilai+kebersamaan&lr=#v=twopage&q=nilai%20kebersamaan&f=false (11 Oktober 2009, 15.25).

Next entries » · « Previous entries